Akses Medis Minim Selama Pandemik, Penderita TBC Diselimuti Ketakutan 

Peliputan khusus TBC juga dinilai masih minim

Tangerang, IDN Times - Pandemik membawa ketakutan tersendiri bagi penderita tuberkulosis (TB/TBC). Salah satu penyebabnya adalah minimnya akses medis karena rumah sakit fokus penanganan COVID-19. 

Hal itu disampaikan Ketua Yayasan Pejuang Tangguh TB RO Jakarta Ully Ulwiyah dalam keterangan yang diterima IDN Times, Senin (26/10/2020). "Prioritasnya (rumah sakit) untuk penderita COVID-19, sehingga meskipun pasien TBC menjadi seolah berkurang, tapi sebenarnya tidak," kata Ully. 

Selain itu, berbagai stigma juga masih melekat kepada pasien TBC, sehingga pelabelan ini memengaruhi mental hingga pergaulan sosial penderita TBC yang semakin terbatas. "Inilah mengapa, selain obat dukungan keluarga dan sekitar itu sangat penting," tegasnya.

Baca Juga: Tangani COVID-19, Pemerintah Gunakan Alat Tes TBC GeneXpert

1. Peliputan isu TBC juga masih menjadi tantangan tersendiri

Akses Medis Minim Selama Pandemik, Penderita TBC Diselimuti Ketakutan Ilustrasi Reporter-Jurnalis (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, upaya mengangkat persoalan TBC dalam peliputan media juga masih menjadi tantangan tersendiri. Isu TBC seolah terpinggirkan di tengah arus informasi COVID-19 yang saat ini tengah gencar dibicarakan.

Menurut Ully, dampak TBC tidak kalah berbahaya dibandingkan dengan COVID-19. Berdasarkan data yang dirilis pada 2019, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga di dunia kasus TBC terbanyak, setelah India dan Tiongkok (2,4 juta kasus dan 889 ribu kasus).

WHO mencatat kasus TBC di Indonesia mencapai 845 ribu, sekitar 24 ribu kasus resisten obat. Dari angka tersebut, hanya 69 persen atau sekitar 540 ribu kasus yang ditemukan dan diobati. Total kematian mencapai 98 ribu jiwa.

2. Peliputan isu TBC di Indonesia secara spesifik masih minim

Akses Medis Minim Selama Pandemik, Penderita TBC Diselimuti Ketakutan Ilustrasi TBC (www.myupchar.com via Wikimedia.org)

Jurnalis Kompas yang berpengalaman meliput TBC, Adhitya Ramadhan tak menyangkal hal itu. Dia mengungkap, dari puluhan kasus peliputan kesehatan, hanya hitungan jari yang spesifik mengarah pada peliputan TBC.

"Saya coba searching, pemberitaan TBC di Kompas misalnya, selama 2020 ini ada 59 tulisan dengan keyword TBC itu enggak semuanya fokus ke TBC, hanya sekitar 8 tulisan. Jadi bayangkan jauhnya," ujar Adhitya.

3. Isu TBC minim muncul ke publik karena minimnya informasi

Akses Medis Minim Selama Pandemik, Penderita TBC Diselimuti Ketakutan Ilustrasi TBC (Wikimedia.org/CDC)

Terbatasnya isu TBC yang muncul ke publik, menurut Adhitya, tak lepas dari minimnya informasi dan kesadaran atas dampak TBC. Hal itu lantas berdampak pada pengembangan xi peliputan di kalangan jurnalis yang selama ini juga terbatas.

"Ambil contoh di daerah, persoalan TB ini merupakan isu serius dan penting, namun bagaimana koran lokal daerah mesti bertahan dengan memilih isu lain yang lebih seksi, misalnya politik daerah," kata dia.

Padahal menurutnya, persoalan TBC bisa dikulik tidak hanya sebatas isu kesehatan yang terbatas. Namun, juga bisa dikaitkan pada isu menarik yang lebih luas misalnya ekonomi dan pembangunan daerah.

Pengalaman liputannya soal TBC, misalnya, menyorot investasi asing yang akan masuk ke Indonesia namun juga memperhatikan tingkat aspek kesehatan TBC di masyarakatnya. Di situlah, jurnalis menurutnya perlu jeli memunculkan ide dan menggali persoalan menyangkut TBC.

"Jadi supporting investasi daerah. Itu juga bisa pengaruh ke ekonomi. Investasi bisa terhalang, karena warganya sakit," ujarnya.

Tak kalah penting, Adhitya menekankan jurnalis yang akan meliput TBC juga perlu tetap waspada saat di lapangan. Hal utama ialah mengenali karakteristik penyakitnya dan bagaimana menularnya.

"Selama meliput, tentu tidak ingin tertular. Makanya, tindakan pengamanan perlu dilakukan, karena TBC juga bisa menyebar lewat udara," katanya.

Baca Juga: Tak Kalah Berbahaya dari COVID-19, Simak 6 Fakta tentang TBC

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya