Ayah Bupati Lebak Bebaskan Lahan, Warga: Bukan Dibeli Tapi Dirampas

Penguasa memaksa, kiamat kecil di Margatirta

Lebak, IDN Times - Pembebasan lahan yang dilakukan oleh Mulyadi Jayabaya, ayah kandung Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, di Desa Margatirta, Kecamatan Cimarga, Lebak, ditolak oleh sebagian warga yang belum menerima pembayaran atas lahannya.

Namun kepada IDN Times, beberapa warga pemilik lahan yang sudah menerima pembayaran mengaku terpaksa dan berdaya karena takut tak mendapat uang sepeser pun sepekan setelah lahan mereka diobrak-abrik alat berat. Dalam pengakuannya, warga mengaku lahannya bukan dibeli melainkan dirampas.

1. Tak ada pemberitahuan dan langsung digusur

Ayah Bupati Lebak Bebaskan Lahan, Warga: Bukan Dibeli Tapi Dirampasilustrasi alat berat. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Seorang kakek berinisial D, menerima pembayaran dari pihak Mulyadi Jayabaya melalui Kepala Desa Margatirta . Ia mengatakan, tanahnya dibayar jauh dari harga yang diinginkan. Bahkan sebenarnya tak ada yang menanyakan kepadanya jika tanah tersebut akan dijual dan berapa nilainya.

D mengaku dirinya menerima pembayaran seminggu setelah ladangnya digusur. Saat penggusuran, D mengaku sempat protes kepada orang-orang yang mengeksekusi. Namun saat menghadapi operator alat berat dan para pengawalnya, nyali D ciut.

Saat pembayaran lahannya pun, D mengaku masih merasa terintimidasi dengan ancaman tak mendapat apa pun jika menolak pembayaran. Namun pada akhirnya ia harus menerima uang senilai Rp23,3 juta untuk lahan seluas 1.400 meter persegi.

"Saya protes mah protes, cuma dijanjikan kalau naik (harga) dari sana (pembeli) dinaikan lagi harganya," ungkapnya.

Baca Juga: Kasus Margatirta Jadi Tuntutan Demo Mahasiswa di Kantor Bupati Lebak

2. Bukan dibeli tapi dirampas

Ayah Bupati Lebak Bebaskan Lahan, Warga: Bukan Dibeli Tapi DirampasSalah satu patok merah di sawah warga Margatira (IDN Times/Muhamad Iqbal

"Bukan dibeli tapi dirampas, cuma ngikuti yang lain, ikut yang tanah di depannya. Orang namanya orang bodoh dibobodo (dibodohi) ketakutan," kata N saat bercerita tentang peristiwa tersebut.

Siang memilukan pada Jumat, Januari 2022 lalu itu, petani miskin ini harus berkejaran dengan alat berat di belakangnya yang menyeruduk ladang kencur yang ditanaminya bersama suaminya. Kata N, penggusur lahannya tak memberi kesempatan untuk memanen kencur di ladangnya sendiri.

Seminggu setelahnya, muncul kabar lahannya akan dibayar. "Dibayar di rumah Lurah. Dipanggil, disamper RT. Pokoknya yang mengundang dari RT dan kelurahan," kata N.

Saat pembayaran, dirinya tak diberi bukti tanda terima apa pun dari Lurah dan pembeli. Namun bukti-bukti pembayaran pajak yang dibayarkan oleh dirinya harus diserahkan ke Lurah.

"Saya bayar pajak. Cuma bawa SPPT, gak ada kwitansi. Cuma dikasih uang saja. Cuma disuruh tanda tangan tapi gak dikasih salinan," kata dia.

Pernyataan warga yang sudah menerima pembayaran ini sama, bahwa mereka mau tidak mau menerima uang pembayaran. "Katanya dari pada gak dapat apa-apa. Duit gak, tanah juga gak," kata dia. 

Baca Juga: Kasus Margatirta, Aktivis: Ganti Rugi Harus Sesuai Harga Pasar

3. Mulyadi Jayabaya: Kami tidak membebaskan tanah, kami investasi

Ayah Bupati Lebak Bebaskan Lahan, Warga: Bukan Dibeli Tapi DirampasAksi demo penolakan rakyat Margatirta (Dok. Aliansi Rakyat Margatirta)

Saat dikonfirmasi, Mulyadi Jayabaya melalui juru bicaranya Agus Wisas, mengakui pihaknya membeli tanah warga di Desa Margatirta. Namun Agus menegaskan, pembelian tanah karena ada permintaan warga setempat yang sedang membutuhkan uang.

"Tidak ada niat membebaskan tanah. Kami investasi. Ada orang datang menjual tanah ke kita, dilihat, kita beli lah," kata Agus melalui sambungan telepon, Sabtu (26/3/2022).

Ia menegaskan bahwa masalah yang muncul saat ini bukanlah sengketa lahan. Agus juga menyebutkan, kabar soal harga tanah Rp20 ribu per meter itu tidak tepat. Harga tanah yang dibeli dari warga di desa itu bervariasi.

"Ada yang Rp30 ribu, ada yang Rp40 ribu (per meter). Pinggir jalan masa sama harganya," kata dia. 

Di sisi lain, pihaknya tidak bisa terbuka ke setiap orang mengenai berapa harga tanah.  "Kenapa? Karena nanti ada kecemburuan. Harganya gak sama," kata dia. 

Soal lahan yang sudah diratakan dengan alat berat dari Jayabaya menurut Agus lahan tersebut sudah dibeli. Kalau ternyata sebaliknya, kemungkinan ada kesalahan di pihak pekerja yang mengeksekusi.

"Kalau sudah ada transaksi baru, dah (dibuka). Kan bisa lapor, bisa ke pihak berwajib (karena) penyerobotan tanah," kata dia. 

Terkait adanya pertemuan perwakilan warga dengan Nabil Jayabaya, Agus mengaku tidak tahu. "Tapi karena yang belinya Pak Jayabaya, masa datang ke anaknya? Menurut saya, boleh silaturahmi, tapi kan ga solutif. Datang saja tuh ke Warung Gunung (rumah Jayabaya)," kata dia.

Agus memastikan bahwa pembelian lahan yang pihaknya lakukan bertujuan untuk pembangunan jalan yang akan menjadi akses warga dan rencana proyek pengolahan limbah.

"Tanah yang di dalam itu gak ada nilainya, kalau gak dibikin jalan. Makanya, dibikin dulu jalan supaya ada nilainya," imbuhnya.

4. Pemkab Lebak: Penolakan adalah hal wajar

Ayah Bupati Lebak Bebaskan Lahan, Warga: Bukan Dibeli Tapi DirampasKantor Bupati Lebak (IDN Times/Muhammad Iqbal)

Saat dikonfirmasi, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak menyatakan dinamika dan penolakan di lapangan sebagai hal yang wajar. "Tapi kita coba menavigasi supaya investor ini juga bisa, tujuannya baik,  untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya ekonomi masyarakat Lebak," kata Asisten Daerah II Pemkab Lebak, Ajis Suhendi.

Menurut dia penolakan itu adalah hal wajar jika dikelola dengan baik. Salah satunya lewat ruang diskusi, dan warga bisa menyampaikan aspirasi mereka. "Tapi soal teknisnya saya memang belum tahu detail," kata dia.

Baca Juga: Eks Bupati Buka Lahan, padahal RTRW Margatirta Masih Kawasan Pertanian

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya