Mengenal Ngarak Pengantin Buaya Putih, Kesenian Tradisional Banten

Apa sih yang dimaksud dengan buaya putih?

Kebudayaan di sejumlah daerah di Indonesia, tak terlepas dari nuansa magis. Hal ini pun berlaku di Banten sebagai daerahnya jawara.

Praktek magis masih dianggap penting bagi masyarakat Banten, terutama yang tinggal di desa-desa, untuk memecahkan masalah praktis mereka dalam kehidupan sosial mereka.  Salah satu budaya yang kesohor dan terbungkus nuansa magis begitu kental adalah debus. 

Tapi, ada kesenian Banten yang seolah-olah bernuansa magis, padahal tidak sama sekali. Namanya ngarak pengantin buaya putih.

Tradisi ini bisa kamu jumpai di Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang.  Sesuai namanya, kesenian ini lekat dengan upacara pernikahan. Lantas seperti apa ngarak pengantin buaya putih ini? Simak nih penjelasannya.

Baca Juga: Tradisi Seba Baduy sebagai Bentuk Ungkapan Rasa Syukur

1. Mengapa disebut buaya putih?

Mengenal Ngarak Pengantin Buaya Putih, Kesenian Tradisional BantenIlustrasi buaya putih (Pixabay.com)

Saat kamu mendengar kata "buaya putih," mungkin bayanganmu ke sebuah mkhluk magis berbentuk buaya ya. Buaya putih memang sangat lekat dengan mitos yang beredar di masyarakat Indonesia yaitu tentang siluman buaya putih.

Namun, pelaksanaan kesenian buaya putih saat ini, tidak berkaitan mistis sama sekali loh. Buaya putih yang dimaksud dalam nama tradisi ini adalah sebuah media yang berisi barang-barang persembahan untuk mempelai wanita berbentuk buaya yang diwarnai dengan warna putih.

Ya, tradisi ini memang lekat dalam prosesi seserahan. 

2. Sejarah singkat si buaya putih di Serang

Mengenal Ngarak Pengantin Buaya Putih, Kesenian Tradisional BantenTradisi buaya putih di Banten (disbudpar.bantenprov.go.id)

Iring – iringan buaya putih ini dulunya bernama buaya mangap yang berarti buaya yang membuka mulutnya. Kesenian ini sudah ada sejak tahun 1990-an.

Sayangnya, seiring dengan perkembangan zaman, hiburan kesenian ini berubah dan berkembang, baik dari segi fungsi maupun cara penyajiannya.

3. Pembuat "buaya putih" gak boleh sembarang orang loh

Mengenal Ngarak Pengantin Buaya Putih, Kesenian Tradisional BantenIlustrasi batang bambu (Pixabay.com)

Untuk membuat buaya-buayaan ini, diperlukan beberapa buah bambu yang disusun hingga menjadi rangka badan seekor buaya. Kemudian, buaya setengah jadi akan dicat berwarna putih. Replika buaya ini dapat dibuat mencapai 30 meter dengan mulut menganga.

Tidak hanya mengusung replika buaya putih, para pria yang bertugas mengusung replika buaya putih tersebut harus mengangkat replika dengan menggerakkannya sesuai dengan alunan musik.

Hantaran dengan buaya putih ini biasanya diiringi dengan lantunan musik rebana atau yang lebih dikenal sebagai rudat. Para pemain musik biasanya mencapai 12 orang. 

Pembuatan replika buaya putih tidak dibuat oleh sembarang orang loh. Pembuatnya harus paham banget seluk-beluk pembuatan replika buaya, hingga fungsi setiap bagian rangka, makna, dan tentunya baik dari segi estetika.

4. Makna mendalam di balik si buaya putih

Mengenal Ngarak Pengantin Buaya Putih, Kesenian Tradisional BantenTradisi buaya putih di Banten (http://kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Dikutip dari Kebudayaan.kemdikbud.go.id, ada makna mendalam di balik tradisi buaya putih ini, terutama terkait pengantin. Buaya putih itu simbol, doa, dan harapan bagi pengantin dalam kehidupan masyarakat. 

Bambu melambangkan banyak manfaat yang perlu diteladani sehingga bermanfaat pula bagi orang lain. Badan buaya putih biasanya dihiasi dengan anyaman daun kelapa muda atau yang lebih dikenal janur.

Nah, janur-janur tersebut diikatkan ke badan buaya putih. Bagian ekor buaya Putih terbuat dari tangkai janur berikut daunnya yang masih segar berumbai.

Janur ini melambangkan harapan masa depan yang lebih baik.

Baca Juga: 8 Tips Wisata Budaya ke Pemukiman Baduy di Lebak

4. Perkembangan kesenian buaya putih

Mengenal Ngarak Pengantin Buaya Putih, Kesenian Tradisional BantenTradisi buaya putih di Banten (disbudpar.bantenprov.go.id)

Meskipun tradisi Buaya Putih sangat lekat dengan acara pernikahan, tradisi ini juga dilakukan di berbagai hal lainnya seperti hajatan dan acara pariwisata. 

Selain 4 orang yang mengusung replikasi buaya putih ini, terdapat be 4 orang lainnya yang bertugas membawa umbul – umbul pembatas barisan yang mana 2 orang bertugas memegang spanduk dan 2 orang lainnya bertugas menjaga barisan paling depan.

Selain itu, terdapat 1 orang yang bertugas menarik penonton dan 10 orang yang bertugas sebagai penari. Penari – penari ini disebut sebagai mojang desa.

Baca Juga: Temui Gubernur Banten, Raffi Ahmad Ingin Kelola BIS

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya