Aturan Mendagri Soal Minimal Kata pada Nama Akan Persulit Warga Baduy
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Lebak, IDN Times - Budayawan dan pemerhati Suku Baduy, Uday Suhada, meminta pemerintah mencabut aturan terkait dengan pencatatan identitas nama wajib minimal dua kata. Aturan itu dinilai berpotensi timbulkan masalah di tengah masyarakat adat seperti Suku Baduy.
“Saya enggak menemukan substansi dari aturan itu, justru ini sangat berpotensi menimbulkan masalah,” kata Uday saat dikonfirmasi, Rabu (25/5/2022).
1. Pemerintah diminta hargai masyarakat adat ketika membuat aturan
Kata Uday, nama warga Baduy itu hanya satu kata. Penamaan bayi Suku Baduy pun tidak sembarangan.
Setiap bayi yang lahir, di hari ketiga hingga ketujuh, orangtuanya pasti meminta penamaan anaknya kepada kokolot kampung (Tetua kampung).
Uday meminta pemerintah tidak mempersulit masyarakat adat yang sudah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdiri. “Kekayaan masyarakat adat harus dihormati bersama. (Nama) itu hasil hitungan tetua adat yang harus kita hormati bersama,” kata Uday.
2. Aturan baru Mendagri: nama tidak boleh 1 kata, maksimal 60 huruf
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan. Lewat Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan, nama seseorang kini tidak boleh hanya satu kata.
“Jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi, dan jumlah kata paling sedikit dua kata,” bunyi aturan Ayat 2 Pasal 4, dikutip pada Senin (23/5/2022).
Aturan itu ditetapkan pada 11 April 2022 dan sudah diundangkan pada 21 April 2022 oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Benny Riyanto.
Dokumen kependudukan yang dimaksud yaitu biodata penduduk, KK, kartu identitas anak, e-KTP, surat keterangan kependudukan, dan akta pencatatan sipil.
3. Ini aturan-aturan lain dalam Permendagri
Kaidah pencatatan nama pada dokumen kependudukan juga diatur pada Pasal 4 ayat 2. Pencatatan nama harus memenuhi beberapa unsur yaitu:
(a) Mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir.
(b) Jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi.
(c) Jumlah kata paling sedikit 2 kata.
Selain itu, nama marga, famili, atau yang disebut dengan nama lain merupakan satu kesatuan dengan nama.
Penulisan nama baik dalam dokumen kependudukan mulai dari e-KTP hingga akta kelahiran juga diatur dalam Pasal 5, yakni menggunakan huruf latin sesuai kaidah bahasa Indonesia, dan nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan pada dokumen kependudukan.
“Gelar pendidikan, adat, dan keagamaan dapat dicantumkan pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik yang penulisannya dapat disingkat,” demikian bunyi poin c Pasal 5 ayat 1 Permendagri.
Terakhir, Permendagri Pasal 5 ayat 3 juga menyebutkan beberapa larangan dalam pencatatan nama pada dokumen kependudukan, yaitu dilarang:
(a) Disingkat, kecuali tidak diartikan lain.
(b) Menggunakan angka dan tanda baca.
(c) Mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.
Baca Juga: Penjelasan Kemendagri soal Aturan Baru Pencatatan Nama Minimal 2 Kata