Serang, IDN Times - Dengan raut sendu, ibu muda itu memandangi buah hatinya, Arum, yang tampak kurus. Ingatan perempuan 25 tahun itu kemudian kembali tiga bulan lalu, saat Arum divonis stunting.
Berat badan Arum (bukan nama sebenarnya) mulai terlihat bermasalah ketika menginjak usia 1 tahun. Selain itu, Arum pun sakit-sakitan. "Berat badan tiap bulan turun aja. Batuk pilek gak mau berhenti," kata ibu berinisial Ne itu kepada IDN Times, Jumat (19/8/2022).
Ne tak bisa menyembunyikan rasa khawatir dan paniknya, saat itu. Ibu anak dua itu kemudian membawa Arum ke posyandu dan menjelaskan kondisi anaknya kepada petugas. Ne tidak punya banyak pilihan karena kondisi perekonomian keluarganya.
Kala itu, hasil pemeriksaan dokter gizi diketahui bahwa napas Arum gak stabil. Tak hanya itu, Arum pun nampak lesu. "Lemes aja. Seminggu bulak-balik terus puskesmas, kemudian dirontgen," jelas Ne.
Diagnosa awal, Arum terkena sakit paru-paru atau tuberkulosis. Namun, dari pemeriksaan lanjutan, dokter kemudian memvonis, Arum stunting!
Salah satu indikasinya adalah berat badan Arum yang hanya 5 kilogram (kg). Padahal, untuk anak perempuan sesuainya, Arum seharusnya memiliki bobot setidaknya 8 kg lebih.
Tak hanya soal bobot Arum yang membuat Ne khawatir. Dia mengungkap, kemampuan motorik anak ketiganya itu pun minim. Arum bahkan tidak bisa duduk tanpa bantuan orang lain.
"Seumur kaya dia harusnya sudah bisa merangkak, ini mah gak bisa apa-apa. Kalau udah duduk-duduk, duduk aja. Kalau udah tidur, tidur aja, gak bisa ngapa-ngapain," katanya.
Keresahan serupa juga terbersit dari benak ibu lain yang juga memiliki anak stunting. Di Kecamatan Medan Belawan, Sumatra Utara, Kemala tinggal bersama tujuh anaknya. Wanita 39 tahun itu harus merawat dua anaknya yang stunting.
Salah satunya adalah Viki, berusia hampir tiga tahun. Jika teman sebayanya sudah memiliki tinggi hingga 92,5 centimeter (cm), Viki hanya 50 cm saja. Menurut Kemala, sebetulnya, abang dan kakak Viki pun memiliki tubuh cenderung kecil, dibanding teman sebayanya.
Kedua ibu dari Pandeglang dan Medan itu memiliki kesamaan: mereka tak bisa berbuat banyak untuk mengatasi persoalan gizi anak mereka karena kemiskinan yang melilit.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, Banten dan Sumatra Utara masuk dalam lima provinsi dengan jumlah tertinggi balita stunting.
Kisah orangtua lainnya yang berjibaku dengan anak stunting adalah April. Ibu 27 tahun ini tinggal kota besar di Jawa Timur, Surabaya.
Cerita bermula saat sang anak yang kala itu berumur 1 tahun divonis menderita tuberkulosis. Penyakit yang menyerang paru-paru ini membuat napsu makan sang buah hati menurun. Bobotnya pun perlahan susut.
Sang anak bisa sembuh dari tuberkulosis setahun kemudian, setelah menjalani pengobatan rutin. Sayangnya, anak April sudah kadung sulit makan. "Jadi badannya kurus, pertumbuhannya lambat," ujar April, kepada IDN Times, Sabtu (20/8/2022).
April mengungkap, anaknya baru bisa jalan di 2,5 tahun sehingga terbilang lambat. "Sampai sekarang masih harus terapi bicara," kata April.
Kini di usia 4,5 tahun, anaknya hanya memiliki berat sekitar 12 kilogram. Padahal, berat usia untuk usia tersebut adalah 16 hingga 17 kilogram.
Segala cara sudah dilakukan April untuk mengatrol timbangan sang anak, mulai dari pemberian makanan bergizi hingga susu formula. "Sudah saya kasih makanan yang dia suka, ya tetap tidak mau. Kita dapat bantuan susu formula dari pemerintah datangnya tidak pasti," sebut April.
Kini, sembari terus merapal doa, April berharap ada jalan keluar lain agar sang anak bisa terbebas dari stunting dan bisa tumbuh layaknya anak-anak lain.