Hype Kedai Kopi, Bisnis Ini Sustainable?

Simak nih tips agar bisnis kedai kopi dan kafe bisa bertahan

Serang, IDN Times - Kamu pasti sudah gak asing dengan istilah "no coffee no workee." Istilah ini sebetulnya sudah lama muncul, namun kembali hype beberapa tahun belakangan ini, seiring menjamurnya kedai-kedai kopi atau coffee shop.

Ya, pandemik COVID-19 sempat membuat karyawan bisa bekerja dari rumah atau dari mana saja alias work from home/anywhere. Fenomena itu pun menjadi salah satu celah utama mengapa akhirnya kedai kopi dan kafe menjamur.

Ketika para pekerja sudah bosan bekerja dari rumah, mereka pun mencari tempat-tempat yang memungkinkan bekerja dengan suasana baru. Misalnya Riana Mita, salah seorang karyawan swasta di Bandar Lampung ini mengaku kerap mendatangi kafe dan kedai kopi untuk menuntaskan pekerjaannya.

“Biasanya 1-2 kali seminggu ngafe. Kalau sekali ngafe itu gak tentu sih tergantung harga menu dan saat itu aku makan apa aja. Kalau rata-rata sekali ngafe sih bisa Rp50-Rp100 ribu itu sudah sama makan juga,” katanya, Jumat (5/1/2024).

Tak hanya kebutuhan pekerjaan, Riana juga sering ke kafe hanya untuk nongkrong bersama teman saat bosan di rumah.

Kini, pandemik sudah berlalu, para pekerja pun sudah kembali berkantor. Meski demikian, hype kedai kopi dan kafe kekinian masih terus ada.

"Ini mirip kayak fenomena batu akik. Coffee shop juga demikian, tapi lebih lama dan menjamur hingga saat ini," kata Sekretaris Asosiasi Kopi Indonesia (ASKI) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) M Huzaini Areka saat berbincang dengan IDN Times di Mataram, Sabtu (6/1/2024).

Benar bisnis ini hanya musiman? Atau bisnis ini memang bisa berkelanjutan atau sustainable? Kolaborasi hyperlocal IDN Times kali ini akan membahas bisnis kedai kopi di sejumlah daerah di Indonesia.

Baca Juga: Kian Menjamur Pasca COVID-19, Kafe di Lampung jadi Usaha Menjanjikan

1. Tak hanya ramai di mal, kedai kopi dan kafe kini kian dekat ke rumah konsumen

Hype Kedai Kopi, Bisnis Ini Sustainable?Jenis-jenis kopi (https://www.freepik.com/macrovector)

Salah satu fenomena yang kini muncul adalah kian dekatnya kedai-kedai kopi atau kafe ke pemukiman. Tak hanya ramai di pusat-pusat perbelanjaan, kedai kopi dan kafe kini bisa kamu jumpai di jalanan kompleks perumahan hingga gang-gang kecil.

Di kawasan pemukiman yang dibangun pengembang besar, penghuni bisa menemukan kedai kopi dan kafe di setiap sudut perumahan.

Pantauan IDN Times, deretan kedai kopi dan kafe bisa dilihat di Perumahan Kota Wisata, Kabupaten Bogor. Di sepanjang jalan utama perumahan itu bermunculan kafe-kafe kekinian, termasuk sejumlah brand yang dikenal luas, seperti Janji Jiwa dan Kopi Nako. Pemandangan serupa juga tampak di perumahan jaringan Sinar Mas itu, seperti BSD City di kawasan Tangerang Raya, Banten. 

Tak hanya perumahan, sejumlah pemilik kedai kopi memilih lokasi strategis, termasuk di pinggir jalan raya. Di Kota Medan, ada nama Moscot.co yang merupakan coffee shop yang dibangun dengan basis komunitas dan karya.

Deny Bahroeny sebagai salah satu founder Moscot.co menjelaskan, semula usaha kopi dia dirikan di Jalan RA Kartini nomor 36, Kota Medan. Kini usahanya bisa berkembang dan cabang baru pun dia buka di jalanan yang lebih kecil dan dekat pemukiman, yakni Jalan H Misbah nomor 9.

Jatuh bangun merintis bisnis kedai kopi

Hype Kedai Kopi, Bisnis Ini Sustainable?Pengusaha kedai kopi di Palembang Adyos Satrio Tri Wicaksono (IDN Times/Rangga Erfizal)

Usaha merintis dan mempertahankan bisnis kedai kopi tidaklah mudah. Kadang, rasa ingin menyerah datang menyergap.  

Itulah yang dirasakan Adyos Satrio Triwicaksono. Dia mengakui, bisnis kopi masih diminati kaum muda di Palembang, meski tak selalu menguntungkan. Adyos sendiri sudah merintis kedai kopi sejak 2019 dan kini dia punya dua kedai yang dia beri nama Sangkar Coffee dan Shine Co Coffee.

"Sempat terpikir untuk menyerah, tapi semua masalah bisa dilalui dan bisa bertahan sampai sejauh ini," ungkap Adyos kepada IDN Times, Sabtu (6/1/2024).

Usaha kopi yang dilakoni Adyos berjalan hampir lima tahun. Pada tahun pertama dengan lika-liku bisnis yang tak tentu, dia berhasil melewatinya dengan baik. Tantangan kemudian muncul di tahun kedua, kala pandemik COVID-19 melanda Indonesia.

Bisnis yang dia jalankan tegopoh-gopoh dan omzet turun 30-40 persen. "Saat itu juga jam operasional dibatasi, berjualan hanya sampai jam 5, lewat dari itu dibubarin. Itu sangat memengaruhi psikis pelanggan dan kami pengusaha," jelas dia.

Setelah pandemik melandai, bisnisnya pun mulai ramai. Dia pun mulai merasakan manisnya berbisnis kopi. Dari sini juga Adyos dapat melebarkan bisnis dengan membuka cabang baru. "Memang ada dampak tetapi dengan cara kita mengubah strategi jadi lebih baik," kata dia.

Beda lagi cerita Pranaya Yudha, pemilik usaha kedai kopi Wantutu yang berada di Jalan Pemuda, Surabaya. Dia mengakui, hambatan paling besar saat awal merintis usahanya adalah soal waktu. Dia perlu melakukan riset untuk mengetahui selera pasar, hingga target pasar yang paling muda dijangkau.

"Jadi risetnya itu yang paling lama. Dari riset menuju ke eksekusi rencana itu kita biasanya ada pilihan, pilihannya itu jadi dieksekusi atau tidak. Nah itu yang membutuhkan penajaman diskusi dari owner perorangan maupun grup," ungkapnya.

Menurut Yudha, membangun bisnis kedai kopi memang membutuhkan keteguhan dan konsistensi. Kesalahan yang kerap dialami pemilik kedai kopi hingga membuat bisnisnya tidak bertahan adalah terlalu mengedepankan prinsip, tanpa melihat apa maunya pasar.

"Nah kadang-kadang orang yang punya idealisme itu dia pengennya seperti ini, seleranya seperti ini, tapi belum tentu cocok dengan selera market. Ketika dipaksakan itu akan menjadi gagal," ucap dia.

Selain itu, niat kuat pun menjadi faktor penentu. Ketika seseorang memutuskan membuka kedai kopi atau kafe, dia harus mempertahankannya minimal selama 6 bulan ke depan, kemudian memperhatikan apa yang perlu diperbaiki dan apa yang perlu dikembangkan.

"Jadi jangan buka sebulan kemudian tutup. Atau hari ini buka besok tutup, besoknya lagi buka, besoknya lagi tutup. Harus istikomah," kata dia.

Pengalaman lain dibagikan pemilik Bermuda Coffee di Pontianak bernama Akil Setiawan. Dia mengaku tantangan dia rasakan ketika menjamur tren kopitiam dengan konsep interior coffee shop dan pandemik COVID-19. "Waktu pandemik pemasukan menurun 70 persen,” kata Akil.

Dia pun mencari cara agar bisnisnya tidak gulung tikar dengan cara memperkuat di bagian penjualan online. "Setelah itu aku bisa bangkit, lumayan," kata dia pada Jumat (5/1/2024).

Baca Juga: Kedai Kopi Menjamur di Kota Pahlawan, Sekadar Lewat atau Berkelanjutan

Kedai kopi masih menjanjikan dan sustainable, asal...

Hype Kedai Kopi, Bisnis Ini Sustainable?Para pengunjung saat ngafe di Kedai Kopi Wantutu Surabaya. (IDN Times/Khusnul Hasana)

Baca Juga: Orang Butuh Bersosialisasi Usai Pandemik, Alasan Kedai Kopi Bertahan

Yudha memilih untuk berkecimpung di dunia food and beverage (FnB) karena menurutnya, bisnis tersebut memiliki pangsa pasar yang luas dan berkelanjutan. FnB bukan hanya sekadar gaya hidup, tapi juga kebutuhan masyarakat.

Salah satu bisnis FnB yang, menurutnya, bisa berkelanjutan dan memiliki pangsa pasar besar adalah kedai kopi. "Ngopi bukan lagi tren, tapi adalah kebutuhan bagi masyarakat di perkotaan, terutama Surabaya. Jadi kalau ditanya sustainable, saya yakin sustainable," tutur dia.

Yudha sadar betul, bisnis FnB adalah bisnis yang memiliki persaingan ketat dengan banyak segmentasi. Namun, hal itulah yang menjadi tantangan baginya untuk terus melakukan inovasi.

"Bagaimana kami membuat gimik-gimik, seperti kami di Watutu ada photobox, kemudian nanti ada kebetulan ada komunitas KPop bikin birtday party dan sebagainya itu adalah gimik-gimik yang bisa mempertahankan jumlah konsumen yang hadir dan juga perputaran usaha yang berjalan," ujar Yudha.

Pangsa pasar Wantutu mayoritas memang anak muda. Meski begitu,  mereka tak meninggalkan market lain. Itu terlihat, di kafe tersebut tak cuma ada anak muda tapi juga bapak-bapak hingga ibu-ibu.

"Tempo hari kita kedatangan komunitas Cinta Berkain, yang mana itu isinya ibu-ibu penggemar tradisi kain nusantara, batik tenun dan sebagainya. Mereka juga beberapa kali mengadakan acara di tempat kita. Jadi Wantutu tidak terbatas pada usia tertentu saja, semua usia masuk," tuturnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi Central for Urban And Regional Studies (CURS), Erwin Oktaviano menilai, menjamurnya kedai kopi dan kafe yang masih berlangsung hingga saat ini memang selaras dengan kebutuhan ruang publik, khususnya pasca-pandemik.

Setelah berdiam lama di rumah, masyarakat membutuhkan ruang publik dan jika hal itu tidak terakomodasi dengan baik, maka akan memunculkan pihak lain, termasuk swasta, untuk menyediakan ruang nyaman masyarakat untuk berkumpul.

“Restoran itu kan identik dengan makanan saja. Minuman pun hanya pelengkap. Kemudian tren pun berubah karena anak muda saat ini tak hanya ingin datang ke tempat yang gak cuma menyediakan makanan, tapi juga ruang yang nyaman untuk berbincang, berdiskusi, atau bertukar pikiran dan ditemani secangkir kopi. Maka, kafe adalah tempatnya,” katanya.

Fenomena ini yang kemudian ditangkap pengusaha kafe untuk menyajikan sesuatu yang berbeda. "Karena coffee shop tergantung dengan ciri khasnya masing-masing. Bisa dari menunya atau konsep kafenya,” ujarnya.

Pangsa pasar kafe juga tergantung pada konsep kafe itu sendiri. Berbicara soal kopi juga berarti bicara soal rasa. Ada rasa tertentu yang bisa diminati anak muda ada rasa tertentu yang bisa dinikmati oleh usia tua.

“Bisa saja pangsa pasarnya ke banyak usia. Walau saya yakin usia 40 ke atas jarang ada yang ke kafe, tapi bisa juga, misalnya, pakai kafe konsep keluarga, yang datang bisa satu keluarga. Desain juga penting di mana sekarang yang instagramable lebih dicari. Terakhir harga, karena itu memang harus dipertimbangkan dari daya beli masyarakatnya,” terangnya.

Hal senada dikatakan dosen Kewirausahaan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang (Unpam), Feb Amni. Kebutuhan masyarakat untuk bersosialisasi usai pandemik yang masih sangat tinggi menjadi salah satu faktor mengapa bisnis kedai kopi dan kafe masih menjanjikan dan berkelanjutan hingga saat ini.

Dia menjelaskan, setiap bisnis yang dimulai dengan adanya kebutuhan dari masyarakat, seharusnya tetap bisa cuan. "Asal, (usaha itu) dikelola dengan baik, fokus dan terus berinovasi," kata dia.

Meski demikian, Feb Amni menekankan bahwa usaha semacam kedai kopi dan kafe ini lambat laun akan kehilangan pasarnya jika bisnis hanya dijalankan karena mengikuti tren dan tanpa konsep yang jelas.

"Pemilik coffee shop harus selalu berinovasi dan mempunyai karakter dari usahanya di tengah ketatnya persaingan usaha sejenis yang sangat ketat," kata dia.

Menurutnya, resep jitu agar bisnis ini menjadi usaha ekonomi berkelanjutan, yakni pengusaha coffee shop harus dapat memetakan secara jelas segmen pasarnya.

Misal, lanjutnya, pada strategi pemasaran yang sesuai dengan segmen pasar anak muda akan berbeda dengan stategi yang dapat diterapkan pada segmen pasar eksekutif muda atau pekerja kantoran.

"Selain itu pengusaha coffee shop harus memiliki konsep yang unik untuk gerai atau produknya, yang membuat konsumen loyal terhadap usaha atau produk kita," kata dia.

Menurut Feb Amni, pangsa pasar coffee shop bukan hanya anak muda. Para pegawai kantoran atau segmen keluarga juga dapat menjadi sasaran pasar dari usaha ini.

"Akan tetapi perlu dicatat bahwa untuk segmen yang berbeda tersebut, maka coffee shop harus menyediakan layanan, produk dan suasana yang disesuaikan dengan kebutuhan segmen pasar yang dituju," ungkapnya.

Misalnya, kata dia, jika pemilik usaha ingin target pasar pegawai kantoran atau pengusaha, maka dia perlu menyediakan ruang meeting yang nyaman dengan wifi, meja untuk laptop, stop kontak atau colokan listrik untuk men-charger gawai atau perangkat kerja.

"Dan juga menu-menu makanan prasmanan atau paket. Keunikan bisa dari suasananya, tempat, pelayanannya, jenis kopinya, menu-menunya," ungkap perempuan yang juga menjabat Koodinator SPME lembaga penjaminan mutu Unpam ini.

Sekretaris Asosiasi Kopi Indonesia (ASKI) Provinsi NTB M Huzaini Areka mengungkap, bisnis coffee shop bukan saja ditekuni para pegiat kopi, tapi memang digandrungi anak muda hingga politisi. Dia memberikan contoh, seperti anggota DPR RI Rachmat Hidayat, punya coffee shop Kopling (Kopi Lingkar).

Selain Rahmat, ada juga anggota DPR RI Suryadi Jaya Purnama, punya coffee shop di daerah wisata Sembalun. Begitu juga anggota DPR RI M Syamsul Lutfi, juga punya bisnis coffee shop. Selain itu, mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah juga punya coffee shop Revolusi dan Tuwa Kawa di Kota Mataram.

"Jualan kopi, bukan saja dilakoni pedagang kaki lima, pedagang asongan, tetapi semua kalangan. Bisnis kopi di Mataram berjalan sangat cepat. Hampir di seluruh sudut kota, pasti ada. Artinya bisnis ini tumbuh pesat," terang Areka.

Baca Juga: Bisnis Coffee Shop di Mataram Digandrungi Anak Muda hingga Politisi

Hype Kedai Kopi, Bisnis Ini Sustainable?Infografis kedai kopi di Indonesia (IDN Times/M Shakti)

Baca Juga: Kisah Pemuda Palembang Jatuh Bangun Bikin Bisnis Kedai Kopi

Trik dan tips, dari modal hingga wajib tahu kopi yang enak

Hype Kedai Kopi, Bisnis Ini Sustainable?Instagram/@moscot.co

Pasar yang masih terbuka luas membuat bisnis kedai kopi dan kafe ini masih diminati. Nah, bagi para pemula yang baru terjun ke dunia bisnis jenis ini, ada beberapa hal yang perlu dicatat dan perhatikan.

Pemilik kedai kopi di Palembang, Adyos Satrio Triwicaksono menilai, bisnis kedai kopi membutuhkan dana besar. Menurutnya, pengusaha butuh dana sekitar Rp80-Rp100 juta untuk membangun bisnis kopi. Dana besar ini yang seharusnya dilihat anak muda agar tak ikut-ikutan dalam berbisnis.

"Kesalahan terbesar bisnis kopi adalah ikut-ikutan. Tren kopi memang sedang meningkat. Lihat teman gampang, jadi ikutan buka kedai kopi," kata dia.

Pemula juga harus siap dengan segala kemungkinan. Tak selamanya bisnis kopi mendapat untung, namun tak selamanya juga bisnis merugi.

Bisnis ini, menurut dia, juga harus riset mengenai potensi dan peluang. "Strategi kedai kopi berbeda-beda meski owner-nya sama. Jangan mudah berpuas di bisnis FnB," ucap dia.

Deny Bahroeny sebagai salah satu founder Moscot.co yang populer di Kota Medan punya tips lain. Menurut dia, hal yang paling penting dalam bisnis ini adalah membangun ekosistem yang baik, punya komitmen, dan tanggung jawab.

Selain itu, pemula juga harus menguasai basic business dan manajemen manusia. Hal ini mengingat bahwa pemilik kafe wajib mengetahui yang dikelola tidak hanya kafe, tetapi para pekerja yang harus diperhatikan hingga secara detail.

“Ini menjadi basic bisnis dalam mengelolanya,” ujarnya yang saat ini memiliki lebih dari 30 pekerja untuk 2 tempat Moscot.co.

Tips selanjutnya bagi pemula, kata dia, harus open minded (berpikir terbuka) untuk bisa menerima saran dan kritikan dari orang-orang untuk bisa lebih cepat berkembang.

Terakhir,  jangan lupa untuk selalu menabung. “Karena kesehatan finansial itu penting. Apalagi sebagai pemula, ini untuk meminimalkan risiko karena modal yang sudah keluar,” kata dia.

Lantas bagaimana pemula dengan modal kecil? Huzaini Areka menilai, bisnis kopi bisa juga sebetulnya bisa dilakoni dengan modal kecil. Untuk di wilayah NTB, contohnya, pemula bisa memulai bisnis ini dengan modal Rp1 juta.

"Jika punya modal Rp1 juta, tinggal membeli kopi yang sudah di-roasting atau kopi bubuk. Tinggal diseduh, beli gelas, siapkan tempat. Bisa buka lapak kopi, angkringan, kedai kopi dan coffee shop," katanya.

Namun, jika punya modal Rp5 juta, pemula bisa membeli mesin grinder kopi seharga Rp1,5 juta sampai Rp2 juta. "Harga mesin grinder kopi yang paling mahal bisa mencapai Rp300 juta," kata dia.

Dia pun mengajak anak muda yang baru lulus sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi, khususnya di NTB, untuk membuka usaha dalam bisnis kopi karena peluangnya di NTB sangat terbuka lebar.

Sementara pemilik Bermuda Coffee di Pontianak, Akil Setiawan lebih menggarisbawahi soal standar rasa untuk disajikan kepada konsumen. Owner, baik pemula maupun sudah berpengalaman, harus menguasai dunia kopi. "Minimal, kamu harus tahu kopi yang enak kamu suguhkan ke customer. Jangan ketergantungan dengan barista, kamu juga harus menguasai managemen produknya,” ujar Akil.

Terkadang ada masa-masa sulit yang harus dikerjakan sendiri, sehingga owner harus menguasai managemen produk, atau ilmu untuk operasional kedai kopi itu sendiri.

Baca Juga: Kiat Pengusaha Kopi Bertahan di Era Gempuran Tren Kopitiam Pontianak

Baca Juga: Rahasia Moscot.co Tetap Eksis di Kala Coffeeshop Terus Menjamur

Jakarta masih menjadi kiblat tren kopi

Hype Kedai Kopi, Bisnis Ini Sustainable?Potpourri Cafe (google.com/maps/potpourri cafe - tebet jakarta)

Suka tidak suka, Jakarta masih menjadi kiblat tren dan hype untuk hampir semua daerah di Indonesia. Apa yang sedang populer di Jakarta maka semua orang di daerah lain akan mencarinya. Hal ini termasuk dalam dunia perkopian.

Hal itu diungkap pengamat CURS, Erwin Oktaviano. “Pengaruh tren Jakarta itu kuat. Jadi kalau ada yang viral di Jakarta, orang di daerah lain, pengen juga di daerahnya ada produk viral itu, termasuk kafe dan menu-menu kopi di dalamnya. Seperti contoh kopi gula aren,” dia menambahkan.

Hal ini juga Erwin mengatakan, kafe atau coffee shop bisa menjadi usaha yang sustainable jika mengikuti tren dan tidak ada force majeure, seperti COVID-19. Sehingga tidak ada salahnya untuk memulai bisnis kafe dari sekarang.

“Pengusaha kafe harus punya strategi, dia harus lihat lokasi strategis untuk kafenya dengan melihat pangsa pasar kopinya. Misalnya buka kafe di dekat wilayah kampus atau perkantoran. Jangan malah di daerah yang mayoritas adalah pemukiman petani,” ujarnya.

Hal ini juga menjawab alasan mengapa kafe tidak banyak ditemukan di kabupaten lain selain ibu kota Bandar Lampung. Erwin mengatakan, karena memang pangsa pasar kafe memang belum cocok untuk kabupaten dengan sektor utama pertanian.

Upaya pemda mendorong bisnis kedai kopi tetap bertahan

Hype Kedai Kopi, Bisnis Ini Sustainable?Infografis kopi (IDN Times/M Shakti)

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Makassar, Firman Pagarra mengungkap bahwa ratusan usaha kafe yang terdaftar sebagai wajib pajak di wilayahnya turut membantu pendapatan daerah. Pemerintah daerah (pemda) pun memberi berbagai kemudahan bagi mereka yang ingin berbisnis di bidang ini.  

"Kami catat jumlah cafe atau coffee shop di Makassar sebanyak 807 unit, sedangkan realisasi (pajak) 2023 sebesar Rp55,63 miliar lebih, cukup signifikan di dalam peneriman pajak restoran," Firman mengungkapkan kepada IDN Times Sulsel, pada Minggu (7/1/2024).

Firman menuturkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar pun akan melakukan berbagai upaya untuk mendorong bisnis coffee shop atau kafe ini. "Pertama, upaya kami pemda dalam mendorong bisnis ini, memberikan kemudahan dalam proses-proses perizinan melalui OSS secara online," ujar Firman.

Selain itu, Pemkot Makassar juga akan memberikan kemudahan bagi pembayaran pajak lewat aplikasi online, yaitu aplikasi PAKINTA. "Selain itu, kita akan melakukan pelatihan kewirausahaan melalui Dinas Koperasi dan UMKM, untuk meningkatkan kemampuan dalam menjalankan usaha cafe," ujarnya.

"Juga, kita branding Makassar Kota Makan Enak dan Pemkot Makassar akan semakin mendorong pertumbuhan (ekonomi) dan perkembangan kafe atau coffee shop di Kota Makassar," Firman menambahkan.

Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Bandar Lampung Muhtadi juga memaparkan upaya untuk mendorong bisnis kedai kopi berkembang di wilayahnya.

Kafe, kata dia, merupakan kelompok usaha berisiko rendah. Maka, pemilik kafe sekarang bisa dengan mudah mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) dengan mendaftar via OSS.

“Hanya usaha berisiko menengah tinggi dan tinggi saja yang kita lakukan verifikasi terhadap berkas permohonannya. Tapi karena kafe itu (risiko) rendah maka sangat mudah membuat izin usahanya yakni cukup mendaftar lewat OSS saja,” ujarnya.

Meski berjumlah ratusan, Muhtadi mengatakan jumlah kafe di Bandar Lampung belum bisa dikatakan banyak. Saat ini, ada 347 kafe yang sudah terdaftar di Bandar Lampung.

“Makanya kita sangat welcome terhadap pengusaha kafe ini. Kita juga sudah dukung dengan cara memudahkan perizinannya. Apalagi NIB ini berlaku seumur usaha tersebut berjalan,” kata dia.

Muhtadi mengatakan, sistem perizinan kafe adalah per outlet. Sehingga jika satu grup memiliki banyak outlet di Bandar Lampung maka setiap outlet harus diajukan perizinannya. Jika ada kafe belum memiliki NIB maka akan mendapat sanksi administrasi.

“Kita juga selalu monitoring kok karena keberadaan kafe ini bisa menunjukkan kalau tingkat perekonomian kita itu baik. Kafe bisa menambah PAD kita. Kafe juga bisa menyerap tenaga kerja. Coba kalau satu kafe punya 10 orang karyawan, 3.470 pengangguran sudah berkurang,” katanya.

Baca Juga: 807 Kafe di Makassar Sumbang Pendapatan Pajak Rp55 Miliar pada 2023

Ini merupakan tulisan kolaborasi hyperlocals IDN Times dengan penulis: Indah Permata Sari (Medan), Rangga Erfizal (Palembang), Khusnul Hasana (Surabaya), Rohmah Mustaurida (Bandar Lampung), M Iqbal (Tangerang), Muhammad Nasir (Mataram), 
Dahrul Amri Lobubun (Makassar), Teri (Pontianak).

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya