Kasus Margatirta Jadi Tuntutan Demo Mahasiswa di Kantor Bupati Lebak

Aksi demo berujung ricuh

Lebak, IDN Times - Kasus perampasaan lahan di Desa Margatirta, Kecamatan Cimarga menjadi salah satu tuntutan massa aksi dalam unjuk rasa tolak perpanjangan masa jabatan Presiden Joko "Jokowi" Widodo di sekitar Kantor Bupati Lebak, Senin (11/4/2022).

Aksi unjuk rasa ini sendiri harus berakhir ricuh dengan adanya penangkapan beberapa mahasiswa.

Baca Juga: Demo Mahasiswa di Kantor Bupati Lebak Berakhir Ricuh

1. Massa pendemo mengecam keras langkah eks Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya di Desa Margatirta

Kasus Margatirta Jadi Tuntutan Demo Mahasiswa di Kantor Bupati LebakAksi demo penolakan rakyat Margatirta (Dok. Aliansi Rakyat Margatirta)

Koordinator Aliansi Rakyat Margatirta Ahim yang ikut dalam aksi ini mengatakan, pihaknya mengecam keras atas aksi yang dilakukan mantan mantan Bupati Mulyadi Jayabaya terhadap sejumlah warga di Desa Margatirta.

"Sampai hari ini memang tidak ada itikad baik dari pemerintah atas penderitaan yang dialami oleh masyarakat, baik pemerintah desa maupun kabupaten seolah tutup mata terhadap apa yang sudah mereka lakukan kepada tanah garapan rakyat," kata Ahim dalam keterangan tertulis.

2. Minta polisi tindak pelaku penyerobotan dan perusakan rumah warga

Kasus Margatirta Jadi Tuntutan Demo Mahasiswa di Kantor Bupati LebakSalah satu patok merah di sawah warga Margatira (IDN Times/Muhamad Iqbal

Pihaknya meminta, Bupati dan DPRD, Polres Lebak, hingga presiden agar menindak tegas seluruh oknum-oknum pemerintah yang telah menyerobot dan merusak tanah masyarakat.

"Sudah beberapa bulan masyarakat kehilangan mata pencaharian dari hasil kebun mereka yang sudah digarap, tetapi belum ada pemerintah yang perduli akan hal tersebut," kata dia.

Kami, lanjutnya, meminta kepada seluruh elemen masyarakat untuk membantu perjuangan Masyarakat Margatirta di media sosial. "Dan juga mohon bantuannya kepada Media Lokal dan nasional untuk mengawal isu ini hingga tuntas," kata dia.

3. Demo mahasiswa di Kantor Bupati Lebak berakhir ricuh

Kasus Margatirta Jadi Tuntutan Demo Mahasiswa di Kantor Bupati LebakDok. IDN Times/Ahim

Sebelumnya, Aksi unjuk rasa yang dilakukan berbagai elemen mahasiswa di sekitar kantor Bupati Lebak pada Senin (11/4/2022) berakhir ricuh.

Dalam video yang beredar, terlihat dalam kericuhan antara mahasiswa dan Polisi, beberapa mahasiswa ditangkap paksa polisi.

dalam keterangan tertulis yang diterima, para mahasiswa juga menyoroti adanya konflik agraria yang terjadi di wilayah Lebak. Berikut tuntutan lengkap aksi mahasiswa di Lebak.

1. Menuntut DPRD Lebak untuk mendesak Presiden Jokowi agar membatalkan megaproyek IKN dan mengkaji dampak buruk yang ditimbulkan dari aspek ekonomi, hukum, sosial ekologi dan politik.

2. Mendorong Polres Lebak membentuk Satgas untuk memberantas mafia penimbun minyak goreng dan BBM

3. Mendorong Pemda Lebak melakukan operasi pasar untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok dan ketersediaan BBM

4. Tindak tegas oknum dalang yg membuat Kegaduhan penundaan pemilu

5. Menuntut DPRD Lebak menolak kenaikan harga BBM dan menjaga stabilitas harga BBM bersubsidi

6. Mengkaji ulang kenaikan PPN 11 persen

7. Meminta Pemda Lebak Ikut andil dalam menyelesaikan konflik agraria Di Kabupaten Lebak

Jayabaya: Kami beli tanah yang ditawarkan warga

Sebelumnya, sejumlah alat berat dengan logo JB Group, meratakan beberapa bidang tanah di Desa Margatirta. JB Group merupakan korporasi milik mantan Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya. Saat dikonfirmasi, Mulyadi Jayabaya melalui juru bicaranya Agus Wisas mengakui, pihaknya lah yang membeli tanah warga di Desa Margatirta.

Namun, Agus menegaskan, pembelian tanah terjadi justru karena ada permintaan warga setempat yang sedang membutuhkan uang.  "Jadi tidak ada niat ngebebasin tanah. Kami investasi. Ada orang datang jual tanah ke kita, dilihat, kita beli lah," kata Agus melalui sambungan telepon, Sabtu (26/3/2022).

Dengan demikian, dia menegaskan bahwa masalah yang muncul saat ini bukanlah sengketa lahan.

Agus juga menilai, kabar soal harga tanah Rp20 ribu per meter itu, tidak tepat. Menurutnya,  harga tanah yang dibeli dari warga di desa itu bervariasi. "Ada yang Rp30 ribu ada yang Rp40 ribu (per meter). Yang pinggir jalan masa sama harganya," kata dia. 

Di sisi lain, pihaknya tidak bisa terbuka ke setiap orang mengenai berapa harga tanah.  "Kenapa? Karena nanti ada kecemburuan. Harganya gak sama," kata dia. 

Soal lahan yang sudah diratakan dengan alat berat dari Jayabaya, menurut Agus, berarti lahan tersebut sudah dibeli. Kalau ternyata sebaliknya, kemungkinan ada kesalahan di pihak pekerja yang mengeksekusi.

"Kalau sudah ada transaksi baru dah (dibuka). Kan bisa lapor, bisa ke pihak berwajib (karena) penyerobotan tanah," kata dia. 

Terkait adanya pertemuan perwakilan warga dengan Nabil Jayabaya, Agus mengaku tidak tahu. "Tapi karena yang belinya Pak Jayabaya, masa datang ke anaknya? Menurut saya, boleh silaturahmi, tapi kan ga solutif. Datang saja tuh ke Warung Gunung (rumah Jayabaya)," kata dia.

Agus memastikan bahwa pembelian lahan yang pihaknya lakukan bertujuan untuk pembangunan jalan yang akan menjadi akses warga dan rencana proyek pengolahan limbah.

"Tanah yang di dalam itu gak ada nilainya, kalau gak dibikin jalan. Makanya, dibikin dulu jalan supaya ada nilainya," imbuhnya. 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya