Sejarah Keraton Surosowan, Pusat Kesultanan Banten

Kunjungi Keraton Surosowan di kawasan Banten Lama

Saat mendengar nama Banten Lama, yang terlintas di kepala biasanya Masjid Agung Banten dengan menara putihnya yang ikonik. Padahal, di kawasan ini banyak tempat wisata edukasi yang bisa kamu datangi loh. 

Ya Masjid Agung bukan satu-satunya tempat menarik yang bisa kamu kunjungi di Banten Lama. Ada beberapa tempat lainnya yang memiliki cerita sejarah yang akan menambah pengetahuan kamu. 

Banten Lama pernah menjadi kota pelabuhan penting di ujung barat Pulau Jawa, sebuah kota kosmopolitan kuno, berkat perdagangan lada dan rempah-rempah lainnya. 

Sekitar abad ke-16, kota ini memiliki populasi sekitar 100.000 orang. Penduduknya tidak hanya berasal dari Banten dan daerah lain di Nusantara, tetapi juga dari belahan dunia lain, termasuk China, Timur Tengah, India, dan Eropa.

Berdirinya Kesultanan Banten tidak dapat dipisahkan dengan aliansi antara Kesultanan Cirebon dan Demak. 

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Banten Lama mengadopsi tata ruang kota-kota di Jawa. Istana, Masjidil Haram, dan alun-alun kota terletak di lokasi yang sama, dikelilingi oleh tembok yang tidak lagi berdiri. 

1. Keraton Surosowan menjadi pusat Kerajaan Banten

Sejarah Keraton Surosowan, Pusat Kesultanan BantenKeraton Surosowan (cagarbudaya.kemdikbud.go.id)

Keraton Surosowan dibangun pada abad ke-16, yakni antara tahun 1526-1570, saat Pemerintahan Sultan Banten yang pertama, yaitu Sultan Maulana Hasanudin, demikian dikutip dari situs cagarbudaya.kemdikbud.go.id.

Sejarah pembangunan keraton ini tidak lepas dari pemberian wilayah yang diserahkan oleh Sunan Gunung Jati kepada anaknya Sultan Maulana Hasanudin.

Keraton berbentuk benteng ini pun kemudian menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Banten, untuk beberapa waktu. 

2. Ada empat tahap pembangunan Keraton Surosowan

Sejarah Keraton Surosowan, Pusat Kesultanan BantenKeraton Surosowan (http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id)

Pembangunan Keraton Surosowan tidak sekaligus, melainkan dibagi menjadi empat tahap. Pada fase pembangun awal, dinding yang mengelilingi keraton lebarnya antara 100 meter sampai 125 meter. Dinding tersebut dibuat tanpa bastion dan dibangun dari susunan bata berukuran besar yang dicampur dengan tanah liat (lempung).

Pada masa pembangunan fase kedua, fokus pembangunan pada dinding bagian dalam dan bastion. Dinding bagian dalam berfungsi sebagai penahan tembakan. Antara fase pertama dan kedua telah terjadi perubahan fungsi dinding, yaitu dari yang berfungsi sebagai tembok keliling kemudian menjadi tembok pertahanan dengan unsur-unsur Eropa. Pada masa ini, Keraton Surosowan disebut sebagai Fort Diamant oleh pihak Belanda. 

Pembangunan fase ketiga adalah tahap pendirian ruang-ruang di sepanjang dinding utara, penambahan lantai untuk mencapai dinding penahan tembakan (parapet). Pada pembangunan fase keempat, dilakukan perubahan pada gerbang utara dan diperkirakan juga pada gerbang timur. 

3. Fungsi pendirian Keraton Surosowan

Sejarah Keraton Surosowan, Pusat Kesultanan BantenKeraton Surosowan (http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id)

Ada dua istana di Banten Lama yaitu Istana Kaibon dan Istana Surosowan. Istana Kaibon merupakan tempat tinggal ibu suri. Sedangkan Istana Surosowan merupakan tempat tinggal para sultan.

Sayangnya, saat ini pengunjung hanya bisa melihat puing-puing, sisa dari kedua keraton itu. Tidak jauh dari alun - alun kota terdapat Pelabuhan Karangantu yang dianggap penting bagi Kesultanan Banten. 

Baca Juga: Ada Makna Mendalam di Balik Nama Keraton Kaibon Banten

4. Sejarah penghancuran Keraton Surosowan

Kini tersisa puing-puing, Keraton Surosowan sempat menjadi sasaran penghancuran dari beberapa pihak, termasuk Belanda.

Kehancuran total yang pertama kali terjadi ketika “perang saudara” antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putra mahkota Sultan Haji yang dibantu oleh VOC pada tahun 1680. Akibat perang ini, Keraton Surosowan dibumihanguskan oleh Sultan Ageng Tirtayasa sebelum melanjutkan perlawanan dari Tirtayasa.

Setelah Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten yang merupakan pengganti ayahnya, ia meminta bantuan seorang arsitek Belanda, Hendrik Laurenzns Cardeel, untuk membangun kembali keratonnya. Cardeel meratakan dan kemudian membangun kembali keraton tersebut di atas puing-puing reruntuhan keraton.

 

Baca Juga: 8 Tips Berwisata ke Pemukiman Baduy di Lebak

5. Gempuran Belanda ke Keraton Surosowan

Kehancuran kedua terjadi pada tahun 1808, masih dikutip dari situs  cagarbudaya.kemdikbud.go.id. Pelakunya adalah Belanda.

Penghancuran Keraton Surosowan bermula ketika Komondeur Philip Pieter du Puy--yang merupakan utusan Gubernur Jenderal Herman William Daendels-- mendatangi keraton. Dia meminta kepada pihak Kesultanan Banten untuk melaksanakan sejumlah perintah Belanda, yaitu: 

- Sultan harus mengirimkan 1000 orang rakyat setiap hari untuk dipekerjakan di Ujung Kulon.
- Menyerahkan Patih Mangkubumi Wargadiraja ke Batavia
- Sultan supaya segera memindahkan keratonnya ke daerah Anyer, karena Surosowan akan dijadikan benteng Belanda

Namun, pihak Kesultanan Banten dengan tegas menolak dan membunuh Du Puy beserta pasukannya.

Usai mengetahui kematian Du Puy, Gubernur Jenderal Daendels langsung memerintahkankan pasukannya untuk menyerang dan menghancurkan Keraton/Benteng Surosowan yaitu tepatnya pada 21 November 1808.

6. Perbaikan dan peninggalan keraton di museum

Sejarah Keraton Surosowan, Pusat Kesultanan BantenKeraton Surosowan (http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id)

Pemerintah sudah beberapa kali memperbaiki Situs Cagar Budaya Keraton Surosowan. Terakhir pada tahun 1977/1978-1987/1988 dipugar oleh Proyek Sasana Budaya dan Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Banten.

Peninggalan dan artefak kuno yang digali dari masa kejayaan keraton dapat ditemukan di Museum Kepurbakalaan Banten Lama yang terletak tidak jauh dari Keraton Surosowan. Di depan museum, dekat masjid, kamu akan menemukan meriam (disebut Ki Amuk) dengan tulisan Islam. 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya