BMKG Sebut 3 Faktor Penyebab Kerusakan Bangunan Usai Gempa M 6,6

Selain faktor dekat pusat gempa, ada konstruksi bangunan

Serang, IDN Times - Ribuan rumah dan fasilitas publik rusak berat hingga ringan usai Magnitudo (M) 6,6 pada Jumat (14/1/2022) lalu. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap, ada tiga faktor penyebab kerusakan itu.

Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG Rahmat Triyono mengatakan kerusakan terbanyak terdapat di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, dari hasil pengamatan makroseismik dan pengukuran seismik di lapangan.

Baca Juga: Warga Banten Harus Waspadai Gempa Besar di Seismic Gap Selat Sunda

1. Berikut tiga faktor penyebab kerusakan bangunan usai gempa Banten

BMKG Sebut 3 Faktor Penyebab Kerusakan Bangunan Usai Gempa M 6,6Petugas sekolah melihat kondisi ruang kelas yang rusak akibat gempa di SDN Kerta Mukti, Sumur, Pandeglang, Banten, Sabtu (15/1/2022) ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)22). (

Rahmat Triyono menjelaskan, sebagian bangunan rusak karena faktor jarak yang dekat dengan episenter gempa. Selain itu, faktor penyebab kedua adalah konstruksi bangunan yang tidak memenuhi standar konstruksi (building code) yang dipersyaratkan.

"Selain itu lokasi dengan banyak kerusakan berada di atas lapisan tanah dengan klasifikasi jenis tanah lunak," kata Rahmat, seperti dikutip dari Antara (21/1/2022). 

Berdasarkan pengamatan makroseismik, kata Rahmat, terungkap bahwa sebaran lokasi dengan tingkat kerusakan yang bervariasi.

2. Penampakan kerusakan di sejumlah daerah

BMKG Sebut 3 Faktor Penyebab Kerusakan Bangunan Usai Gempa M 6,6IDN Times/Khaerul Anwar

Berdasarkan keterangan klasifikasi skala dampak MMI shakemap BMKG menunjukkan bahwa kondisi wilayah terdampak--yakni Desa Ujung Jaya dan Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglan-- dengan skala Intensitas VI-VII MMI, banyak retakan terjadi pada dinding bangunan sederhana, sebagian roboh, kaca pecah.

Selain itu, sebagian plester dinding lepas dan hampir sebagian besar atap bergeser ke bawah atau jatuh.

Struktur bangunan mengalami kerusakan ringan sampai sedang dan berpotensi mengalami kerusakan berat pada struktur bangunan yang sederhana.

Namun, pada beberapa lokasi, bagian nonstruktur bangunan mengalami kerusakan ringan, seperti retak rambut pada dinding, atap bergeser ke bawah dan sebagian berjatuhan dan berpotensi mengalami kerusakan sedang pada struktur bangunan yang sederhana.

Di Kecamatan Panimbang, Munjul, dan Cimanggu dengan skala V-VI MMI, bagian nonstruktur bangunan mengalami kerusakan ringan, seperti retak rambut pada dinding, atap bergeser ke bawah dan sebagian berjatuhan dan berpotensi mengalami kerusakan sedang pada struktur bangunan yang sederhana. "Namun pada beberapa lokasi dirasakan oleh banyak orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang dan jendela kaca bergetar," kata Rahmat Triyono.

Di Kecamatan Cigeulis, Cibaliung, dan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang serta Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak dengan Intensitas IV-V MMI, gempa dirasakan sangat kuat oleh banyak orang. Benda-benda ringan yang digantung bergoyang dan jendela kaca bergetar. Di sini, gempa berpotensi menimbulkan kerusakan ringan.

"Pengukuran klasifikasi jenis tanah sesuai SNI menggunakan metoda seismic Vs30 (kecepatan gelombang geser sampai kedalaman 30 meter) menghasilkan informasi bahwa sebagian besar wilayah terdampak memiliki klasifikasi jenis tanah sedang (SD), dan tanah lunak (SE). Wilayah terdampak dengan kerusakan terbanyak berada pada lokasi dengan klasifikasi jenis tanah lunak (SE) di Kecamatan Sumur," ujar dia.

3. BMKG menyarankan, warga tidak menempati rumah yang retak dan rusak

BMKG Sebut 3 Faktor Penyebab Kerusakan Bangunan Usai Gempa M 6,6Rumah warga di Lebak rusak, dampak gempa berpusat di Pandeglang, Banten (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Rahmat mengimbau masyarakat di lokasi terdampak agar menghindari dan tidak menempati sementara bangunan yang retak atau rusak diakibatkan oleh gempa. Rumah retak dan rusak berbahaya, utamakanya jika ada gempa susulan.

Masyarakat disarankan merelokasi tempat tinggal ke lokasi hunian yang bukan merupakan zona rawan bahaya gempa bumi dan tsunami. Jika lokasi tetap akan ditempati dan dilakukan rekonstruksi/rehabilitasi maka harus memenuhi kualitas bangunan sesuai standar konstruksi bangunan. 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya