Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak (pexels.com/Kaboompics.com)

Intinya sih...

  • Anak yang sering mencari validasi dari orang lain cenderung sering mengajukan pertanyaan untuk memastikan tindakannya diapresiasi.
  • Kekecewaan berlebihan ketika tidak mendapat apresiasi atau pengakuan menunjukkan ketergantungan perasaan senang pada reaksi orang lain.
  • Perbandingan diri dengan teman sebayanya, menumbuhkan perasaan iri, tidak percaya diri, dan tekanan sosial yang tidak sehat.
  • Anak yang sering mencari validasi dari orang lain cenderung sering mengajukan pertanyaan untuk memastikan tindakannya diapresiasi.
  • Kekecewaan berlebihan ketika tidak mendapat apresiasi atau pengakuan menunjukkan ketergantungan perasaan senang pada reaksi orang lain.
  • Perbandingan diri dengan teman sebayanya, menumbuhkan perasaan iri, tidak percaya diri, dan tekanan sosial yang tidak sehat.

Tidak semua kebutuhan anak terlihat jelas di permukaan. Salah satunya adalah kebutuhan untuk diakui dan dihargai oleh lingkungan sekitar. Dalam banyak kasus, anak yang sering mencari validasi dari orang lain menunjukkan tanda-tanda yang halus namun konsisten.

Validasi merupakan bagian alami dari perkembangan anak, namun jika terlalu sering mengandalkan pengakuan eksternal, hal ini bisa mengganggu pembentukan rasa percaya diri dan kemandirian emosionalnya.

Berikut adalah lima tanda yang bisa menunjukkan bahwa seorang anak sedang berusaha mendapatkan validasi dari orang lain.

1. Anak sering bertanya "bagus nggak?" atau "aku hebat, kan?"

ilustrasi anak (pexels.com/Ron Lach)

Anak yang ingin divalidasi cenderung sering mengajukan pertanyaan untuk memastikan bahwa tindakannya diterima dan diapresiasi. Ungkapan seperti “Aku bagus nggak?” atau “Keren, kan?” muncul bukan hanya sesekali, tetapi hampir setiap selesai melakukan sesuatu.

Hal ini menunjukkan bahwa pujian dari luar menjadi penentu utama rasa puas mereka terhadap diri sendiri. Ketika tidak ada tanggapan atau pujian yang mereka harapkan, anak bisa menjadi kecewa atau merasa kurang berharga.

2. Anak mudah kecewa jika tidak mendapatkan pujian

ilustrasi anak (pexels.com/RDNE Stock project)

Kekecewaan yang berlebihan ketika tidak mendapatkan apresiasi atau pengakuan merupakan salah satu tanda bahwa anak menggantungkan perasaan senangnya pada reaksi orang lain. Meskipun sudah melakukan sesuatu dengan baik, anak bisa merasa tidak cukup jika tidak ada yang memuji atau memberi komentar positif.

Perasaan ini bisa muncul dalam bentuk murung, marah, atau enggan mencoba lagi. Dalam jangka panjang, ini bisa membuat anak merasa bahwa keberhasilannya hanya berarti jika mendapat respons dari luar.

3. Anak selalu membandingkan diri dengan teman

ilustrasi anak (pexels.com/Gustavo Fring)

Anak yang sering membandingkan dirinya dengan teman sebayanya, siapa yang lebih pintar, lebih disukai, atau lebih banyak dipuji, mungkin sedang mencari validasi lewat persaingan. Mereka ingin menjadi yang terbaik agar bisa mendapat pengakuan lebih.

Terlalu sering membandingkan diri bisa menumbuhkan perasaan iri, tidak percaya diri, bahkan tekanan sosial yang tidak sehat sejak dini. Jika dibiarkan, anak bisa tumbuh dengan kecemasan tinggi terkait citra dirinya.

4. Anak cenderung meniru gaya atau perilaku orang lain

ilustrasi anak (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Keinginan untuk mendapatkan validasi bisa membuat anak kehilangan keaslian dirinya. Mereka cenderung meniru apa yang dilakukan orang lain yang dianggap berhasil mendapatkan pujian atau popularitas.

Meniru bukan karena kekaguman atau ketertarikan alami, melainkan agar bisa mendapatkan penerimaan yang sama. Akibatnya, anak kesulitan menemukan identitas dirinya sendiri karena terlalu sibuk menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan.

5. Anak sulit menerima kritik sekecil apa pun

ilustrasi anak (pexels.com/Thirdman)

Anak yang sangat butuh validasi biasanya merasa tidak nyaman saat menerima kritik, bahkan yang disampaikan secara lembut. Kritik bisa dianggap sebagai tanda bahwa dirinya tidak cukup baik atau gagal dalam memenuhi ekspektasi.

Hal ini bisa memicu rasa sedih berlebihan, merasa tidak mampu, hingga keinginan untuk berhenti mencoba. Respons semacam ini menunjukkan bahwa penghargaan diri anak masih sangat bergantung pada penerimaan dan penilaian dari luar.

Mengenali tanda-tanda bahwa anak sedang mencari validasi dari luar sangat penting untuk membantu mereka tumbuh menjadi pribadi yang kuat secara emosional. Dorongan untuk dihargai memang wajar, namun jika tidak diimbangi dengan penguatan dari dalam diri, anak bisa tumbuh dengan rasa percaya diri yang rapuh.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team