Kampus Merdeka Bukan Hal Baru Bagi Universitas Muhammadiyah

Aktivis GMNI khawatirkan celah eksploitasi mahasiswa

Tangerang, IDN Times - Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) mendukung kebijakan Kampus Merdeka yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. UMT menilai aturan tersebut bukanlah hal baru.

Bahkan UMT sendiri mengklaim kebijakan yang saat masih menjadi pro dan kontra itu sudah sejalan dengan Catur Dharma perguruan tinggi Muhammadiyah.

Baca Juga: Dinilai Progresif, Kampus Merdeka Disambut Baik Rektor Untirta Serang 

1. Kebijakan Kampus Merdeka bukanlah hal baru bagi perguruan tinggi Muhammadiyah

Kampus Merdeka Bukan Hal Baru Bagi Universitas MuhammadiyahMenteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memaparkan proogram Merdeka Belajar: Kampus Merdeka (Dok.IDN Times/Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud)

Sebagai salah satu universitas tertua di Indonesia, kata Wakil Rektor I UMT Destri Arwen, Muhammadiyah merespons positif kebijakan Kampus Merdeka itu. Menurutnya, adanya kesesuaian antara kebijakan itu dengan Catur Dharma sebagai bagian dari pembangunan kampus yang dinamis.

"Dan bahkan inovasi dari pengembangan kurikulum dan penguatan kompetensi serta penambahan indikator kompetensi sudah di Muhammadiyah. Artinya, tanpa aturan yang disebutkan itu sudah ini (ada) di kita, jadi apa yang di ini kan pak menteri itu bagi kita bukan hal baru," jelasnya kepada IDN Times di Tangerang, Banten, Sabtu (1/2).

2. Muhammadiyah dukung kebijakan pemerintah untuk memajukan dunia pendidikan

Kampus Merdeka Bukan Hal Baru Bagi Universitas MuhammadiyahUmt.ac.id

Arwen juga tidak menolak empat kebijakan Kampus Merdeka yang digagas Nadiem Makarim. Adapun empat kebijakan itu adalah hak otonomi kampus untuk membuka prodi baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan menjadi perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN BH), dan hak belajar tiga semester di luar program studi.

Menurut Arwen, saat ini Muhammadiyah terus berupaya membantu pemerintah dalam membangun anak bangsa melalui pendidikan di perguruan tinggi.

"Dan selalu mempersiapkan diri untuk hal hal yang baru dan berkemajuan, jadi sesuatu yang maju itu kita harus mempelopori untuk ikut serta di dalamnya," ujarnya.

3. Aktivis sebut proses kebijakan itu harus lebih dicermati agar tidak mengeksploitasi mahasiswa

Kampus Merdeka Bukan Hal Baru Bagi Universitas MuhammadiyahIDN Times/Candra Irawan

Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Tangerang, Dede Hardian mengungkapkan, ada poin dari kebijakan Kampus Merdeka itu menimbulkan pro dan kontra. Poin yang disoroti adalah mahasiswa yang harus menghabiskan dua sampai tiga semester untuk magang. 

Dia khawatir, poin ini menjadi celah bagi pelaku industri untuk mengeksploitasi  mahasiswa yang akan dijadikan tenaga kerja berupah murah.

"Karena memang tidak semua jurusan berorientasi pada perindustrian. Menurut saya, kita harus lebih mencermati bagaimana proses tersebut diberlakukan di dalam kampus, praktik eksploitasi terhadap mahasiswa dalam hal ini justru lebih khawatir diterapkan oleh pihak kampus dengan membuat kebijakan, memungut biaya yang tidak sedikit untuk mahasiswa yang akan melakukan magang," ungkapnya.

4. Mendikbud diminta jelaskan mekanisme dan regulasi kebijakan itu

Kampus Merdeka Bukan Hal Baru Bagi Universitas Muhammadiyahpexels.com/Pixabay

Dede menambahkan, Mendikbud harus merumuskan regulasi hingga mekanisme di lapangan dalam skala nasional. Dengan demikian, imbuh Dede, gagasan Kampus Merdeka tersebut tidak membebani mahasiswa itu ke depannya. 

"Selebihnya gagasan tersebut cukup baik, karena mahasiswa sudah terlalu lama terikat dengan jam belajar di dalam kampus dan jauh dari dunia luar seperti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan," ucap Dede.

Baca Juga: Rektor ITB: Kampus Merdeka Sangat Sejalan dengan yang Kami Rintis

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya