Inovasi dan Adaptasi, Perajin Tas Ecoprint di Tangerang Lawan Pandemik

Fitur preorder di online permudah Yeni untuk berjualan

Kota Tangerang, IDN Times - Pandemik COVID-19 diiringi pembatasan pergerakan warga yang mulai terjadi di Indonesia dari medio Maret 2020, memukul beragam sektor usaha ekonomi. Tak terkecuali Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Tak seperti banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat industri yang bangkrut, pelaku UMKM justru bisa bertahan, bahkan mengembangkan usaha di masa sulit ini. Para pelaku memang harus menemukan cara berinovasi dan beradaptasi melawan dampak pandemik. 

Seperti yang dilakukan warga Ciledug, Kota Tangerang, Yeni Syafrita, 35 tahun. Dua adalah pelaku UMKM perajin tas dan kantung tisu serbaguna (pouch) dengan bahan bernuansakan ramah lingkungan dengan metode ecoprint. Di masa pandemik, Yeni dan mesin jahitnya memilih membuat lebih banyak masker ketimbang produk tasnya. Selain itu, marketplace dan aplikasi online shop jadi cara paling ampuh melawan pembatasan gerak.

Alhasil, pada tahun 2020 keuntungannya meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

Baca Juga: Kisah Mul yang Ajarkan Anak-anak Baduy Membaca

Belajar dari Youtube dan bermodal mesin jahit dari suami

Inovasi dan Adaptasi, Perajin Tas Ecoprint di Tangerang Lawan PandemikIDN Times/Muhamad Iqbal

Awal mula Yeni memilih menjadi perajin tas adalah tahun 2017. Kala itu, dia memilih berhenti dari pekerjaannya di sebuah bank swasta. Hamil menjadi alasan utamanya kala itu.

Tatkala banyak memiliki waktu luang, Yeni kemudian memilih mengisi waktu luangnya untuk memperdalam kemampuan menjahit yang diajarkan orangtuanya. Di sisi lain, dia juga menambah ilmunya dengan belajar online melalui Youtube.

Berbekal mesin jahit yang dibelikan sang suami, Budi Prasetyo (36), Yeni kemudian membuat beberapa pouch yang kemudian dia pajang di media sosial.

"Terus saya pajang di Instagram. Nah ada temen beli, padahal saya naro harga Rp125 ribu, lumayan kan harganya segitu," kata Yeni kepada IDN Times.

Mulai dari situlah lulusan sarjana kesehatan masyarakat ini memilih untuk menekuni profesi barunya sebagai perajin tas dan kerajinan berbahan ecoprint.

Detail dan teknik ecoprint pada produk handmade punya pasarnya sendiri

Inovasi dan Adaptasi, Perajin Tas Ecoprint di Tangerang Lawan PandemikIDN Times/Muhamad Iqbal

Saban hari kini Yeni mampu memproduksi tiga tas sehari dengan bahan ecoprint. Ecoprint sendiri merupakan teknik memberi pola pada bahan atau kain menggunakan bahan alami seperti daun, bunga, batang, atau bagian tumbuhan lain yang menghasilkan pigmen warna.

Per satu tas, Yeni menjual produknya dengan harga ratusan ribu rupiah sampai Rp1 juta. Harga itu tentatif tergantung spesifikasi yang diinginkan si pemesannya.

Saat pandemik melanda, Yeni berinovasi dengan turut memproduksi masker yang kala itu sangat sulit dicari. Langkah itu membuat usahanya justru mengalami keuntungan dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

"Tahun 2020 pas COVID-19 Rp12juta dari (sebelumnya) rata-rata Rp6 jutaan," ungkapnya.

Tak hanya sekadar membuat masker, Yeni pun berkreasi pada produk khusus di masa pandemik ini, seperti memunculkan motif gambar unik dan menyesuaikan dengan kalangan pembelinya. Per satu masker, Yeni menjualnya dengan harga Rp15 - 25 ribu.

"Kalau sekarang sudah masuk sekolah lagi, nah saya bikin khusus gambarnya tema anak-anak," kata Yeni.

Yeni mengakui, harga produk yang ia tawarkan memang tergolong mahal. Namun ia memastikan bahwa harga itu memang sesuai dengan kualitas produk yang ia buat.

"Karena kan caranya handmade yah bikinnya. Jadi kita harus teliti jahitannya, kalau ada yang loncat satu saja kita ulang. Ketahanan produknya insya Allah deh lebih dari lima tahun soalnya udah dicoba yah sama teman-teman," kata Yeni.

Inovasi dan Adaptasi, Perajin Tas Ecoprint di Tangerang Lawan PandemikMasker dengan motif bungkus mie instan (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Fitur preorder bantu Yeni jual produk dengan layanan custom

Inovasi dan Adaptasi, Perajin Tas Ecoprint di Tangerang Lawan PandemikIDN Times/Muhamad Iqbal

Bagi ibu dua anak ini, kesulitan menjual produk di online shop adalah persaingan "banting harga". Namun, di balik itu dia cukup percaya diri dengan produknya. Bahkan kata dia, beberapa kali dia menyetop penjualan melalui online shop karena tak sanggup kebanjiran pesanan.

"Kalau yang handmade ini untungnya punya pasarnya sendiri sih. Dan saya engga takut lah," kata dia.

Untungnya, kata Yeni, online shop seperti Tokopedia menyediakan fitur preorder untuk produk buatannya yang lebih mengutamakan kedetilan, mengikuti kemauan pembeli (custom) dan waktu pembuatan yang lebih lama jika dibanding dengan menggunakan mesin industri.

"Karena handmade kan saya gak bisa banyak (dalam sehari). Saya maennya kualitas, jadi ada fitur preorder ya memudahkan banget," ungkapnya.

UMKM jadi penggerak ekonomi tatkala krisis

Inovasi dan Adaptasi, Perajin Tas Ecoprint di Tangerang Lawan PandemikIDN Times/Muhamad Iqbal

Pada tahun 2020, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Tangerang mencatat, ada 94.000 UMKM di Kota Tangerang. Mereka merupakan penggerak roda perekonomian di tengah krisis ekonomi akibat pandemik COVID-19.

Yeni Syafrita merupakan salah satu pelaku UMKM unggulan Kota Tangerang. Produknya kerap kali menjadi penghias etalase dalam pameran produk UMKM baik tingkat nasional maupun hingga ke luar negeri. Saat ini Yeni sedang menjadi UMKM binaan Bank Indonesia.

Baca Juga: Kisah Milennial Baduy, Jualan Online Hingga Tembus Luar Negeri 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya