Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi workaholic tetap happy (pexels.com/Felicity Tai)

Intinya sih...

  • Pencapaian menjadi pemicu rasa puas diri

    • Keberhasilan menyelesaikan tugas memberikan kepuasan pribadi dan memperkuat rasa percaya diri

  • Pencapaian kecil memberikan efek dopamin yang besar, merayakan progress tiap langkah terasa berarti

  • Para workaholic mengelola waktu bukan untuk beristirahat, tapi untuk mengoptimalkan energi

    • Mengatur energi dengan istirahat sebagai investasi untuk produktivitas berikutnya

  • Energi berasal dari kontrol terhadap rutinitas kerja sendiri, bukan melarikan diri dari kerja

Kata workaholic sering kali mendapat citra negatif. Banyak orang membayangkan seseorang yang tidak punya waktu untuk kehidupan sosial, tidak mengenal libur, dan hidupnya hanya seputar pekerjaan. Di sisi lain, ada sekelompok individu yang justru menemukan makna dan kepuasan dalam rutinitas kerja yang padat.

Bukan karena mereka terpaksa, tetapi karena mereka bisa mengubah tekanan menjadi tantangan, dan tugas menjadi pemicu semangat. Dalam dunia yang menuntut produktivitas tinggi, kemampuan untuk menemukan kebahagiaan dari pekerjaan bisa menjadi aset yang luar biasa.

Menjadi workaholic bukan berarti seseorang harus mengorbankan kebahagiaan pribadi. Justru, banyak workaholic yang merasa lebih hidup dan terpenuhi ketika mereka berada dalam mode kerja. Kuncinya bukan pada berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk bekerja, melainkan bagaimana cara seseorang melihat, merespons, dan mengelola tekanan kerja itu sendiri. Saat orang lain melihat beban, seorang workaholic bisa melihat peluang pertumbuhan. Saat orang lain merasa stres, mereka bisa merasa tertantang secara positif.

Di bawah ini, kamu akan diajak untuk melihat bagaimana para workaholic sejati bisa tetap bahagia meski berada di tengah riweuhnya dunia kerja yang melelahkan.

1. Pencapaian menjadi pemicu rasa puas diri

ilustrasi workaholic tetap happy (pexels.com/Jep Gambardella)

Bagi seorang workaholic, keberhasilan menyelesaikan tugas bukan hanya kewajiban, melainkan juga sumber kepuasan pribadi. Mereka tidak bekerja keras demi pengakuan semata, tetapi karena ada rasa puas tersendiri ketika satu per satu target berhasil dicapai. Momen ini menjadi semacam hadiah emosional yang memperkuat rasa percaya diri dan kebahagiaan batin mereka.

Pencapaian kecil sekalipun bisa memberikan efek dopamin yang besar. Saat to-do list mereka tercentang penuh, bukan hanya pekerjaan yang selesai, tetapi juga semangat dan kebanggaan yang bertambah. Mereka terbiasa merayakan progress, bukan hanya hasil akhir, sehingga tiap langkah terasa berarti. Ini membuat tekanan kerja terasa lebih seperti petualangan daripada beban.

2. Para workaholic mengelola waktu bukan untuk beristirahat, tapi untuk mengoptimalkan energi

ilustrasi workaholic tetap happy (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Para workaholic yang bahagia bukanlah mereka yang bekerja tanpa henti, melainkan mereka yang tahu kapan dan bagaimana mengatur energi. Mereka memahami bahwa waktu adalah alat, bukan jebakan. Maka, alih-alih menjadikan waktu luang sebagai alasan untuk bersantai total, mereka menggunakannya untuk recharge agar bisa kembali bekerja dengan semangat baru.

Bukannya melihat istirahat sebagai pelarian, mereka menganggapnya sebagai investasi untuk produktivitas berikutnya. Bahkan waktu senggang pun bisa diisi dengan hal-hal yang memperkaya diri, seperti membaca, belajar skill baru, atau mengevaluasi pekerjaan sebelumnya. Energi mereka bukan berasal dari melarikan diri dari kerja, tapi dari rasa kontrol terhadap rutinitas kerja itu sendiri.

3. Para workaholic menemukan makna dalam setiap tanggung jawab

ilustrasi workaholic tetap happy (pexels.com/Teona Swift)

Workaholic yang menikmati hidup biasanya tidak bekerja sekadar untuk gaji atau jabatan. Mereka mencari dan menemukan makna dari setiap tanggung jawab yang mereka emban. Ketika pekerjaan terasa relevan dengan nilai-nilai pribadi atau tujuan hidup mereka, maka tekanan tidak lagi menjadi musuh, melainkan bahan bakar motivasi.

Makna ini bisa ditemukan dalam hal-hal kecil, membantu tim mencapai tujuan, menyelesaikan proyek yang berdampak, atau bahkan sekadar menciptakan solusi untuk masalah rutin. Ketika ada rasa bahwa apa yang dilakukan punya nilai, maka energi untuk terus melangkah akan muncul dengan sendirinya. Mereka tidak perlu dipaksa untuk bekerja keras, karena dorongan itu sudah ada dari dalam diri.

4. Para workaholic menjadikan pekerjaan sebagai bentuk ekspresi diri

ilustrasi workaholic tetap happy (pexels.com/Felicity Tai)

Sebagian orang melihat pekerjaan sebagai kewajiban, tetapi bagi banyak workaholic, pekerjaan adalah panggung untuk mengekspresikan siapa diri mereka. Mereka mencurahkan kreativitas, ide, dan dedikasi ke dalam setiap proyek, sehingga pekerjaan itu terasa seperti karya seni pribadi. Ketika pekerjaan menjadi bagian dari identitas, maka beban kerja pun bisa terasa lebih ringan.

Dengan menjadikan pekerjaan sebagai medium ekspresi, mereka merasa terhubung secara emosional dengan apa yang mereka lakukan. Ada kebanggaan tersendiri saat melihat hasil kerja yang mencerminkan usaha dan gaya khas mereka. Ini yang membuat mereka sulit jauh dari pekerjaan, karena pekerjaan bukan hanya aktivitas luar, tapi juga cerminan dari jiwa mereka sendiri.

5. Para workaholic membangun hubungan profesional yang bermakna

ilustrasi workaholic tetap happy (pexels.com/Gary Barnes)

Workaholic yang bahagia tahu bahwa kerja tidak melulu soal tugas individual, tapi juga tentang kolaborasi dan relasi. Mereka memanfaatkan lingkungan kerja sebagai tempat untuk membangun koneksi yang positif, belajar dari orang lain, dan saling mendukung dalam satu visi. Kehadiran tim atau rekan kerja yang solid menambah nilai emosional dari aktivitas kerja sehari-hari.

Bahkan dalam tekanan tinggi, interaksi dengan orang-orang yang sefrekuensi bisa menjadi sumber semangat. Diskusi produktif, tawa ringan di sela kesibukan, atau rasa solidaritas saat lembur bersama menciptakan momen kebahagiaan tersendiri. Pekerjaan jadi bukan hanya tentang apa yang dikerjakan, tapi juga tentang siapa yang melakukannya bersamamu.

Menjadi seorang workaholic tidak selalu berarti hidup dalam ketegangan terus-menerus. Jika dijalani dengan kesadaran dan strategi yang tepat, kerja keras bisa bertransformasi menjadi gaya hidup yang memuaskan. Kuncinya ada pada cara memaknai pekerjaan, bagaimana mengelola energi, dan sejauh mana kamu mampu menjadikan rutinitas kerja sebagai ruang tumbuh, bukan jebakan.

Tekanan kerja tidak selalu harus dihindari. Kadang, dengan sudut pandang yang tepat, tekanan bisa membentuk karakter, melatih konsistensi, dan menjadi sumber kebahagiaan yang otentik. Para workaholic sejati memahami bahwa mereka tidak hidup untuk bekerja, tetapi mereka bekerja karena mereka hidup. Dan di situlah letak kekuatan mereka, menemukan kebahagiaan di tempat yang sering dianggap melelahkan oleh orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Topics

Editorial Team