Tak Melaut, Nelayan Lebak Dihantui Badai dan Kenaikan BBM

Gelombang tinggi tengah landa pesisir selatan Banten

Lebak, IDN Times - Para nelayan pesisir selatan Kabupaten Lebak beberapa hari terakhir ini menahan diri untuk tidak melaut dan menangkap ikan. Salah satu faktor penyebab utama adalah badai dan gelombang tinggi.

kata Ketua Koperasi Nelayan Bina Muara Sejahtera Binuangeun di Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Wading mengungkapkan para nelayan tak berani melaut karena badai dapat memicu kecelakaan laut. 

"Semua nelayan di sini tidak melaut akibat badai dan gelombang tinggi itu," kata Wading seperti dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (15/9/2022).

1. Selain badai dan gelombang tinggi, ada faktor lain

Tak Melaut, Nelayan Lebak Dihantui Badai dan Kenaikan BBMSeorang petugas berada di depan mobil tangki yang melakukan pengisian BBM ke mobil tangki di area pengisian otomatis (New Gantry System) Integrated. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Para nelayan yang tidak melaut akibat cuaca buruk di perairan selatan Banten yang berhadapan dengan Samudra Hindia juga terkena dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM), sehingga biaya operasional meningkat. 

Selain itu, belum tibanya musim ikan yang menjadi andalan ekonomi nelayan setempat, yakni ikan tongkol, tongkol baby tuna dan tuna. Ini menjadi andalan karena bisa diekspor ke luar negeri sehingga jadi menyumbangkan ekonomi masyarakat pesisir. 

"Biasanya transaksi pelelangan ikan di saat cuaca normal sekitar Rp4 miliar dengan jumlah tangkapan 200 ton per bulan," kata Wading.

2. Ada ratusan nelayan yang tak bisa melaut

Tak Melaut, Nelayan Lebak Dihantui Badai dan Kenaikan BBMIlustrasi nelayan (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Namun, kata Wading, ada ratusan nelayan yang saat ini tak melaut akibat cuaca buruk tersebut dan faktor-faktor tersebut. "Kami memiliki anggota sebanyak 620 nelayan dan kini terpukul dengan kondisi badai juga ditambah adanya penyesuaian kenaikan BBM," katanya menjelaskan.

Menurut dia, nelayan pesisir selatan Lebak berharap pemerintah agar meninjau kembali penyesuaian harga BBM, karena tak sebanding antara biaya operasional dengan pendapatan tangkapan ikan. 

Biayanya, operasional melaut usai kenaikan BBM bisa mencapai Rp5 juta selama sepekan, namun pendapatan belum sebanding, terlebih saat ini cuaca buruk dan belum musim ikan.  "Kami berharap pemerintah dapat memberikan kebijakan khusus untuk nelayan sehingga usaha melaut tetap berjalan," kata Wading. 

Menurut dia, nelayan di sini mengapresiasi perhatian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dinilai cukup besar terhadap usaha nelayan pesisir Selatan Lebak.

Perhatian KKP itu dengan memberikan bantuan penyaluran alat sarana produksi  berupa jaring hingga armada kapal, sebab pendapatan nelayan di sini fluktuatif dan tidak menentu jika cuaca buruk itu. 

"Kami berharap bantuan sarana usaha nelayan juga diperhatikan oleh Pemprov Banten," kata Wading. 

3. Pemkab Lebak ingatkan potensi gelombang tinggi

Tak Melaut, Nelayan Lebak Dihantui Badai dan Kenaikan BBMIlustrasi nelayan (ANTARA FOTO/Septianda Perdana)

Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Nelayan Kecil Dinas Perikanan Kabupaten Lebak, Rizal Ardiansyah mengingatkan nelayan agar waspada gelombang  tinggi di perairan selatan Banten. 

Berdasarkan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan gelombang tinggi 4 hingga 6 meter terjadi 15 sampai 17 September 2022 yang berpeluang di Perairan Samudra Hindia selatan Banten. 

Pola angin wilayah  selatan dominan bergerak dari Timur - Tenggara dengan kecepatan angin berkisar 10-25 knot dan kecepatan angin tertinggi terpantau di perairan selatan Banten. 

"Kita belum lama ini nelayan Binuangeun diterjang gelombang hingga perahu miliknya rusak dan satu nelayan dilaporkan meninggal," katanya. 

Baca Juga: Kena Tegur, Pemprov Banten Ganti Nama Banten International Stadium

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya