Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi restoran (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Serang, IDN Times - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Banten mencatat 50 persen dari ribuan restoran yang berdiri di Banten kini sudah tutup. Mereka tak melanjutkan usahanya karena terdampak pandemi COVID-19.

Ketua PHRI Provinsi Banten Ahmad Sari Alam mengatakan, penderitaan yang dirasakan para pengelola hotel dan restoran di Banten, khususnya di kawasan wisata pantai sudah terasa sejak 2019. Saat itu, hunian hotel an restoran turun drastis sebagai dampak tsunami Selat Sunda pada akhir Desember 2018.

“Anyer, Carita itu sebelumnya sudah kena tsunami tapi enggak maksimal (pemulihannya), setelah itu kena COVID-19, banyak yang menderita,” kata Sari Alam saat dikonfirmasi, Selasa (10/8/2021).

1. Sekitar 50 persen restoran di Banten tutup

IDN Times/Gregorius Aryodamar P

Dia menyampaikan, selain hotel, restoran pun menerima dampak yang luar biasa. Dampak kian terasa setelah sebulan ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat dan level. Hingga kemarin, tercatat sudah ada 50 persen dari ribuan restoran di Banten sudah menutup tempat usahanya.

“Satu contoh saya, punya restoran di Cilegon, dua-duanya tutup kok. Persentase lebih dari 50 persen dari restoran sudah close dari ribuan. Yang banyak di Tangerang Raya. (Yang masih buka) satu atau dua (pesanan) take away (bawa pulang) saja sudah bagus,” katanya.

2. Pengelola hotel dan restoran menderita

Ilustrasi hotel (istimewa)

Lebih lanjut Sari Alam mengungkap, pengelola hotel dan restoran tak bisa berbuat banyak karena kondisi saat ini merupakan faktor bencana nonalam yang berdampak luas. 

“Kita menderita, kita bersabar. Kalau kita melihat dari kondisi, mudah-mudahan dengan adanya vaksinasi dipercepat menjadikan kondisi yang lebih baik," katanya.

3. Hotel pun sepi pengunjung

ilustrasi kamar hotel (Instagram/@artotelgajahmadasemarang).

Sari Alam mengaku, kondisi serupa juga dialami hotel yang dengan adanya pembatasan mobilitas masyarakat membuat tingkat hunian menjadi sepi. Meski demikian, beberapa hotel masih bisa bertahan karena menjadi tempat isolasi warga yang baru tiba dari luar negeri.

“Itu (hotel jadi tempat isolasi) masih oke. Yang lain juga sudah susah, kasihan benar, saya juga prihatin. Jadi sudah jelas bahwa hal-hal yang menyangkut jasa, pariwisata khususnya dari pada makanan itu terpuruk,” tuturnya.

Editorial Team