Lebak, IDN Times - Di sebuah rumah berdinding papan dan beratap genting lusuh di pelosok Kecamatan Wanasalam, tinggal seorang gadis remaja bernama Hera. Ia adalah anak ke-8 dari 10 bersaudara. Rumah mereka hanya berukuran 30 meter persegi (m²), dengan dua kamar yang harus berbagi untuk delapan anak.
Di sinilah Hera bersama kakak dan adiknya dibesarkan dalam kemiskinan dan keterbatasan. Ayahnya, Ahmad, bekerja sebagai buruh harian lepas. Penghasilannya tak menentu, bahkan tak jarang nihil dalam sebulan. Ibunya, Suhariah, tak bekerja di luar rumah. Dari sembako bantuan pemerintah hingga listrik bersubsidi, semua penopang hidup mereka berasal dari negara.
Namun hari ini, tanggal 1 Agustus 2025, menjadi hari yang berbeda. Hera tersenyum. Ia berdiri tegak sebagai salah satu siswa angkatan pertama Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 34 Kabupaten Lebak sekolah gratis berasrama yang dirancang untuk anak-anak dari keluarga termiskin. Ia tak sendiri. Ada puluhan siswa lain dengan kisah serupa. Ada yang dua belas bersaudara dan ada pula yang nyaris putus sekolah karena tidak sanggup beli seragam.
“Harapan saya, supaya saya bisa sekolah sampai lulus, cita-cita jadi dokter, bisa bantu orang tua” ucap Hera, Jumat (1/8/2025). Matanya berkaca-kaca, bukan karena sedih, tapi karena harapan yang baru saja dibuka untuknya.
