Penjualan Drop Saat Pandemik, UMKM Tangsel Ini Genjot Lewat Digital

Pandemik bikin masyarakat lebih dekat dengan dunia digital

Tangerang Selatan, IDN Times - Pandemik COVID-19 benar-benar mengubah kebiasaan masyarakat. Pemilik usaha yang bisa memanfaatkan perubahan akan bisa bertahan di tengah dropnya penjualan karena pembeli tak lagi datang ke toko atau penjual. 

Salah satu pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Santi Hakim, penjualan cireng miliknya drop hingga 70 persen kala pandemik COVID-19.

"Saya gak bisa mengembalikan omzet seperti semula secepat mungkin yah, karena kan kondisi sudah berubah, lifestyle orang berubah," kata Santi yang juga Direktur PT Meraki Cipta Rasa kepada IDN Times pada Sabtu (24/6/2023).

Kebiasaan pembeli yang semula offline, kini serba online. Tak mau ketinggalan, Santi pun menempuh cara ini. "Bikin marketplace. Saya bikinin  Instagram. Kita mulai jualan seperti itu, pakai WhatsApp bisnis," jelasnya. 

Baca Juga: Cireng Jadi Frozen Food, UMKM di Tangsel Ini Raup Omzet Jutaan Sebulan

1. Inovasi pandemik, cireng pun disulap menjadi makanan beku

Penjualan Drop Saat Pandemik, UMKM Tangsel Ini Genjot Lewat DigitalIDN Times/Muhamad Iqbal

Selain metode penjualan, teknik pengemasan pun ia ubah. Semula perusahaan mengedarkan cireng dengan cara konvensional, termasuk melibatkan distributor. Dengan cara konvensional ini, cireng tak bisa tahan lama. "Malam bikin, pagi diambil sama distributor," jelasnya. 

Ketika pandemik melanda, Santi dan tim memutar otak agar cireng bisa tetap laku. Di situlah muncul ide mengubah cireng menjadi makanan beku sehingga pembeli tinggal menggoreng saja. Selain itu, bahan cireng pun tahan lebih lama. 

"Frozen food itu di 2020. Akhirnya kita buat banyak karena gak bisa langsung terjual dari situlah kita frozen-in," kata dia.

Mendapat angin segar melalui penjualan makanan beku, usaha Santi dan tim di bawah bendera PT Meraki Cipta Rasa bisa bangkit kembali. Tak hanya itu, mereka bisa berinovasi dan memproduksi makanan lainnya, seperti sosis, abon ayam, somay, cilok, hingga aneka sambal.

"Hingga saat ini Meraki Cipta Rasa telah memproduksi 22 jenis makanan olahan yang dipoduksi secara bergantian setiap harinya, dengan omzet, rata-rata Rp30 Rp35 juta per bulan," kata Santi. 

Setelah menempuh dan memperkuat penjualan secara digital, Santi mengakui ada kenaikan hingga 60 persen. 

2. Santi berusaha menjaga kualitas dengan H2T

Penjualan Drop Saat Pandemik, UMKM Tangsel Ini Genjot Lewat DigitalIDN Times/Muhamad Iqbal

Setelah produk mendapat tempat di hati penggemarnya, Santi dan tim memutar otak lagi untuk mempertahankan kualitas produk. Utamanya, mempertahankan prinsip H2T atau Halal Healty Tasty.

"Halal karena kita tuh menjamin seluruh proses produksi kita tuh halal yah, bahkan ayam kita potong sendiri untuk memastikan itu dipotong sesuai syariat Islam," kata dia.

Untuk aspek Healty, Santi juga menjamin produk buatannya tanpa pengawet, pewarna buatan. "Dan kebanyakan produk kita tanpa MSG (penguat rasa/vetsin)," kata Santi.

Sementara dari aspek Tasty, Santi juga menjamin produk buatan perusahaannya enak karena bahan yang baik. "Misalnya sosisnya gitu ya, 70 persen daging ya," ungkapnya.

3. Pelaku UMKM terseok saat pandemik

Penjualan Drop Saat Pandemik, UMKM Tangsel Ini Genjot Lewat Digitalilustrasi pandemik (ANTARA FOTO/REUTERS/Eloisa Lopez)

Santi mengakui, usaha yang dia kelola tidak murni rintisannya. Dia masuk manajemen Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) ini pada 2020 di bawah bendera PT Meraki Cipta Rasa. 

Tahun itu, Santi memutuskan untuk berhenti bekerja dan bergabung dengan dua rekan yang sudah membuat olahan cireng ini dari 2009.

Ia masuk perusahaan ini kala usaha dua rekannya ini sedang tertatih dan hampir kolaps karena anjloknya penjualan di masa wabah. Pandemik memangkas penjualan usaha ini hingga 70 persen.

"Awalnya Meraki hanya memproduksi cireng. Setiap malam kami memproduksi 17.000 cireng, lalu paginya diambil oleh distributor untuk dijual ke sekolah-sekolah," jelasnya.

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya