Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Band Sukatani (Instagram.com/dugtrax)
Band Sukatani (Instagram.com/dugtrax)

Tangerang, IDN Times - Beberapa hari terakhir, publik Indonesia dihebohkan dengan peristiwa pembredelan lagu dari band Sukatani. Melalui lirik bernada kritik sosial, duo musisi beraliran underground subgenre punk semakin terkenal akibat pembredelan bermodus dugaan intimidasi itu. Dan semakin populer pula aliran musik underground ini.

Lalu apa itu musik underground? dilansir dari suaramahasiswa.com, musik underground merupakan salah satu aliran musik yang berkembang di luar arus utama atau mainstream.

Meskipun tidak selalu mendapatkan sorotan besar dari industri musik komersial, genre ini memiliki basis penggemar yang loyal dan tetap eksis di tengah perubahan zaman.

1. Karakteristik musik underground

Band Sukatani dalam salah satu penampilannya yang justru sebagai musik konstruktif dan edukatif. (IDN Times/Foto : Humas UIN Saizu)

Musik underground sering kali dikaitkan dengan kebebasan berekspresi dan kritik sosial. Genre ini mencakup berbagai subgenre seperti punk, metal, rock, dan hardcore yang umumnya memiliki nuansa musik keras dengan penggunaan drum cepat dan distorsi gitar yang dominan.

Tidak hanya sebatas gaya bermusik, underground juga merupakan sebuah gerakan budaya yang menolak komersialisasi dan tetap mempertahankan orisinalitas dalam berkarya.

Selain itu, lirik dalam musik underground kerap mengangkat isu-isu sosial, politik, dan ekonomi yang jarang dibahas dalam musik arus utama. Hal ini menjadikan musik underground sebagai wadah bagi mereka yang ingin menyuarakan opini dan perlawanan terhadap ketidakadilan.

2. Sejarah dan perkembangan musik punk

Band Sukatani (Instagram.com/dugtrax)

Dikutip dari penelitian Daniar Wikan Setyanto dari Universitas Dian Nuswantoro Semarang yang berjudul "Makna dan Ideologi Punk" pada tahun 2015, dijelaskan bahwa Punk pertama kali muncul di Inggris pada tahun 1960-an sebagai bentuk pemberontakan di bidang musik. Saat itu, industri musik didominasi oleh aliran rock dengan teknik bermain yang kompleks dan lirik melankolis. Punk hadir sebagai antitesis dari kemapanan musik dengan karakteristik distorsi gitar yang tajam, beat drum cepat, serta lirik yang lugas dan penuh protes.

Kelompok punk awalnya terdiri dari musisi yang tidak memiliki keterampilan musik tinggi, namun tetap ingin mengekspresikan diri melalui musik. Ciri khas punk adalah kesederhanaan dalam permainan musik serta aksi panggung yang energik dan terkadang anarkis. Selain itu, punk juga memperkenalkan budaya “moshing,” di mana penonton saling berbenturan dalam konser.

Seiring waktu, punk berkembang menjadi lebih dari sekadar genre musik. Punk berubah menjadi subkultur yang menentang sistem sosial, politik, dan ekonomi yang dianggap menindas. Dengan slogan “Do It Yourself” (DIY), punk mendorong anggotanya untuk mandiri, baik dalam menciptakan musik, fashion, maupun gerakan sosial.

Fashion punk menjadi simbol perlawanan terhadap kemapanan. Gaya rambut mohawk, pakaian robek, sepatu boots, serta aksesori seperti rantai dan piercing bukan hanya sekadar tampilan, tetapi memiliki makna perlawanan terhadap struktur sosial yang ada.

Inti ideologi punk adalah anti-kemapanan dan penolakan terhadap otoritas. Gerakan ini sering kali dikaitkan dengan anarkisme, vandalisme, dan perlawanan terhadap pemerintah serta institusi sosial yang dianggap menindas. Namun, di sisi lain, punk juga menanamkan nilai-nilai kemandirian, kreativitas, serta solidaritas di antara anggotanya.

Di Inggris pada tahun 1970-an, kondisi sosial yang penuh dengan kemiskinan dan pengangguran membuat punk semakin berkembang sebagai gerakan perlawanan. Para punker sering kali turun ke jalan untuk berdemonstrasi, mengkritik pemerintah, atau bahkan melakukan aksi vandalisme sebagai bentuk ekspresi ketidakpuasan.

Punk mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1990-an, terutama di kota Bandung yang merupakan pusat tren fashion. Para remaja mulai mengadaptasi gaya punk, baik sebagai bagian dari musik maupun sekadar tren fashion. Band-band punk internasional seperti Sex Pistols dan Rancid menjadi inspirasi bagi musisi dan komunitas punk di Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, punk di Indonesia berkembang menjadi dua kelompok besar: mereka yang benar-benar menganut ideologi punk dan hidup di jalanan (street punk), serta mereka yang hanya mengadaptasi gaya punk tanpa memahami ideologinya (fashion punk).

3. Tetap eksis di tengah arus utama

Antusiasme penggemar menonton penampilan ‘Heavy Rotation’ dari JKT48 di pertunjukan musik kolaborasi Chatime ‘SikAsik’ di Living World Alam Sutra, Tangerang (dok. IDN Times/Tisa Ajeng)

Meskipun masih sering disalahpahami sebagai musik “keras” yang identik dengan kekerasan atau pemberontakan, musik underground tetap memiliki tempat di hati para penggemarnya. Genre ini terus berkembang dengan berbagai inovasi tanpa harus mengorbankan nilai-nilai independensi yang menjadi ciri khasnya.

Dengan semakin mudahnya akses terhadap musik digital, masa depan musik underground tampaknya semakin cerah. Para musisi dan komunitas underground dapat terus berkarya dan menyebarkan pesan mereka tanpa harus bergantung pada industri musik besar.

Editorial Team