Ilustrasi beras (IDN Times/Khaerul Anwar)
Dalam dakwaan disebutkan, awal mula kasus pengoplosan beras itu saat Sukanta membeli beras dari gudang Bulog di Cikande Kabupaten Serang, dengan harga Rp8.000 per kilogram. Beras itu kemudian dibawa ke gudang penggilingan miliknya di Kampung Mendaya Karang Kobong Desa Mandaya Kecamatan Carenang Kabupaten Serang.
Anak buah Sukanta kemudian mengubah kemasan dengan karung polos ukuran 25 kg, dan karung bekas bermerk Ramos dan Walet ukuran 50 kg.
Selain mengemas beras Bulog ke karung beras merk Ramos dan Walet, Sukanta juga mengolah kembali beras yang tidak layak konsumsi, berupa beras yang berjamur dan berkerak dalam kemasan 10 kilogram.
Beras tak layak konsumsi itu dibeli dari gudang Bulog dengan harga Rp5.000 per kg. Beras tak layak konsumsi itu merupakan beras sisa yang berjatuhan di gudang Bulog yang tercampur debu untuk diolah kembali. Beras berupa beras berjamur dan berkerak dalam kemasan 10 kilogram tersebut disortir kembali.
Beras hasil penyortiran dimasukkan kembali ke dalam mesin untuk membersihkan debu dan jamur yang berada di beras tersebut. Tak hanya dibersihkan, Sukanta memberi tambahan vanili serbuk yang telah dicampur agar beras tidak berbau.
Agar terlihat baru dan tak mencurigakan, beras hasil sortir tersebut dicampur dengan beras Bulog ukuran 50 kilogram, dan dikemas ulang dengan menggunakan karung polos ukuran 25 kilogram merk Ramos dan Walet ukuran 50 kilogram.
Praktik itu akhirnya dibongkar Satuan Reserse Kriminal Polres Serang pada 3 Maret 2024.