Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kekerasan pada anak (unsplash.com/Ольга Андреева)
ilustrasi kekerasan pada anak (unsplash.com/Ольга Андреева)

Intinya sih...

  • Sekolah dianggap gagal dalam mencegah dan menindak perundunganKomnas PA menilai pihak sekolah tidak hanya gagal merespons insiden terakhir yang berujung fatal, tetapi juga gagal membangun sistem pencegahan dan deteksi dini di lingkungan pendidikan. “Sekolah seharusnya tahu atau minimal bisa melihat tanda-tanda awal. Hak anak untuk mendapatkan perlindungan jelas dilanggar,” katanya.

  • Pelaku anak tetap diproses sesuai peradilan anakIa meminta aparat penegak hukum juga menelusuri aspek kelalaian sekolah agar akuntabilitas dapat ditegakkan. Meski menyoroti kelalaian sekolah, Komnas PA menekankan bahwa anak yang diduga terlibat sebagai pel

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Serang, IDN Times – Komnas Perlindungan Anak (PA) Provinsi Banten menilai ada dugaan kelalaian serius dari pihak SMPN 19 Tangerang Selatan dalam kasus meninggalnya MH, siswa yang diduga mengalami perundungan berulang sejak masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS). Ketua Komnas PA Banten, Hendry Gunawan, menyebut sekolah seharusnya mampu mendeteksi tanda-tanda kekerasan lebih awal.

Menurut Hendry, temuan ini terkait dengan amanat UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, yang mewajibkan sekolah memberi perlindungan penuh dari kekerasan fisik maupun psikis.

“Informasi dari keluarga dan pengakuan korban sebelum meninggal menunjukkan pola perundungan yang terjadi berulang. Ini mengindikasikan sistem pengawasan sekolah tidak berjalan optimal,” kata Hendry saat dikonfirmasi, Rabu (19/11/2025).

1. Sekolah dianggap gagal dalam mencegah dan menindak perundungan

Dok. Istimewa/IDN Times

Komnas PA menilai pihak sekolah tidak hanya gagal merespons insiden terakhir yang berujung fatal, tetapi juga gagal membangun sistem pencegahan dan deteksi dini di lingkungan pendidikan.

“Sekolah seharusnya tahu atau minimal bisa melihat tanda-tanda awal. Hak anak untuk mendapatkan perlindungan jelas dilanggar,” katanya.

2. Pelaku anak tetap diproses sesuai peradilan anak

Dok. Istimewa

Ia meminta aparat penegak hukum juga menelusuri aspek kelalaian sekolah agar akuntabilitas dapat ditegakkan. Meski menyoroti kelalaian sekolah, Komnas PA menekankan bahwa anak yang diduga terlibat sebagai pelaku tetap harus melalui prosedur sesuai UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Proses hukum wajib ditempuh melalui pendekatan keadilan restoratif atau diversi.

Namun karena kasus ini berakibat pada kematian korban, peluang diversi akan sangat kecil. Kalau tidak tercapai, kasus otomatis masuk pengadilan.

"Jika nantinya pelaku dinyatakan bersalah, sanksi bisa berupa pembinaan di LPKA, pekerjaan sosial, hingga pendampingan psikologis wajib," katanya.

3. TPPK sekolah dinilai tidak berfungsi optimal

Dok. Istimewa/IDN Times

Komnas PA Banten juga memberi empat rekomendasi kepada pemda dan sekolah untuk mencegah kasus serupa terulang, yakni, SOP anti-perundungan wajib ada dan disosialisasikan.

Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) harus aktif dan responsif, sanksi administratif bagi sekolah yang abai dalam menangani laporan kekerasan dan pelatihan berkala bagi guru dan tenaga pendidik soal deteksi dini dan mediasi konflik.

Komnas PA turut mendorong optimalisasi SOP terpadu antara Dinas Pendidikan, DP3A, Dinas Sosial, Kepolisian, hingga Satgas PPA di tingkat daerah.

“Koordinasi lintas lembaga harus cepat. Korban mendapat pendampingan, pelaku diproses sesuai aturan, dan sekolah harus menjadi lingkungan yang aman bagi semua anak,” katanya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team