Pada awalnya, kesenian Dzikir Saman tumbuh dan berkembang dibawa oleh para ulama ketika sedang menyebarkan agama Islam di Banten. Dalam perkembangannya, kesenian ini sudah banyak mengalami perubahan.
Salah satunya, muncul tarian dari penonton yang mengikuti irama vokal (beluk) musik kesenian ini. Perubahan pada tarian merupakan desakan dari penonton yang menghendaki tarian Saman lebih variatif. Sehingga sekarang gerakan dalam kesenian Dzikir Saman tidak hanya pada kaki melainkan ditambah dengan gerakan tangan.
Penamaan kesenian ini diambil dari kata “saman” yang berarti delapan.
Waditra atau alat bantu yang digunakan pada kesenian ini adalah berupa benda menyerupai kipas yang terbuat dari kulit kerbau berukuran 40X40 cm dengan tangkai pegangan dari rotan sepanjang 70 cm. Alat ini disebut “hihid”. Cara memainkan “hihid” dengan memukulkan secara berpasangan satu dengan yang lain, sehingga menghasilkan sebuah irama.