TV Analog Disuntik Mati, Riuh Warga +62 Sambut TV Digital

Migrasi dari TV analog ke digital diwarnai pro dan kontra

Serang, IDN Times - Acara kumpul dan kebersamaan keluarga Sunarto, kini tak lagi sama Biasanya, setelah Magrib berkumandang, Sunarto beserta keluarganya saling cerita ditemani siaran televisi. 

"Tapi dari kemarin, ada beberapa siaran channel yang hilang. Kalau kata anak-anak harus pakai alat biar televisinya digital," curhat Sunarto saat ditemui IDN Times di rumahnya di bilangan Kedaton, Kota Bandar Lampung, Jumat (12/11/2022).

Sunarto tak sendiri. Kebingungan juga tampak menggelayut di wajah Danih. "Kalau ditanya, punya tipi (TV), ya punya, tapi ga ada gambarnya. Sudah empat hari, gak ada siaran," kata ibu 55 tahun yang tinggal di Kabupaten Bogor itu, kepada IDN Times pada 6 November lalu. 

Danih yang bekerja sebagai asisten rumah tangga itu mengaku, selama ini tidak tahu ada transisi ke tv digital. Sekarang, dia hanya tahu bahwa untuk menikmati siaran telvisi, dia harus menyisihkan uang untuk membeli seperangkat alat.  "Saya lagi mencicil itu kotak (set top box/STB), biar bisa nonton tipi lagi," kata dia.

Soal ketidaktahuan ada transisi siaran televisi ini pun diungkap Nuraini dan Ramli, warga Medan, Sumatra Utara. "Belum ada pernah dengar sosialisasinya sama sekali,” tutur mereka. 

Pasangan suami istri ini juga merasa berat jika harus membeli peralatan untuk bisa menikmati siaran televisi. "Sekarang ini masa sulit. Timbang beli alatnya, bagus uang itu beli beras atau sembako,” kata Nuraini (58), sambil mata berkaca-kaca mengingat kondisi ekonomi yang sulit.

Ya, setelah 60 tahun menemani pemirsa di Tanah Air, televisi (TV) analog akhirnya harus pergi. Pertama kali mengudara 1962, kini TV analog berganti menjadi digital di tahun 2022. 

Seiring perkembangan teknologi, TV digital kini menggantikan perannya di tengah rumah-rumah penduduk. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengakhiri siaran TV analog atau Analog Switch Off (ASO) pada 2 November 2022. 

Proses transisi bukan tanpa kendala. Pro dan kontra muncul di tengah masyarakat terkait berbagai persoalan, mulai dari sosialisasi, kebingungan warga, hingga melambungnya harga STB.  

Baca Juga: Curhatan Warga Bandar Lampung Ihwal Kebijakan Migrasi Televisi Digital

Diawali tahun 1962, ini sejarah singkat televisi analog hingga perlahan ditinggalkan

TV Analog Disuntik Mati, Riuh Warga +62 Sambut TV DigitalIlustrasi TV Analog. (pexels.com/Huỳnh Đạt)

Seperti disarikan dari berbagai sumber, televisi analog merupakan sistem penyiaran televisi yang pertama dikembangkan, dengan menggunakan sinyal analog dalam transmisi gambar dan suara. 

Siaran analog ini bisa diterima sebuah unit televisi dengan bantuan antena. Inilah yang menjadi salah satu kelemahan analog karena semakin jauh letak antena dari stasiun pemancar televisi, sinyal yang diterima akan melemah. Bisa ditebak, gambar yang muncul di televisi pun menjadi buruk dan berbayang.

Modul berjudul "Perkembangan Industri Televisi" yang ditulis oleh Joni Arman Hamid, Endah Hari Utari, dan Yoenarsih Nazar menjelaskan, siaran televisi pertama kalinya di ditayangkan tanggal 17 Agustus 1962,  bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) XVII. Pada saat itu, siaran hanya berlangsung mulai pukul 07.30 sampai pukul 11.02 WIB untuk meliput upacara peringatan hari Proklamasi di Istana Negara.

Namun yang menjadi tonggak hadirnya Televisi Republik Indonesia (TVRI) adalah ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games ke-IV di Stadion Utama Senayan. Siaran televisi secara kontinyu dimulai sejak tanggal 24 Agustus 1962 dan mampu menjangkau dua puluh tujuh propinsi yang ada pada waktu itu.

TVRI pun merupakan satu-satunya stasiun televisi di Indonesia yang mampu menjangkau wilayah nusantara hingga pelosok dengan menggunakan satelit komunikasi ruang angkasa yang kemudian berperan sebagai corong pemerintah kepada rakyat.

Tahun 1989 pemerintah mulai membuka kran ijin untuk didirikannya televisi swasta. Pada tanggal 24 Agustus 1989 stasiun televisi pertama yang siaran adalah Rajawali Citra Televisi atau RCTI. 

Sementara TV digital muncul seiring berkembangnya teknologi. TV digital dinilai lebih baik dan ekonomis, banyak negara telah melakukan proses transisi ke televisi digital sejak tahun 2000-an. 

Negara pertama yang beralih ke sistem penyiaran digital terestrial adalah Luksemburg (2006) dan diikuti oleh Belanda di tahun yang sama. Selanjutnya, sejumlah negara di Eropa lainnya mengikuti di tahun 2007, seperti Finlandia, Andorra, Swedia, Norwegia, dan Swiss.

Baca Juga: Nek Nuraini Nikmati Masa Tua dengan Hiburan di TV Tabung

Transisi ke TV digital dan Undang-Undang Cipta Kerja

TV Analog Disuntik Mati, Riuh Warga +62 Sambut TV DigitalInfografis perbedaan TV analog dan TV digital (IDN Times/M Shakti)

Peralihan TV analog ke digital ini sebetulnya sudah menjadi wacana di Indonesia sejak lama. Namun, pemerintah baru mendapat dasar hukum setelah Undang-Undang (UU) no 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja lahir.

Dalam Pasal 60A UU Cipta Kerja mengatur bahwa: 

(1) Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital.

(2) Migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghentian siaran analog (analog switch ofl diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Sesuai dengan ayat (2), maka lembaga terkait wajib menghentikan tv analog paling lambat 2 November 2022. Artinya, pemerintah punya waktu dua tahun untuk menyosialisasikan proses transisi ini. 

Saat ini, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mematikan TV analog di 230 kabupaten/kota dari total 514 kabupaten kota di Tanah Air.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat Adiyana Slamet mengungkap, kota/kabupaten lainnya tidak terdampak transisi karena tidak memenuhi kriteria ASO.  "Di antaranya wilayah yang tidak ter-cover siaran analog, banyak yang tidak memiliki televisi, masih banyak blankspot, dan memanfaatkan televisi berlangganan," kata dia.

Persoalan wilayah blankspot, menurut dia, sangat penting dan sangat mendasar untuk diselesaikan Kominfo. Sebab, dengan infrastruktur yang belum mumpuni, ASO sangat sulit diterapkan.

"Blankspot di Jabar masih banyak, itu ditemukan di Jabar selatan, Tasikmalaya selatan, Sukabumi, Cianjur selatan," ungkapnya.

KPID Jabar juga menemukan indikasi sosialisasi yang belum masif terkait ASO. Selain soal sosialisasi, Adiyana juga mengatakan, masyarakat banyak yang belum memahami tentang TV digital.

"Soal pemahaman masyarakat juga jadi catatan. Hampir semua ketika kami turun dan hasil penelitian, masyarakat pahamnya digitalisasi itu terkait internet," kata dia. 

Semua catatan itu, kata dia, sudah disampaikan kepada Kominfo. Sehingga, hal ini harusnya menjadi catatan penting agar penyelenggaraan ASO bisa lebih maksimal.

Baca Juga: Tiga Catatan Penting KPID Jabar ke Kominfo Tentang ASO

Baca Juga: Tiga Catatan Penting KPID Jabar ke Kominfo Tentang ASO

Sudah beli STB, warga +62 ini curhat masih bingung dan belum lancar menerima siaran televisi

TV Analog Disuntik Mati, Riuh Warga +62 Sambut TV DigitalIDN Times/Maya Aulia Aprilianti

Kementerian Kominfo memang sudah membagikan secara gratisa ratusan ribu STB kepada masyarakat berkategori miskin. Sementara warga yang gak kebagian, pun harus membeli STB dengan harga paling sedikit Rp200 ribu. 

"Saya beli STB 200 ribu rupiah, tapi ternyata engga lancar, kayak kaset macet," ujar Sumiati (30), salah satu warga Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten pada Jumat (11/10/2022).

Dia bingung entah salah di mana hingga siaran yang muncul di televisi miliknya, tidak mulus. 

Keluhan sama diungkap Sherly (25) warga Tigaraksa, Kabupaten Tangerang juga menyatakan hal yang sama. Bahkan, beberapa stasiun TV pun hilang setelah beralih ke digital. "MNC Grup engga ada, sinyal stasiun TV lain ilang-ilangan, bisa 15 detik, nunggu baru ada lagi gambarnya, nanti beberapa menit gitu lagi," jelasnya.

Anehnya, kata Sherly, stasiun TV milik pemerintah, yakni TVRI, sangat lancar.  "TVRI mah lancar jaya, malah ada TVRI nasional, TVRI daerah, sama TVRI internasional," tuturnya.

Salah satu warga Kabupaten Bantul, Yogyakarta bernama Tariman mengaku sudah memasang STB sesua dengan petunjuk yang ada.  Namun, jumlah siaran yang didapat tak jauh dari jumlah siaran televisi analog.

"Bahkan ada channel televisi saat menggunakan antena biasa (siaran analog) masih dapat dilihat, meski tidak jernih. Pakai STB (siaran digital) sama sekali tidak muncul. Hanya ada tulisan 'low signal'," ujar warga yang tinggal tak jauh dari Pantai Samas ini.

Padahal, dia membeli STB itu seharga Rp250 ribu. Tariman memang mengakui, dia tidak memasang antena di luar rumah. Sebab, antena yang dipasang di luar ruangan akan cepat rusak akibat terkena uap air payau.

"Mungkin kalau pakai antena di luar rumah dan pasangnya tinggi akan banyak channel yang didapat. Namun antena paling hanya bertahan satu tahun dan rusak," ujarnya.

Menurut Tariman, beberapa tetangganya yang mendapatkan bantuan STB dari pemerintah juga bernasib sama, tak mendapatkan banyak saluran. Bahkan, menurutnya mereka bisa menangkap lebih banyak kanal ketika menggunakan siaran analog. "Tapi memang kalau menggunakan STB siaran yang didapat gambarnya sangat jernih. Ndak ada 'gambar semut' di layar televisi," ungkapnya.

Warga Kabupaten Gunungkidul lainnya bernama Pradito mencoba cara lain, yakni tidak memasang antena di luar rumah. "Ya kita ada di dataran tinggi, kalau pasang antena di luar rumah takut disambar petir," ungkapnya. Oleh karenanya, tidak semua siaran dapat diterima.

Pengalaman Komang Adnyana (36), seorang warga di Lingkungan Semarapura Kauh, Bali lebih baik. Dia mengaku sudah membeli STB saat gencarnya sosialisasi dimatikannya saluran TV analog. "Kalau tidak salah harganya sekitar Rp200 ribu," ujar Komang Adnyana, Jumat (11/11/2022).

Setelah beralih ke digital, Komang Adnyana mengakui kualitas siaran sangat baik. Ia pun menjadi lebih betah menonton TV sejak beralih ke digital. "Tidak ada 'gerimis' sama sekali, seperti sebelumnya," ungkapnya.

Namun menurutnya ada kekurangan dari penggunaan STB yakni lebih ribet. STB harus menggunakan dua remot. "Pakai remot dua, itu yang bikin ribet.  Kalau orangtua, sepertinya tidak suka kalau ribet seperti ini, harus pakai dua remot," jelasnya.

Sementara warga Alalak Utara Banjarmasin bernama Jumahudin mengaku, masih bisa menikmati siaran TV analog. "Hanya siaran TVRI yang hilang dan di tempat teman lainnya juga sama. Sayang juga sih karena TVRI sekarang sudah banyak acara yang bagus," kata seorang warga Alalak Utara Banjarmasin bernama Jumahudin kepada IDN Times, Minggu (13/11/2022)

Baca Juga: Ganti TV Analog Jadi Digital, Warga Klungkung Masih Hadapi Masalah

Baca Juga: Sejumlah Lokasi di Bantul Tak Dapat Sinyal Televisi Digital

4. STB diburu, harga di pedagang pun melonjak naik

TV Analog Disuntik Mati, Riuh Warga +62 Sambut TV DigitalSeorang pedagang di Pasar Kokrosono Semarang memperlihatkan set top box (STB) merek Pioline yang dijual seharga Rp180 ribu. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Harga STB di pasaran pun mengikuti hukum ekonomi: semakin tinggi permintaan, semakin langka barang, harganya pun semakin melambung. 

Hal ini diamini pedagang barang elektronik di Kota Bandar Lampung, Ko Anton. Pemilik toko Sinar Berkat di Pasar Tengah Tanjungkarang itu menyebut,  Ia menyebutkan, harga STB kini naik 30-40 persen dari harga normal. Itu pascapemberlakuan kebijakan menuju siaran televisi digital per 2 November 2022.

"Jenisnya (alat STB) banyak, harganya juga bervariasi. Kalau untuk sekarang dari 250 sampai 400 ribu juga ada. Ya tinggal disesuaikan budget masing-masing konsumen, yang jelas kualitasnya juga beda-beda," ucapnya.

Ihwal kenaikan harga STB menurutnya bukan tanpa sebab. Kondisi ini dikarenakan permintaan kebutuhan pasar terbilang banyak, namun suplai alat STB terbilang masih terbatas di Kota Tapis Berseri.

"Beberapa hari lalu kita sudah pesan ke daerah Jawa, tapi memang lagi susah barang sampai sekarang belum ada. Ini masih sisa stok kemarin-kemarin," jelas pria berkacamata ini.

Anton mengungkap, banyak konsumen singgah ke tokonya menanyakan ketersediaan STB, dari sekadar bertanya maupun menawar harga hingga serius membeli alat tersebut. "Tapi memang rata-rata masyarakat kita ini belum beli semua. Sebagian tayangan televisi masih bisa ditonton normal," katanya.

Pedagang lainnya di Pasar Kokrosono, Bulu Lor, Semarang, Jawa Tengah bernama Triyadi mengungkap, animo pembeli STB meningkat drastis setelah pemerintah mengumumkan matinya siaran TV analog. 

"Hampir saban hari banyak sekali warga yang berburu perangkat STB di lapak saya. Ada yang beli empat unit sekaligus, ada juga yang nyari dengan merujuk pada merek tertentu," ujar Triyadi kepada IDN Times, Rabu (9/11/2022). 

Saking banyaknya warga yang mencari STB, stok barang itu pun menjadi langka, mulai dari STB merek Advance, Pioline, Matrix. Dia sendiri mengaku bingung dengan gejolak yang terjadi di tengah masyarakat. Hal itu pun memicu kenaikan harga STB hingga 30 persen dari harga normal.

Triyadi juga meminta pemerintah pusat dan daerah lebih gencar lagi menyosialisasikan transisi TV analog ke digital ini. Pasalnya, sejak pengumuman 2 November lalu, warga di Semarang ternyata masih bisa menerima siaran TV analog. "Ternyata cuma berlaku di Jakarta (TV analog mati total), yang Semarang belum. Ya mungkin pemerintah harus menyosialisasikan menyeluruh lagi biar warga paham sama aturannya," ungkapnya. 

Siapa yang berhak menerima STB gratis dari pemerintah?

TV Analog Disuntik Mati, Riuh Warga +62 Sambut TV DigitalIlustrasi kemiskinan (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Bagi sebagian warga, merogoh kocek Rp200-500 ribu untuk peralatan TV digital mungkin tidak masalah. Namun, banyak juga warga yang harus berpikir dua tiga kali karena kondisi perekonomian yang tidak memungkinkan. Apalagi, pandemik COVID-19 yang melanda hampir tiga tahun, meluluhlantakkan sendi perekonomian warga. 

Kementerian Kominfo mengungkap, sedikitnya 6,7 juta keluarga miskin bakal mendapatkan subsidi STB. Dengan bantuan STB gratis itu, masyarakat yang memiliki TV analog tidak perlu mengganti televisi baru.

"Cukup memasang piranti agar masyarakat tetap menikmati siaran TV digital. Penyediaan STB sebagai upaya mendukung migrasi dari TV analog ke TV digital pada 2022 ini," demikian keterangan yang dikutip dari laman www.kominfo.go.id. 

STB gratis ini dibagikan kepada Rumah Tangga Miskin atau RTM.  Masyarakat yang menjadi calon penerima bantuan STB adalah mereka yang terdaftar di dalam desil 1 data Percepatan Pensasaran Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). 

Sedangkan khusus Provinsi DKI Jakarta adalah RTM yang telah terdaftar pada data carik desil 1 Provinsi DKI Jakarta. Desil 1 adalah rumah tangga dalam kelompok 10 persen terendah atau sangat miskin.

Bagi masyarakat yang berhak menerima bantuan, namun terkendala hingga 2 November 2022, maka bisa mengajukannya secara mandiri dengan menghubungi call center 159 atau ke nomor telepon Posko Respon Cepat Penanganan Bantuan STB terdekat.

Mekanisme pengajuan bantuan STB secara mandiri sebagai berikut:

1. Membuka website https://cekbantuanstb.kominfo.go.id/,
2. Memasukkan NIK dan kode captcha pada kolom yang tersedia,
Klik “Pencarian”,
3. Jika terdaftar sebagai penerima bantuan, maka dapat menghubungi
4. Call Center 159 atau mendatangi lokasi Posko Respon Cepat
5. Penanganan Bantuan STB dengan membawa KTP dan KK asli,
6. Jika mengalami kendala dalam mengakses website, masyarakat dapat menghubungi Call Center 159 atau nomor telepon posko.

Setiap daerah mendapat jatah STB gratis dari pusat dengan jumlah berbeda. Kota Semarang, misalnya, mendapat jatah 16 ribu STB untuk dibagikan kepada keluarga miskin.

Kepala Diskominfo Kota Semarang, Sunarto mengatakan, penyampaian STB sudah selesai dikerjakan pada tanggal 3 November 2022. Warga yang mendapatkan STB gratis paling banyak tinggal di Kecamatan Semarang Utara dan Kecamatan Semarang Barat. 

Penyaluran STB, kata Sunarto, dikerjakan langsung pihak Kemenkominfo melalui konsultan yang sudah ditunjuk. ​​Nah, untuk wilayah Semarang yang paling banyak dapat STB ya daerah Semarang Barat dan Semarang Utara.

"STB ini peruntukkannya khusus buat warga yang tergolong miskin ekstrem. Artinya, yang berhak menerima orang yang masih punya televisi tabung, gak punya motor. Setahu saya ada banyak perhitungan tidak ekstrem. Yang menilai ekstrem itu dari pihak Kemensos, " kata dia. 

Sri Bekti, seorang warga Kelurahan Kuningan, Semarang Utara mengakui, ada petugas yang datang untuk survei pembagian STB gratis. "Saya ditanya sama petugas yang sensus apakah punya motor, perabotan mewah, kulkas dan lain-lain. Saya jawab apa adanya, emang gak gak punya apa-apa. Tapi saya dapat set top box apa gak, ya saya gak tahu," jelasnya. 

Baca Juga: Suntik Mati TV Analog Tengah Malam Nanti, Pemerintah Beri STB Gratis

TV daerah berusaha mengikuti perkembangan zaman, tapi tak mau meninggalkan pemirsanya

TV Analog Disuntik Mati, Riuh Warga +62 Sambut TV Digitalindonesia baik

Pengelola televisi di daerah bak berada di jalan bercabang yang sulit. Di satu sisi, pengelola harus mengikuti aturan pemerintah dan menerapkan teknologi terbaru dalam TV digital. Di sisi lain, pengelola televisi juga harus sabar menanti para pemirsanya untuk migrasi.

Pemindahan televisi analog ke digital memang membutuhkan waktu yang tidak singkat. Salah satu televisi lokal di Jawa Timur, JTV, akhirnya membuat dua model penyiaran ganda, yakni analog dan digital.

Dengan demikian, masyarakat belum bisa menonton secara digital mereka bisa nonton JTV secara analog. "Jumlah pemirsa kita tidak berubah, yang pakai analog bisa melihat, yang pakai digital juga bisa lihat," kata Pimpinan Redaksi JTV, Abdul Rokhim. 

Model penyiaran ganda yang dilakukan JTV ini dilakukan karena mereka tak mau kehilangan penonton. Hingga saat ini, menurut Abdul Rokhim, belum seratus persen saluran televisi di Indonesia beralih ke digital. 

"Kita layani semua (analog dan digital), kita gak mau karena alasan saluran televisinya hilang akhirnya nonton yang lain," kata dia. 

Sebenarnya, dari sisi teknologi, JTV sudah mempersiapkan tranisisi ini sejak dua tahun silam. Namun, menurutnya regulasi yang dikeluarkan pemerintah masih pasti, seperti misalnya seharunya diterapkan serentak 1 November 2022 ternyata hanya wilayah Jabodetabek saja. 

"Aturannya tidak kunjung pasti, jadi kami menyusun bisnis plan atau menganggarkan sebuah program itu dalam ketidakpastian dan semua tau kalau ketidakpastian tidak bagus secara kinerja," kata Rokhim. 

Untuk mempercepat pemindahan TV analog ke digital, pihaknya berharap perbantuan STB ke masyarakat bisa segera terealisasi. "Kalau gak ada bantuan dari pemerintah ya terasa sekali pengurangan (pemirsanya)," kata dia. 

Pilihan serupa pun diambil sejumlah pengelola televisi lokal di Kediri. Meski mengikuti aturan pemerintah untuk bermigrasi ke digital, mayoritas TV lokal di sana belum mematikan siaran analognya. Dari 6 TV lokal yang ada di Kediri, baru satu yang telah melakukan ASO, sesuai ketentuan pemerintah. TV lokal ini adalah KSTV.

Manager Program KSTV, Yacob Bastian mengatakan pihaknya mengikuti anjuran pemerintah untuk melakukan ASO pada 2 November lalu. Secara bisnis perpindahan siaran TV dari analog ke digital ini dirasa sangat berat. Hal ini dikarenakan kondisi bisnis media baru membaik pasca pandemik yang melanda dalam 2 tahun terakhir. Namun perpindahan ini tetap harus dilakukan sebagai upaya peningkatan kualitas siaran.

"Dari segi pembiayaan sedikit lebih berat karena harus mengeluarkan biaya untuk sewa MUX setiap bulannya berkisar antara Rp 17 juta hingga Rp 20 juta," ujarnya, Minggu (13/11/2022).

Kondisi ini terasa lebih berat lagi karena masyarakat dinilai belum siap dengan perubahan ini. Mereka masih bingung dengan cara menggunakan STB, agar dapat menikmati siaran TV digital tersebut.

Perpindahan analog ke digital ini juga akan berpengaruh ke pendapatan iklan mereka. Hal ini dikarenakan belum banyak masyarakat yang menonton siaran digital. "Selama ini penonton TV kita masih di analog, mungkin butuh waktu bertahap juga," tuturnya.

Sementara itu, Penanggung Jawab Program News Dhoho TV, Budi Sutrisno memilih untuk tidak mematikan siaran analognya. Mereka menggunakan siaran dengan sistem Simulcast. Dalam sistem tersebut mereka menyiarkan TV dengan analog dan digital. Hal ini masih diperbolehkan oleh pemerintah hingga dua bulan kedepan. Strategi tersebut dipilih agar warga yang belum memiliki STB masih dapat menikmati siaran mereka.

"Ini hanya dapat dilakukan bagi stasiun TV lokal yang izin siarannya masih aktif, izin kami masih berlaku hingga bulan Juni tahun depan," jelasnya.

Menurut Budi, perpindahan siaran dari analog ke digital yang dilakukan saat ini sudah tepat. Masyarakat kini banyak yang kembali menonton TV karena kualitas gambar dan suara yang jernih. Dengan migrasi ini, kualitas gambar dan suara TV lokal tak kalah dengan TV skala nasional. Budi juga optimis migrasi ini juga akan diikuti dengan perkembangan bisnis.

"Saat ini warga banyak yang penasaran dengan hasil siaran TV digital, mereka seperti berlomba-lomba untuk menyaksikannya," kata dia.  

Hal ini pun menjadi sorotan pakar dan dosen Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Rahayu. Meski mengakui ada keuntungan dari migrasi ke TV digital, Tahayu menegaskan hal itu tidak akan berjalan bagus jika peemrintah tidak melakukannya dengan hati-hati.

Masyarakat, kata dia, bisa kehilangan haknya untuk dapat mengakses siaran TV jika infrastruktur TV digital belum siap dan pengelola TV analog belum mengadopsi teknologi digital, serta masyarakat belum mampu menyediakan perangkat yang dapat mengakses TV digital.

“Migrasi memberikan beban investasi yang besar bagi penyelenggara TV analog, terutama televisi lokal. Pengelolaan TV lokal merasa terbebani karena sewa mux yang mahal, sementara pendapatan yang terbatas. TV lokal juga tidak sepenuhnya merasa aman karena mereka bergantung pada pengelolaan MUX untuk dapat bersiaran," tuturnya. 

Pemerintah perlu memecahkan persoalan ini.

Baca Juga: Komisi I Sindir Stasiun TV Tak Taat Aturan Matikan Siaran Analog 

Baca Juga: Baru 1 Stasiun TV Lokal di Kediri yang Matikan Siaran Analog

Pakar Komunikasi UGM: edukasi yang dterima warga tentang TV digital masih minim

TV Analog Disuntik Mati, Riuh Warga +62 Sambut TV DigitalIlustrasi tayangan siaran televisi digital. (Tim Komunikasi Publik dan Edukasi Migrasi TV Digital)

Proses transisi TV analog ke digital dengan segala dinamika dan tantangannya bisa membawa keuntungan bagi masyarakat, jika dilakukan dengan benar. 

Rahayu pun mencatat sejumlah keuntungan yang bisa dicapai dengan TV digital. Pertama, jumlah spektrum frekuensi digital yang berlipat memang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menyelenggarakan penyiaran, terutama penyiaran komunitas dan publik yang selama ini cenderung terabaikan.

Selama ini, siaran televisi yang ada sudah terlanjur dikuasai oleh sejumlah konglomerat media tidak bisa diharapkan lagi. "Perlu kehadiran stasiun televisi baru yang dapat menyajikan konten yang lebih beragam, kreatif, dan mendidik," kata dia pada Selasa (8/11/2022).

Kedua, dalam konteks masyarakat majemuk dan demokrasi, migrasi ke digital memberikan ruang yang lebih luas bagi munculnya diversity of content, diversity of perspectives, dan diversity of ownership.

Ketiga, menyangkut jumlah spektrum frekuensi yang banyak memungkinkan dimanfaatkan untuk mengembangkan atau meningkatkan layanan komunikasi bencana. “Seperti di Jepang, komunikasi terkait mitigasi bencana memanfaatkan penyiaran televisi untuk dapat menjangkau masyarakat luas," sebut Rahayu.

Sayangnya, Ketua Prodi Magister Ilmu Komunikasi Fisipol UGM ini menilai, edukasi yang diterima publik cenderung lemah, dan pengetahuan tentang TV digital masih belum merata.

Untuk itu, dia berharap, pemerintah dan instansi terkait perlu terus intensif dalam sosialisasi agar masyarakat benar-benar siap menghadapi migrasi ke TV digital. 

“Migrasi berpotensi menghadirkan keragaman konten dan sebagainya. Namun, ketika MUX sebagian besar dikuasai oleh televisi di Jakarta atau yang menjadi jaringannya, masyarakat perlu tahu kemungkinan hal ini tidak akan bisa hadir," jelasnya. 

Masyarakat menurutnya perlu memahami bagaimana memanfaatkan TV digital, terlebih ada banyak channel dan layanan komunikasi yang akan hadir. “Saya berharap masyarakat juga perlu aktif dan kritis dalam menyikapi konten TV digital agar tercipta kualitas penyiaran yang semakin baik," kata dia. 

Baca Juga: Pakar Komunikasi UGM Soroti Perpindahan TV Analog ke Digital 

Bagaimana, apakah kamu sudah siap menjadi warga yang aktif sekaligus kritis dalam menyikapi konten TV digital? Welcome TV digital....

Tulisan ini merupakan hasil kolaborasi IDN Times hyperlocals. Berikut daftar penulis: Azzis Zulkhairil, Wayan Antara, Febriana Sintasari, Tama Wiguna, Khusnul Hasana, Bramanta Pamungkas, Indah Permatasari, Maya Aulia Aprilianti, Daruwaskita, Fariz Fardianto, Sri Wibisono.

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya