Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Gedung BPK RI. (IDN Times/Rochmanudin)
Gedung BPK RI. (IDN Times/Rochmanudin)

Intinya sih...

  • Pustu adalah fasilitas kesehatan vital di daerah terpencil

  • Pemkab Lebak harus membuka siapa yang bertanggungjawab atas persoalan ini

  • Jangan biarkan temuan BPK hanya berakhir sebagai catatan dalam laporan tahunan tanpa tindak lanjut nyata

Lebak, IDN Times - Lembaga Research Public Policy & Human Rights (Rights) menyebut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pembangunan dua Puskesmas Pembantu (Pustu) di Kabupaten Lebak cerminan dari bobroknya sistem pengawasan, lemahnya komitmen terhadap mutu layanan publik, dan kemungkinan adanya kompromi antara pelaksana proyek dengan pihak pengawas teknis di Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak.

Peneliti Rights, Septian Hadi mengungkapkan, Pustu adalah fasilitas layanan kesehatan tingkat pertama, yang perannya sangat vital bagi masyarakat di daerah terpencil. Ketika bangunan yang seharusnya kokoh dan memenuhi standar justru dibangun secara asal-asalan dengan atap, plafon, dinding, instalasi listrik, sanitasi, hingga struktur beton yang tak sesuai spesifikasi maka ini adalah bentuk nyata dari pengkhianatan terhadap hak-hak dasar warga negara.

"Uang rakyat digunakan, proyek dibayar lunas, tetapi kualitas bangunannya tak memenuhi kontrak. Ini bukan sekadar persoalan administrasi ini adalah bentuk kegagalan struktural dalam menjamin hak atas kesehatan dan pelayanan publik yang layak," kata Septian, Rabu (9/7/2025).

1. Pustu itu fasilitas kesehatan pertama masyarakat di daerah terpencil

ilustrasi tenaga medis yang sedang menggunakan sarung tangan berbahan lateks (pexels.com/Gustavo Fring)

Septian mengatakan, pihaknya bukan membicarakan kesalahan kecil, tapi konsekuensi dari sebuah sistem yang longgar terhadap pertanggungjawaban. Sebab, persoalan nyatanya adalah gedung sudah diserahterimakan, anggaran sudah dicairkan, namun output-nya tidak sesuai spesifikasi kontrak kerja.

"Apa artinya serah terima jika hasilnya tak bisa menjamin keamanan dan kenyamanan warga yang akan berobat? Lantas, siapa yang bertanggung jawab?" kata Septian.

"Apakah ini hanya akan berhenti pada pengembalian kelebihan bayar semata, tanpa ada konsekuensi hukum dan sanksi terhadap penyedia jasa dan pejabat terkait?" sambungnya.

2. Pemkab Lebak harus buka siapa yang bertanggungjawab atas persoalan ini

ilustrasi rupiah (vecteezy.com/Onyengradar)

Menurut Septian, Pemerintah Kabupaten Lebak tidak bisa hanya berlindung di balik kata kesalahan administratif atau kelalaian teknis. Mereka wajib menjelaskan ke publik, siapa yang mengawasi proyek ini, siapa yang menandatangani berita acara pekerjaan 100 persen, dan bagaimana kualitas pekerjaan bisa meloloskan proses pembayaran penuh.

"Bila tidak ada langkah tegas baik pemutusan kontrak kerja sama dengan rekanan nakal, blacklist perusahaan yang lalai, atau bahkan proses hukum maka publik akan terus dirugikan dan siklus korupsi gaya baru melalui proyek fiktif atau asal jadi akan terus terjadi," kata dia.

3. Jangan sampai kasus ini cuma berakhir hanya jadi temuan BPK, tapi tidak ditindaklanjuti secara hukum

seseorang memegang beberapa lembar uang rupiah (https://unsplash.com/@black0ut)

Pihaknya, lanjut Septian, mendesak agar Inspektorat Daerah, Kejaksaan Negeri Lebak, dan lembaga antikorupsi turut memantau kasus ini. Jangan biarkan temuan BPK hanya berakhir sebagai catatan dalam laporan tahunan tanpa tindak lanjut nyata.

"Pelayanan kesehatan bukan komoditas proyek. Ini adalah hak rakyat yang tidak boleh dikompromikan demi keuntungan segelintir pihak. Jika sistem pengawasan dibiarkan lemah, maka kita sedang mewariskan ketidakadilan struktural kepada generasi yang akan datang. Ini bukan hanya masalah teknis ini adalah masalah etika, moral, dan tanggung jawab publik yang gagal dijalankan," ungkapnya.

Sementara itu, IDN Times sudah berupaya melakukan konfirmasi persoalan tersebut kepada Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Lebak, Endang Komarudin. Namun hingga kini, yang bersangkutan belum dapat dikonfirmasi.

Editorial Team