[LINIMASA] Kronologi Kasus Hingga Pelarian Maria Pauline Lumowa
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tangerang, IDN Times - Maria Pauline Lumowa tiba di Tanah Air pada Kamis, 9 Juli 2020 setelah menjadi buronan selama 17 tahun. Dia merupakan salah satu tersangka pembobol BNI sebesar Rp1,7 triliun.
Kasus yang menjerat Maria bermula saat perusahaan miliknya, PT Gramarindo Group menerima kucuran pinjaman dari BNI sebesar Rp1,7 triliun.
Kasus ini menyeret sejumlah pejabat BNI kala itu dan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri (2004-2005) Suyitno Landung. Suyitno terbukti bersalah dalam kasus Letter of Credit (L/C) fiktif itu dan divonis 1,5 tahun pada 2006.
Baca Juga: [BREAKING] Tiba di Tanah Air, Begini Penampakan Maria Pauline
Oktober 2002 hingga Juli 2003
PT Gramarindo Group milik Maria Pauline dan Adrian Waworuntu mendapatkan pinjaman dana dari BNI cabang Kebayoran Baru sebesar US$136 juta dan 56 juta Euro. Proses pencairan ini terjadi pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Jika dirupiahkan dengan kurs saat itu, pinjaman ini senilai Rp1,7 triliun.
Juni 2003
BNI kemudian mencurigai perusahaan ini dan mulai melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa pencairan pinjaman tidak sesuai prosedur. BNI kemudian menduga pinjaman itu berhasil cair karena Dalam pengusutan diduga perusahaan ini mengajukan pinjaman menggunakan L/C fiktif.
Otoritas BNI kala itu kemudian melaporkan kasus dugaan pemalsuan L/C palsu itu ke Mabes Polri.
Aksi PT Gramarindo Group mendapat bantuan dari "orang dalam" karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
September 2003
Maria Pauline kabur ke Singapura, tepat sebulan sebelum Mabes Polri menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus pembobolan BNI Rp1,7 triliun.
Oktober 2003
Mabes Polri menetapkan Maria Pauline sebagai tersangka. Tapi, Maria sudah dalam pelarian.
Dalam kasus ini, polisi juga menyeret sejumlah pengusaha, pejabat BNI yang dinilai "membantu" pencairan dana, hingga pejabat kepolisian. Pengusaha yang diseret ke meja hijau termasuk Adrian Waworuntu.
Pada 2005, Adrian divonis bersalah dan dipidana seumur hidup. Dikutip dari Koran Tempo, Adrian juga diwajibkan membayar uang denda sebesar Rp1 miliar dan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp300 miliar.
Sementara itu, masih dikutip dari Koran Tempo, Suyitno divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan 18 bulan penjara pada 2016 karena bersalah menerima grativikasi berupa mobil Nissan Xtrail dari Adrian saat berstatus tersangka. Pemberian mobil bernilai ratusan juta itu dilakukan melalui pengacara Adrian.
22 Desember 2003
Terbit red notice Interpol untuk Maria Pauline. Sejak itulah, Maria resmi berstatus buronan dan masuk daftar pencarian orang (DPO).
Tahun 2009
Pemerintah melacak Maria Pauline ada di Belanda.
Tahun 2010 dan 2014
Mengendus jejak Maria di Belanda, pemerintah Indonesia sempat mengajukan ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda. Permohonan ekstradisi ini dilakukan dua kali, yakni tahun 2010 dan 2014. Tetapi, Belanda menolak.
Belanda menawarkan agar Maria Pauline disidangkan saja di negeri kincir angin. Belakangan diketahui, Maria Pauline sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.
16 Juli 2019
NCB Interpol Serbia menangkap Maria Pauline di Bandara Internasional Nikola Tesla.
9 Juli 2020
Pemerintah berhasil mengekstradisi Maria Lauline ke Indonesia. Maria tiba di Bandara Soekarno-Hatta pukul 10.40 WIB.