TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[Wansus] Andra Soni: Dekat Jakarta, Banten Masih Tertinggal

Andra Soni, bakal calon Gubernur Banten

IDN Times/Besse

Serang, IDN Times - Ketua DPRD Banten, Andra Soni menjadi salah satu sosok yang digadang maju sebagai calon Gubernur Banten pada Pilkada Serentak November 2024. Berpasangan dengan mantan Bupati Pandeglang, Dimyati Natakusumah, Andra Soni telah mendapat dukungan dari sebanyak 10 partai yang tergabung dalam Koalisi Banten Maju di Pilgub Banten 2024.

Politisi Gerindra yang kini masih menjabat sebagai Ketua DPRD Banten ini mendapat dukungan dari Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Demokrat, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Garuda, dan Prima.

IDN Times berkesempatan secara ekslusif mewawancarai pria kelahiran Payakumbuh, 12 Agustus 1976 ini. Berikut wawancaranya.

Bisa dijelaskan profil, pendidikan dan karier politik Bang Andra?

Saya lahir tuh persis tanggalnya 12 Agustus, tanggal kelahiran yang sama dengan tanggal kelahiran Bung Hatta, ya kebetulan ya tanggalnya sama dan kemudian hari ini umur saya 48 tahun.

Saya lahir di sebuah desa kecil jauh sana di Sumatra. Waktu saya lahir pencatatan sipil belum sebaik sekarang jadi enggak tercatat dengan Baiklah ya kemudian saya sekolah pindah-pindah. SD pertama kali saya sekolahnya itu di Malaysia, tapi bukan sebagai anak diplomat, tapi saya ikut keluarga ikut orangtua saya sebagai TKI ilegal.

Kemudian SD lanjutnya kelas 6 tuh saya pindah lagi ke Jakarta. Nah tinggal di Jakarta sebentar kemudian pindah ke Ciledug, Tangerang lalu SMP saya masih tinggal di Tangerang sampai kelas 2 SMP saya ikut keluarga angkat saya dan saya lanjut SMP di Jakarta.

Saya SMA pertama di kelas 1 tuh, saya keterima di negeri di daerah Jakarta Selatan tapi kelas dua saya dipindahin ke Yogjakarta dan kemudian kelas 3 saya lulus SMA di Bandung.

Saya enggak langsung kuliah. Saya kerja dulu karena waktu itu orangtua angkat saya meninggal. Saya kuliah kuliah itu setelah 1 tahun lulus SMA.

Saya kerja itu di buruh bangunan sebentar, terus kemudian saya punya uang sedikit, saya daftar kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bakti Pembangunan namanya, di daerah Ciledug Raya.

Saya hanya ikut kuliah D3, tapi proses kuliah saya itu memerlukan waktu lima tahun karena saya sambil kerja dan saya ada di masa krisis krisis moneter tahun 1996 sampai dengan 1998.

Nah saya lulus kuliah itu diploma 3 itu tahun 2001. Hari ini saya telah menyelesaikan magister saya di bidang MAP, yaitu Ilmu Administrasi Publik, saya lanjut kuliah itu setelah 21 tahun setelah 21 tahun pas sudah jadi Ketua DPRD (Banten), kuliah lagi kuliah lagi pas saya kuliah lagi.

Saat saya mulai kuliah tahun 2020 itu, saat saya masuk kelas (di kampus) saya sempat dikira dosen (padahal) saya mahasiswanya. Sarjana saya, jadi dari D3. S1 dan kebetulan sama-sama STIE, cuma kali ini STIE Banten. Di STIE Banten ini saya mengambil jurusan manajemen perusahaan, maka gelar pendidikan saya SM atau sarjana manajemen.

Waktu itu saya langsung lanjut kuliah kuliah lagi. S2 saya lanjut langsung di Untirta atau Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan selesai pada tahun 2023. Nah saya coba mendaftar untuk doktoral, tapi ya karena berhubung sedang melaksanakan tugas sebagai calon gubernur rupanya waktunya enggak dapatlah, jadi saya menunda dulu.

Saya saat mengambil D3 itu, saya sambil bekerja sebagai tukang ngantar surat. Saya lulus D3 tahun 2001 setelah mendapat gelar diploma 3 saya diangkat jadi manajer. Tapi saya sebelumnya berkarier jadi tukang antar surat, saya jadi sales kemudian saya jadi marketing lalu jadi marketing manager waktu saya lulus D3.

Tahun 2003 ada ketidakcocokan saya dengan pimpinan saya mengenai alur kerja, kemudian saya berhenti. Nah saya kerja lagi di perusahaan lain selama satu tahun, di bidang ekspedisi juga, di bandara Soekarno-Hatta, jadi saya di lapangan lah gitu.

Baca Juga: Profil Andra Soni, Cagub di Pilkada Banten

Calon Gubernur Banten, Andra Soni mengunjungi kantor IDN Times, Jakarta pada Selasa (13/8/2024). (IDN Times/Jihan A'liifah)

Tahun 2005, saya mulai usaha sendiri, bikin usaha di bidang yang sama, yakni ekspedisi berdasar pengalaman saya mengantar paket. Saya bikin perusahaan namanya Antaran Sukses.  Itu inisial nama saya sebenarnya AS atau Andra Soni.

Tahun 2009, ini lagi ramai waktu itu Partai Gerindra baru berdiri, saya mendaftar melalui online, tapi saya enggak ditindaklanjuti. Terus saya fokus kerja, fokus usaha.

Lalu pada tahun 2013 ada lagi interaksi dengan Gerindra. Nah ujung-ujungnya saya nyaleg, kurang lebih gitu nyaleg di tingkat provinsi, melalui Partai Gerindra di tahun 2014, sebagai calon provinsi di dapil Kota Tangerang B.

Nah di pemilu 2014 itu Alhamdulillah saya terpilih langsung tuh. Mungkin karena saya punya pengalaman sales tadi, ya harus keliling door to door segala macam sudah biasa ilmu mengantarkan pesan.

Lalu tahun 2019 terpilih lagi langsung menjadi ketua DPRD, itu kan bukan jabatan yang main-main. kalau tingkat provinsi, hampir miriplah dengan gubernur gitu ya.

Kemudian saya terpilih lagi di 2024 terpilih lagi. Terkait maju di Pemilihan Gubernur Banten, selain perintah partai, tentunya ada dorongan secara pribadi ingin berbuat lebih banyak.

Saat menjabat Ketua DPRD Banten, saya banyak belajar dan kemudian banyak melihat juga bahwa ada hal-hal yang harus dilakukan percepatan di wilayah Banten, tapi memang kedudukan kami hanya dibatasi.

Nah mengenai pilkada, pimpinan kami di dewan pimpinan pusat memberikan arahan bahwa untuk Pilkada tahun 2024 dalam rangka bagaimana kami bisa men-support pemerintahan pusat ke depan, calon-calon atau kader-kader terbaik dari partai Gerindra harus bersedia dan harus siap untuk dicalonkan sebagai calon kepala daerah.

Karena saya ketua DPD, saya direncanakan untuk maju sebagai calon kepala daerah atau sebagai calon kepala daerah di Provinsi Banten. Setelahnya lalu komunikasi-komunikasi kami bangun. Awalnya, ya kalau tidak jadi jadi gubernur, ya jadi wakil gubernur gitu ya.

Nah kemudian dalam rangka memantaskan diri, ya saya mencoba untuk berkomunikasi membangun komunikasi dengan masyarakat melalui pertemuan-pertemuan komunikasi dengan struktural dan juga memasang gambar-gambar lah gitu kurang lebih.

Nah kemudian dalam perjalanannya, akhirnya komunikasi yang kami bangun dengan beberapa partai--yang awalnya itu tidak ketemu--kemudian kami membangun komunikasi dengan partai-partai lain akhirnya muncullah pasangan Andra Soni-Dimyati Natakusumah.

Saya melihat bahwa kalau mau berkontribusi lebih banyak itu adalah di eksekutif, karena eksekutif itu, selain sebagai yang bisa mengeksekusi, sebagai kepala daerah itu punya peran lebih untuk bisa melakukan percepatan. Iya karena dia adalah pengguna aggaran ya kemudian dia juga punya tim yang lebih lengkap ya karena ada SKPD atau OPD.

Ya organisasi perangkat daerah yang memang terdiri dari orang-orang yang pendidikannya memang spesialis di bidang pemerintahan gitu dan punya pengalaman kerja juga di pengalaman yang panjang di pemerintahan sehingga seorang gubernur itu bisa menjadi semacam pimpinan-pimpinan yang yang bisa membuat kebijakan, yang kemudian bisa dijalankan untuk kemanfaatan masyarakat. 

Nah saya melihatnya itu kalau secara pribadi ya. Kenapa saya melihat itu, karena melihat Provinsi Banten yang hari ini kan paling dekat nih dengan Jakarta, tapi justru kondisi Banten masih tertinggal.

Orang hanya melihat Banten itu hanya sekitaran Tangerang, padahal Banten itu sampai Ke Ujung Kulon, Bayah ya berbatasan dengan Sukabumi, Malimping berbatasan dengan laut lepas laut Samudera kan dan kemudian juga kita ini di batas laut lepasnya itu kita berbatasan dengan Australia, Christmas Island.

Baca Juga: Duet dengan Andra Soni, Dimyati: Bakal Diusung Koalisi Besar

Jumlah pengangguran di Banten berdasarkan data BPS mencapai 425.000, belum adanya konektivitas transportasi publik, dan disparitas antara wilayah utara dan selatan Banten masih sangat nyata. Apa hal konkret yang Bang Andra lakukan jika terpilih sebagai Gubernur Banten?

Ya inilah yang saya lihat, yang membuat saya ingin maju sebagai gubernur. Saya merasa ini harus diselesaikan. 

Melihat Banten itu harus utuh, enggak boleh melihat Banten itu hanya satu dua kota. Banten itu ada empat kabupaten, empat kota, luas Banten itu secara keseluruhan itu 9.000 km persegi (km2) lebih, Tangerang Selatan itu cuma 147 km2, kota Tangerang itu hanya 167 km2, kemudian Kabupaten Tangerang itu hanya 1.000 km2 lebih. Selebihnya itu ya paling besar itu adalah di Lebak dan Pandeglang.

Nah dari delapan kabupaten dan kota ini yang paling tertinggal itu Lebak. Pernah lihat gambar jembatan gantung, orang mau nyebrang, mau sekolah, anak-anak mesti bertaruh nyawa dan sebagainya? Itu masih ada.

Ada orang hamil ditandu. Itu saya bilang, jangankan kita bicara tentang intermoda tapi kita bicara konektivitas antar desa aja enggak tersambung. Karena apa? Pertama dari pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang ini rendah sekali.

Kabupaten Lebak PAD nya Rp450 miliar, Rp150 miliarnya bersumber dari rumah sakit sedangkan yang bersumber dari rumah sakit, enggak boleh digunakan untuk yang lain dia harus digunakan untuk kebutuhan rumah sakit.

Kenapa pendapatan asli daerahnya kecil? Karena memang sumber penghasilannya salah satunya adalah dari pajak bumi dan bangunan. Nah pajak bumi dan bangunan di Lebak itu ya berbeda dengan Tangsel.

Pertama rumah di Lebak itu jauh-jauh jaraknya bahkan satu rumah ke rumah yang berikutnya bisa satu km jaraknya. Kemudian kondisi jalannya juga belum baik, karena keterbatasan anggaran tadi, sedangkan di daerah Tangerang Selatan itu di wilayah yang dibangun oleh pengembang-pengembang besar dan otomatis mereka terkoneksi gitu loh otomatis.

Begitu juga Kota Tangerang yang diawali adalah sebagai kawasan industri dan kemudian bercampur dengan kawasan perumahan. Nah sehingga saya melihatnya, 'oh ini harus ada percepatan,' padahal sejarah Banten, khususnya Lebak itu luar biasa. 

Kenapa saya bilang luar biasa? Kalau sejarah penderitaannya di sanalah. Iya sejarah penderitaannya di Bayah itu. Di Rangkasbitung lahir yang namanya politik etis, yang disampaikan oleh Multatuli melalui Marx Havellar, dimana waktu itu orang-orang Belanda orang-orang Eropa, dengan santainya minum kopi minum teh yang bersumber dari negara-negara yang dijajah. Mereka enggak tahu bahwa untuk minum teh tersebut diaduk pakai kayu manis dan sebagainya Itu akibat tanam paksa.

Nah melihat sejarah itu, ternyata kondisi hari ini juga begitu, enggak beda jauh. Maksud saya enggak beda jauh itu adalah mereka tetap terbelakang, mereka tetap tertinggal.

Nah sekarang ukuran tertinggalnya gimana? Contoh sederhananya ada yang namanya IPM atau indeks pembangunan manusia. Angka harapan hidup orang di Lebak, Pandeglang dan beberapa kota lain yang ada di Provinsi Banten itu lebih rendah dibandingkan angka harapan hidup orang-orang di Tangerang, apalagi dengan Jakarta.

Kedua, lama sekolahnya. Lama belajarnya juga jauh kalau di kota Tangerang itu sudah 11 tahun. Artinya anak-anak sampai kelas dua SMA. Kan kalau di wilayah sana (Lebak dan Pandeglang) itu masih di bawah sembilan tahun, artinya enggak lulus SMP.

Ketiga, pendapatan perkapitanya juga rendah. Nah ini kenapa terjadi? Ya karena kita, dalam pemerintahan Ini kan ada pemerintahan provinsi ada pemerintahan kabupaten kota ada kewenangan-kewenangan atau tanggung jawab-tanggung jawab yang berbeda-beda. Nah saya ingin Provinsi Banten bisa mengayomi, karena Provinsi Banten atau pemerintah Provinsi Banten dalam hal ini gubernur merupakan orangnya presiden yang mesti men-deliver pesan-pesannya Pak Presiden, harus men-deliver program-programnya Pak Presiden.

Saya tidak menyederhanakan tentang pengalaman saya sebagai kurir, tapi saya menterjemahkan bahwa saya terbiasa men-deliver, saya terbiasa menyelesaikan tugas-tugas, saya terbiasa disuruh.

Jadi tugas yang disuruh oleh Pak Prabowo kepada kader-kader Gerindra yang maju di pilkada ini, cuma tiga.  Pertama, buat masyarakatnya cerdas, buat masyarakatnya pintar, buat masyarakatnya sehat dan buat masyarakatnya makmur. Nah tiga hal itu jadi apa yang akan saya lakukan pertama adalah perhatian pemerintah provinsi harus lebih.

Saya punya program salah satu terkait dengan koneksi tadi, saya enggak mau bahas intermodanya. Saya mau bahas koneksi antar kampung aja dulu desa-desa. Saya ingin menyambungkan antar desa-desa ini sehingga potensi yang ada di desanya keluar. Saya punya program yang namanya "Bang Andra Bangun Jalan Desa Sejahtera." Jadi kalau kita punya jalan, Insya Allah, bangun desa itu akan bisa sejahtera.

Selama ini, jalan di antar desa itu masih tanah, ya kan terus kenapa enggak dibangun dengan dana desa? Enggak cukup karena memang panjang sekali luas-luas sekali.

Tadi saya cerita kan pembandingnya Kabupaten Lebak itu luasnya 3.700 km2, kalau membandingkan dengan Tangsel 147 km2. 

Kemudian, saya melihat lagi bahwa potensi-potensi desa ini banyak pertanian, tapi karena konektivitas dengan kotanya enggak bisa, sehingga apa yang diproduksi di desa ya enggak bisa dijual juga ke kota. Kalau dia memproduksi padi atau dia memproduksi sayuran, sampai ke kota keburu layu.

Nah makanya, harus dibangun itu dan saya meyakini juga bahwa penguatan institusi desa itu--salah satunya adalah karang taruna, pokdarwis kelompok sadar wisata, kemudian posyandu dan sebagainya--agar tadi, tujuan untuk membuat rakyat Banten pintar, membuat rakyat Banten sehat, dan membuat rakyat itu makmur.

Jadi problem utama kita--selain tadi permasalahan infrastruktur-- memang anggarannya sangat terbatas sehingga perlu upaya-upaya percepatan, alah satunya adalah dengan provinsi mengintervensi pembangunan jalan-jalan di desa. Ini boleh karena undang-undang tengang jalan juga memungkinkan.

Menghidupkan dan mengoptimalkan jalur kereta api di Banten bisa jadi upaya mempercepat kemajuan ekonomi Banten. Melihat Pemprov Jawa Barat aktif untuk mendorong reaktivasi jalur KA mati ke Garut, apakah jika Bang Andra terpilih, akan mengupayakan jalur-jalur KA yang mati dihidupkan kembali?

KRL double track itu melewati daerah-daerah kan akhirnya menjadi pemukiman besar, dengan sendirinya akan tumbuh. Nanti dan saya akan mendorong bagaimana berikutnya double track-nya lanjut ke kemudian bisa bisa dimanfaatkan dalam rangka pertumbuhan daerah ekonomi baru.

Masalahnya, semua pertumbuhan ekonomi itu terpusat di jalan jalan raya. Contoh sederhana, waktu Banten atau disebut zamannya Daendels, itu ada namanya disebut Jalan Pos atau Jalan Anyer-Panarukan. Sampai hari ini, Jalan Anyar- Panarukan kan masih ada.

Betul pertumbuhan ekonomi mulai dari Anyer sampai Panarukan sana kan tumbuh, tapi kan pertumbuhan ekonominya di situ-situ aja. Nah saya ingin lebih merata gitu. Cara lebih meratanya apa, membangun konektivitas tadi itu.

Disparitas wilayah utara lebih maju, ya karena kita mengikuti pola yang ada, yang sudah dibangun Daendels, tapi enggak membuat terobosan. Kita mau tiru yang dilakukan oleh Pak Jokowi.

Pak Jokowi itu membangun jalan Trans Sumatra, Trans Jawa. Nah saya ingin Banten begitu. Nah sekarang Pak Jokowi telah membangun yang disebut dengan Serang-Panimang, ini kan sebuah terobosan ke selatan itu.

Ya ke selatan sampai dengan Panimbang nanti, tapi kalau kita tidak merespons hanya memanfaatkan wilayah itu aja ya akan tetap tertinggal. Pemprov (Banten) juga harus aktif, nah cara mengaktifkannya adalah salah satunya saya jadi gubernur.

Pengangguran-kemiskinan seperti pertanyaan: duluan mana, ayam atau telur?

Selain masalah-masalah itu, kita ngomong masalah pertama pengangguran, kedua kemiskinan. Pengangguran dan kemiskinan sama kayak kita nyebut telur sama ayam, mana yang lebih dulu. Kemudian kita juga bicara tentang apa namanya stunting, dengan kemiskinan juga kan enggak bisa lari jauh.

Sederhananya, saya ini kan tingginya kurang untuk masuk sebagai tentara. Karena anak-anak waktu saya lahir, rata-rata ya pendek. Karena di eranya artinya apa gizinya saat itu orang mau minum susu, saya minum air tajin. Sekarang enggak ada air tajin, sekarang rice cooker semua.

Apaan tuh air tajin? Kalau orang masak nasi pakai alat yang tradisional airnya kan agak rada banyak.  Nah kemudian nanti sebelum dia matang itu harus dibuang airnya. Nah itu namanya air tajin. Nah air tajin itu diminum sama sama anak-anak kecil dulu biar agak manis dikasih gula.

Baca Juga: Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit Diurai

Berita Terkini Lainnya