Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi badak Jawa makan tumbuhan (pexels.com/David Atkins)
ilustrasi badak Jawa makan tumbuhan (pexels.com/David Atkins)

Intinya sih...

  • APKSLI mendesak pemerintah untuk menghentikan program translokasi badak jawa karena dianggap tidak memiliki urgensi dan justru membahayakan kelestarian satwa tersebut.

  • Program translokasi dinilai minim kajian dan terburu-buru, menambah risiko stres, gangguan kesehatan, hingga kematian bagi badak jawa.

  • Badak jawa bernama Musthofa mati dalam proses pemindahan ke JRSCA, meskipun Balai TNUK membantah bahwa kematian tersebut disebabkan oleh luka selama proses penangkapan dan pemindahan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Serang, IDN Times – Organisasi Advokat & Peneliti Kejahatan Satwa Liar Indonesia (APKSLI) mendesak pemerintah menghentikan program translokasi badak jawa setelah kematian satu individu badak di area Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA), Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). APKSLI menilai pemindahan satwa tersebut tidak memiliki urgensi.

“Dan (translokasi) justru membahayakan kelestarian badak jawa,” kata Direktur Eksekutif APKSLI, Nanda Nababan, Jumat (28/11/2025).

1. APKSLI juga menyoroti urgensi dan keselamatan satwa

Badak Jawa (tnujungkulon.menlhk.go.id) | Badak Sumatera (commons.m.wikimedia.org/26Isabella)

Nanda mengatakan program translokasi yang dirancang pemerintah tidak menunjukkan kemampuan menjaga badak jawa dari ancaman kepunahan. Ia menilai pemindahan satwa justru menambah risiko stres, gangguan kesehatan, hingga kematian.

“Untuk meningkatkan habitat badak jawa yang harus dikuatkan adalah sistem keamanannya, bukan memindahkan satwanya,” katanya.

2. Translokasi itu juga dinilai minim kajian dan terburu-buru

Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (dok. Toby Nowlan via ksdae.menlhk.go.id)

APKSLI juga menilai program tersebut terkesan dijalankan tergesa-gesa tanpa kajian mendalam mengenai kondisi satwa, habitat baru, maupun risiko pemindahan.

Dari fakta kejadian ini, ia menyimpulkan sementara bahwa program ini sangat terburu-buru tanpa melakukan kajian mendalam. ”Saya berharap insiden ini tidak kembali terulang dan menjadi evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan konservasi badak jawa," katanya.

3. Musthofa mati saat proses pemindahan ke JRSCA

Kandang di kawasan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) (IDN Times/Khaerul Anwar)

Sebelumnya, seekor badak jawa (Rhinoceros sondaica) bernama Musthofa yang baru dipindahkan dari habitatnya di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) ke kawasan konservasi Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA), dilaporkan mati dalam perawatan.

Balai TNUK membantah kematian Musthofa terjadi akibat luka yang dialami selama proses penangkapan dan pemindahan. Kepala Balai TNUK Ardi Andono menyebut translokasi Musthofa telah melalui perencanaan matang, melibatkan ahli konservasi satwa liar dalam dan luar negeri, dokter hewan, TNI, serta mitra internasional. “Musofa dipindahkan tanpa luka atau cedera, namun penyakit kronis yang lama diderita menjadi tantangan medis yang tidak dapat diatasi,” kata Ardi, Kamis (27/11/2025).

Musthofa ditranslokasi menggunakan moda darat dan laut, termasuk kendaraan amfibi KAPA K-61 milik TNI AL. Setiba di JRSCA, ia ditempatkan di kandang rawat (paddock) untuk adaptasi dan observasi medis.

Editorial Team