Belum usai kasus Rumini, beberapa hari terakhir gempar laporan soal sejumlah wali murid siswa SMPN 4 Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang mengungkapkan kekesalan atas praktik pungli yang terjadi. Amarah mereka memuncak lantaran ijazah anaknya terancam ditahan sebelum menyetor lunas uang donasi.
Para wali murid itu akhirnya membeberkan praktik pungli sudah berlangsung sekian lama di SMPN 4. Meski dibayangi rasa takut tekanan pihak sekolah, namun mereka memberanikan diri memprotesnya agar ijazah sang anak dapat diambil.
Salah satu wali murid berinisial T, menyebutkan adanya istilah uang donasi yang dibebankan kepada siswa yang masuk program Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (CIBI). Di mana jumlahnya variatif, Rp1 juta, Rp5 juta, hingga Rp7 jutaan.
"Kita mau ngasih satu juta, kita takut anak kita enggak diterima. Saya waktu itu ngasih lima juta," kata dia didampingi wali murid lainnya, kepada wartawan di Pamulang, Tangsel, Kamis (3/10).
Menurutnya, setelah membayar uang donasi, rupanya masih banyak lagi pungutan-pungutan lain yang ditarik selama kegiatan belajar, misalnya saja uang kesejahteraan perbulan Rp300 ribu, uang perpustakaan Rp50 ribu perbulan, uang komputer Rp50 ribu perbulan, dan uang kas Rp5 ribu yang ditarik per minggu.
"Setelah masuk, ternyata banyak lagi pungutan-pungutan itu. Jadi dalihnya pakai nama komite sekolah, padahal kita nggak diajak pembahasannya, tiba-tiba ada kesepakatan seperti itu aja," jelasnya.
Mulanya para wali murid satu sama lain tak terlalu mempersoalkan pungli di lingkungan sekolah. Namun situasi berubah, manakala kelulusan mereka mendapati jika anak-anaknya diharuskan membayar lunas semua setoran Pungli tersebut.
"Jadi kan bayarnya bulanan, ada yang bolong-bolong juga bayarnya. Karena kan dicatat dalam kartu iuran, jadi yang bolong-bolong itu harus dilunasi saat mau ambil ijazah," sambungnya.
Menurut wali murid, mereka sempat menyatakan keberatan kepada pihak sekolah untuk membayar lunas seluruh uang donasi. Keberatan itu tertuang dalam surat pernyataan bersama yang diparaf pada April 2019 lalu. Meski begitu, mereka menggantinya dengan pemberian uang sukarela sebesar Rp500 ribu tiap siswa.
"Waktu itu diserahin Rp9 juta ke sekolah, dari sejumlah wali murid," ujarnya.