RUU DKJ Berpotensi Ganggu Otonomi Daerah Tangsel

Politisi PKS Tangsel pertanyakan wacana Dewan Aglomerasi

Tangerang Selatan, IDN Times - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Sri Lintang Rosi Aryani menilai, Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta akan melemahkan otonomi daerah Kota Tangsel yang masuk dalam kawasan aglomerasi.

Selain karena PKS menolak perpindahan ibu kota negara lantaran bukan solusi pemerataan pembangunan, alasan penolakannya terhadap RUU ini karena dia menilai sarat aroma intervensi politik kekuasaan. Salah satu isu yang menjadi perhatian dia adalah isu Dewan Kawasan Aglomerasi yang dipimpin wakil presiden.

"Kalau dibilang itu membantu otonomi daerah, ini malah jadi tidak otonomi, pemerintah daerah malah justru terpusat (tersentralisasi)," kata Lintang yang juga Ketua Fraksi PKS di DPRD Tangsel pada Selasa (2/1/2024).

Baca Juga: Pemerintah akan Bentuk Dewan Aglomerasi Usai RUU DKJ Disahkan

1. Sri Lintang: wacana Dewan Kawasan Aglomerasi itu tak perlu

RUU DKJ Berpotensi Ganggu Otonomi Daerah TangselBakal TOD Rawabuntu, Tangsel bcerbentuk apartemen (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Lintang menyebut, segala macam yang diatur dalam RUU tersebut sebetulnya sudah diatur dalam Undang-Undang Otonomi Daerah. Utamanya soal kerja sama antar pemerintah daerah.

"Misalnya kerja sama ekonomi, yang ngatur DAK, hibah dan sebagainya itu sudah ada, sekarang yang mau diatur apalagi?" kata dia.

Selain itu, lanjut Lintang, soal kawasan aglomerasi menjadi kawasan bisnis, jasa dan lain sebagainya seperti termuat dalam RUU tersebut, sebenarnya pun sudah berjalan saat ini.

"Apa itu aglomerasi itu, dia katakan sebagai pusat perdagangan pusat kegiatan layanan jasa layanan keuangan dan sebagainya kan saat ini juga memang kaya gitu juga," kata Lintang.

Lintang pun turut mempertanyakan, wacana adanya Dewan Kawasan Aglomerasi yang termuat dalam RUU tersebut. Menurutnya hal itu tak perlu, karena akan menimbulkan persoalan baru di daerah.

"Dan dibentuk dewan kawasan. Dewan Kawasan Aglomerasi ini ngapain? Cuma ngabis-ngabisin uang," kata dia.

2. Kalau mau selaras, Jabodetabek semestinya jadi satu provinsi khusus

RUU DKJ Berpotensi Ganggu Otonomi Daerah TangselPengembangan TOD Dukuh Atas simpang temu lima moda transportasi mulai MRT, LRT Jabodebek, KRL Jabodetabek, TransJakarta, dan KAI Bandara. (IDN Times/Amir Faisol)

Menurut Lintang, jika pun pemerintah pusat ingin mengatur upaya pembangunan Jakarta dan kawasan penyangga Jabodetabek, semestinya kawasan tersebut digabungkan saja dalam satu pemerintahan provinsi.

"Tangsel itu ke Banten kan kejauhan, secara ekonomi kita lebih dekat ke Jakarta, dulu kan ada gosip bahwa Tangerang Raya itu akan jadi satu dengan DKI Jakarta. Mending daerah penyangga Jabodetabek itu jadi satu kalau mau selaras sekalian. Ketimbang tetap menjadi daerah sendiri-sendiri tapi ada dewan kawasan," ungkapnya.

3. Pemerintah akan bentuk Dewan Aglomerasi

RUU DKJ Berpotensi Ganggu Otonomi Daerah TangselMenteri Dalam Negeri, Tito Karnavian (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Sebelumnya diberitakan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, pemerintah akan membentuk Dewan Aglomerasi setelah RUU DKJ disahkan. Tito mengatakan, daerah yang masuk aglomerasi antara lain Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.

“Jakarta dengan kota satelit di sekitarnya sudah sangat intens, ada lebih dari 35 juta penduduk untuk seluruh aglomerasi ini. Interaksi dan mobilitasnya sangat tinggi. Banyak hal yang harus diharmonisasikan, mulai dari perencanaan pembangunan sampai evaluasi. Ini perlu ada koordinasi. Kalau tidak, bisa kacau,” ujar Tito di Media Center Indonesia Maju, Selasa (20/12/2023).

Meski masuk dalam aglomerasi, daerah-daerah tersebut tidak masuk ke dalam wilayah administrasi Jakarta.

Baca Juga: Soal RUU DKJ, Mendagri: Jakarta Tidak Akan Diberikan Dana Otsus

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya