Bom Waktu Sampah Plastik Kala Pandemik

Serang, IDN Times - Di tengah pandemik COVID-19, ada satu masalah krusial lain yang bisa menjadi bom waktu: sampah plastik.
Penggunaan barang-barang berbahan plastik --termasuk yang sekali pakai-- meningkat. Dan masalah ini terjadi di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Pandemik memang memaksa orang untuk memakai masker, sarung tangan plastik, face shield, membungkus makanan, hingga membeli barang serba online demi terhindar dari COVID-19.
Sebelum wabah COVID-19 menghantam saja, dunia belum bisa menemukan formula tepat menangani sampah plastik, baik itu di negara maju yang sudah baik dalam program daur ulang, maupun di negara berkembang dan miskin.
Berdasarkan data The National Plastic Action Partnership (NPAP), ada sekitar 4,8 juta ton per tahun sampah plastik di Indonesia yang tidak terkelola dengan baik. Sebanyak 48 persen sampah dibakar di ruang terbuka, 13 persen sampah tidak dikelola dengan layak di tempat pembuangan sampah resmi, serta sisanya 9 persen mencemari saluran air dan laut.
Bagaimana kondisi sampah plastik di tengah pandemik COVID-19?
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sempat menggelar survei pada 20 April-5 Mei 2020 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) dengan judul Dampak PSBB dan WFH Terhadap Sampah Plastik di kawasan JABODETABEK.
Dari survei itu, LIPI berkesimpulan, mayoritas warga Jabodetabek melakukan belanja online yang cenderung meningkat di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sebelumnya, mayoritas peserta survei mengaku hanya 1 hingga 5 kali belanja online dalam satu bulan. Angka itu meningkat menjadi 1 hingga 10 kali selama bekerja dari rumah atau PSBB.
Tak hanya itu, penggunaan layanan delivery makanan lewat jasa transportasi online pun meningkat. Padahal, 96 persen paket dibungkus dengan plastik yang tebal dan ditambah dengan bubble wrap.
Selotip, bungkus plastik, dan bubble wrap merupakan pembungkus berbahan plastik yang paling sering ditemukan. Bahkan di kawasan Jabodetabek, jumlah sampah plastik dari bungkus paket mengungguli jumlah sampah plastik dari kemasan yang dibeli.
IDN Times Hyperlocals membuat tulisan bersama yang merangkum persoalan sampah plastik--terutama di tengah pandemik ini. Berikut ulasannya.
1. Mengandung plastik, masker dan limbah medis memerlukan ratusan tahun agar bisa terurai
Plastik merupakan salah satu hasil pengolahan minyak bumi. Untuk mengurai secara sempurna, plastik butuh waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai sempurna. Sampai saatnya terurai, plastik pun beredar dalam ekosistem kehidupan dan sangat berbahaya.
Di tengah pandemik saat ini, sejumlah alat kesehatan pun sebagian terbuat dari plastik. Sekretaris Utama LIPI Nur Tri Aries Suestiningtyas pernah mengungkap, timbulan limbah medis di Indonesia-- termasuk masker dan Alat Pelindung Diri (APD)-- tercatat telah mencapai 1.662,75 ton pada rentang bulan Maret sampai September 2020.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Agus Haryono juga menyampaikan bahwa limbah medis--terutama masker yang mengandung plastik-- membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk bisa terurai.
Hal ini, kata dia, tentu menjadi masalah bagi lingkungan, karena plastik sulit terurai. Selain itu, limbah masker juga sangat infeksius sehingga dapat membahayakan masyarakat, terutama petugas kebersihan.
Hasil kajian dari peneliti LIPI juga menemukan adanya timbulan limbah APD yang mengandung plastik yang dibuang di daerah teluk Jakarta, seperti di Marunda dan Cilincing. "Peningkatannya mencapai 5 persen di masa pandemik,” ungkap Agus, seperti dikutip dari laman LIPI.
Menurutnya, permasalahan limbah medis yang terjadi saat ini juga disumbang oleh banyaknya pembuangan limbah APD oleh beberapa pihak secara sembarangan.