Aturan Tata Ruang di Banten Jadi Celah Persoalan Pagar Laut

- Pemerintah membuat regulasi yang dijadikan celah pembangunan pagar laut di Tangerang.
- Perda Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten 2023-2043 memperlihatkan peta bumi ada garis pantai yang direncanakan itu adalah reklamasi.
- Reklamasi di pesisir perairan utara Kabupaten Tangerang sudah dipersiapkan sejak lama, dengan upaya legalisasi ekspor pasir atau pengelolaan sedimentasi untuk reklamasi.
Tangerang, IDN Times - Sekjen Koalisi Rakyat Keadilan untuk Perikanan (Kiara), Susan Herawati mengungkapkan, pemerintah membuat regulasi yang kemudian justru dijadikan celah pembangunan pagar laut di perairan utara Kabupaten Tangerang.
Menurut Susan, celah itu terkait integrasi tata ruang. "Orang jarang melihat integrasi tata ruang," kata Susan, Kamis (13/3/2025).
Diberitakan sebelumnya, pagar laut di Tangerang sepanjang 30,16 kilometer (km) itu diduga untuk reklamasi. Kasus pagar laut itu pun menyeret PT Agung Sedayu Grup.
Di lokasi pagar laut, terbit sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Tanah (SHM) milik PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa--yang terafiliasi dengan Agung Sedayu.
1. Integrasi tata ruang daerah jadi jalan masuk mengungkap persoalan ini

Susan mengatakan, kalau diingat garis waktu Undang-undang tentang Cipta Kerja terbit pada 2022, Susan menduga kemungkinan terbesar adalah pemerintah daerah sudah mulai menyusun integrasi tata ruang.
Maka keluarlah Perda Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten 2023-2043. Ia memperlihatkan peta bumi ada garis pantai yang direncanakan itu adalah reklamasi. Artinya, menurut dia, orang jarang melihat integrasi tata ruang.
"Dalam kasus ini karena di situlah kecolongan terbesar kita semua," jelasnya.
2. Ada tindakan-tindakan yang sistematis dengan upaya reklamasi laut ber-SHGB itu

Susan menilai, reklamasi di pesisir perairan utara Kabupaten Tangerang sudah dipersiapkan sejak lama. Perda RTRW untuk reklamasi terbit 2023. Setahun kemudian SHM dan SHGB diterbitkan. Pengembang properti lantas melanjutkan pembangunan pagar laut secara masif.
"2022-2024 ada upaya legalisasi ekspor pasir atau pengelolaan sedimentasi untuk reklamasi. Jadi semua itu inline, satu garis," kata Susan.
3. Aktor intelektual dan pemodal pagar laut belum tersentuh hukum

Susan menilai, pemerintah bersekongkol dengan korporasi membangun narasi, seperti bidang lahan di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang dulunya wilayah daratan lalu tenggelam menjadi bagian dari tanah musnah.
"Lucu kalau mereka bilang ini daratan. Nah di tahun 2024 perubahan cukup signifikan. Artinya kan memang ini kelakuan bukan orang biasa yang sengaja menutup aliran sungai," kata Susan.
Dalam kasus ini, Mabes Polri baru menetapkan 4 tersangka. Mereka adalah Arsin Bin Asip saat menjabat sebagai Kepala Desa Kohod; UK yang merupakan sekretaris desa Kohod; kemudian SP dan CE merupakan penerima kuasa.
Susan menilai, beberapa aktor besar yang kemungkinan sebagai pelakunya,tapi belum tersentuh hukum. Dia menyebut, jika dihitung-hitung biaya membuat pagar itu tidak bermodalkan uang kecil. Estimasi biayanya bisa mencapai puluhan miliar rupiah.
"Artinya ada aktor besar tapi yang diseret sekelas Arsin dan Tarsin. Bukannya kami meremehkan. Enggak. Tapi kan kita jadi tau kebijakan penegakan hukum bobrok," kata Susan.