Bertemu Jokowi, Pemimpin Buruh Said Iqbal Ditawari Kursi Wamenaker?

Said Iqbal dipanggil Jokowi jelang pengesahan UU Ciptaker

Jakarta, IDN Times - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, angkat suara terkait isu yang menyebutkan dia ditawari posisi wakil menteri tenaga kerja (wamenaker) oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

Isu itu mencuat setelah Said Iqbal bersama Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea, bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan jelang pengesahan UU Ciptaker, Senin (5/10/2020) siang.

"Tidak ada apa pun. Semua berita yang berkembang adalah hoaks," kata Said saat dihubungi IDN Times, Selasa (6/10/2020).

Baca Juga: Jelang RUU Ciptaker Disahkan, Pimpinan Buruh Bertemu Jokowi di Istana 

1. Said dan Andi dipanggil Jokowi ke Istana jelang pengesahan RUU Ciptaker jadi UU

Bertemu Jokowi, Pemimpin Buruh Said Iqbal Ditawari Kursi Wamenaker?Presiden KSPI Said Iqbal bertemu Presiden Jokowi di Istana (Dok. Istimewa)

Sebelumnya, jelang pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi Undang-Undang oleh DPR RI, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea dan Presiden KSPI Said Iqbal dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Kepresidenan, Senin siang.

Ditemui awak media di Istana, Said dan Andi yang tiba di lokasi sekitar pukul 13.47 WIB, mengaku datang ke Istana karena dipanggil Jokowi sejak Minggu malam.

"Tadi malam (dapat panggilan dari Jokowi)," kata Andi kepada awak media.

Mengenai pertemuan tersebut, Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono mengatakan, pertemuan dua pimpinan buruh dengan Presiden Jokowi untuk membahas masalah RUU Cipta Kerja.

"Dipanggil Presiden, terkait Omnibus Law," katanya saat dikonfirmasi IDN Times, Senin.

2. DPR dan Pemerintah tetap sahkan UU Ciptaker meski masih menuai kritik

Bertemu Jokowi, Pemimpin Buruh Said Iqbal Ditawari Kursi Wamenaker?Menko Perekonomian Airlangga Hartarto didampingi Menkumham Yasonna Laoly dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menerima laporan akhir pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Meski dikritik banyak pihak, namun pada akhirnya DPR dan pemerintah telah mengesahkan UU Ciptaker. UU itu disahkan dalam Sidang Paripurna DPR, Senin sore.

Dalam rapat paripurna ini, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas menyampaikan pandangan akhirnya terhadap UU Ciptaker. Dia menjelaskan, UU Ciptaker ini disepakati oleh 7 fraksi yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, NasDem, dan PAN. Sedangkan dua fraksi yang menolak yaitu Demokrat dan PKS. Demokrat juga menyatakan walk out dari Rapat Paripurna.

“Namun demikian, kami menyerahkan kepada mekanisme di Rapat Paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang,” kata Supratman.

Rapat paripurna yang dimulai pukul 15.25 WIB dihadiri oleh 318 anggota dewan. Sayang, siaran langsung yang ditayangkan lewat YouTube DPR RI dan Facebook DPR RI mengalami gangguan, sehingga tayangan terputus-putus dan sempat hilang saat menyanyikan lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’.

3. Tujuh poin yang ditolak buruh dalam UU Ciptaker

Bertemu Jokowi, Pemimpin Buruh Said Iqbal Ditawari Kursi Wamenaker?Aksi unjuk rasa KSPI menolak pembahasan Omnibus Law RUU CIptaker di depan Gedung DPR, Senin (3/8/2020) (Dok. IDN Times/KSPI)

Terkait UU Ciptaker tersebut, ada tujuh hal yang ditolak buruh Indonesia di dalam UU yang diinisiasi pemerintah itu. Pertama, terkait penghapusan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) bersyarat dan Upah Sektoral (UMSK). Buruh menolak keras kesepakatan ini.

Menurut Said Iqbal, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Karena UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya. Jadi tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya. Karena kalau diambil rata-rata, nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam.

“Tidak adil jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara,” lanjutnya.

Karena itu, UMSK menurut Said Iqbal harus tetap ada. Tetapi jalan tengahnya, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional, untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja. Jadi, UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada fairness.

Sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional. Di mana keputusan penetapan tersebut hanya berlaku di beberapa daerah saja dan jenis sektor industri tertentu saja, sesuai kemampuan sektor industri tersebut.

“Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK,” ujar Said Iqbal.

Poin kedua yang ditolak buruh yakni pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

“Dari mana BPJS mendapat sumber dananya? Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan, tidak masuk akal. Karena tanpa membayar iuran tapi BPJS membayar pesangon buruh 6 bulan,” ujarnya.

Kesepakatan ini menurut Said akan berakibat BPJS Ketenagakerjaan akan bangkrut.

Ketiga, buruh menolak soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak seumur hidup, tidak ada batas waktu kontrak.

Keempat, buruh juga menolak outsorching pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing. Padahal sebelumnya, outsourcing dibatasi hanya untuk 5 jenis pekerjaan.

Menurut Said Iqbal, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup menjadi masalah serius bagi buruh.

“Siapa yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing? Tidak mungkin buruh membayar kompensasi untuk dirinya sendiri dengan membayar iuran JKP,” ujarnya.

“Dalam RUU Cipta Kerja disebutkan, buruh kontrak yang mendapatkan kompensasi adalah yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun. Pertanyaannya, bagaimana kalau pengusaha hanya mengontrak buruh di bawah satu tahun? Berarti buruh kontrak tidak akan mendapatkan kompensasi,” sambung dia.

kontrak dan pekerja outsourcing seumur hidup berarti ‘no job security’ atau tidak ada kepastian kerja bagi buruh Indonesia. Lalu ia mempertanyakan di mana kehadiran negara dalam melindungi buruh Indonesia, termasuk melindungi rakyat yang masuk pasar kerja tanpa kepastian masa depannya dengan dikontrak dan outsourcing seumur hidup.

“Sekarang saja jumlah karyawan kontrak dan outsourcing berkisar 70 persen sampai 80 persen dari total buruh yang bekerja di sektor formal. Dengan disahkannya Omnibus Law, apakah mau dibikin 5 persen hingga 15 persen saja jumlah karyawan tetap? No job security untuk buruh Indonesia, apa ini tujuan investasi?” kata Iqbal.

Kelima, Said Iqbal juga menyatakan menolak jam kerja yang eksploitatif.

Keenam, buruh menolak hak cuti dan hak upah atas cuti yang dihapus. Cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang. Cuti panjang dan hak cuti panjang juga hilang.

Ketujuh, karena karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka hilang.

“Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” kata Said Iqbal.

Baca Juga: [BREAKING] Tok! DPR Sahkan Omnibus Law Ciptaker Jadi Undang-undang

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya