Serang, IDN Times – Komisi V DPRD Banten meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten mengevaluasi program keahlian di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dinilai memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja rendah di dunia industri. Jurusan yang tidak lagi relevan bahkan disarankan untuk dihapus dan diganti dengan bidang keahlian yang lebih dibutuhkan pasar kerja.
Ketua Komisi V DPRD Banten, Ananda Trianh Salichan, mengatakan pemetaan jurusan telah dibahas bersama Dindikbud Banten. Menurutnya, mempertahankan jurusan yang tidak memiliki prospek kerja berpotensi merugikan siswa yang berharap bisa langsung terserap industri setelah lulus.
"Jurusan yang kurang relevan itu kalau bisa dihapuskan saja, diganti dengan jurusan yang sekarang menjadi primadona. Jangan sampai kita mempertahankan jurusan hanya untuk menyerap siswa, tapi output-nya tidak ada,” kata Ananda, Kamis (27/11/2025).
DPRD Banten Minta Jurusan SMK dengan Serapan Kerja Rendah Dihapus

Intinya sih...
Jurusan SMK dengan serapan kerja rendah seperti administrasi perkantoran, sementara jurusan teknik informatika (TIK) memiliki permintaan tenaga kerja tertinggi.
Keterlibatan industri dalam pembelajaran SMK masih minim, perlu data lengkap dan terukur untuk kebijakan perombakan jurusan yang tepat sasaran.
Dorong revisi Perda Ketenagakerjaan untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang Cipta Kerja 2023 dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal melalui pelatihan di BLK Banten.
1. Ini jurusan serapan tenaga kerja terendah dan tertinggi
Ia mengungkapkan salah satu jurusan dengan serapan kerja rendah adalah administrasi perkantoran, karena lulusan SMK kalah bersaing dengan pelamar yang memiliki pendidikan D3 atau S1 manajemen.
Di sisi lain, jurusan teknik informatika (TIK) menjadi bidang dengan permintaan tenaga kerja tertinggi. "Demand yang lagi tinggi itu jurusan TIK, mengingat dunia digital semakin maju,” katanya.
2. Keterlibatan industri dalam pembelajaran SMK masih minim
Ananda menekankan pentingnya Pemprov Banten memiliki data lengkap dan terukur mengenai jurusan yang serapannya tinggi maupun rendah agar kebijakan perombakan jurusan lebih tepat sasaran.
Selain kurikulum, ia menilai keterlibatan industri dalam pembelajaran SMK masih minim. Industri diminta tidak hanya memberi masukan silabus, tetapi juga menurunkan tenaga pengajar harian. “Guru-guru menyampaikan bahwa praktik mereka tidak maksimal jika ada perwakilan industri yang ikut mengajar,” katanya.
Ia berharap evaluasi jurusan SMK dapat mengurangi kesenjangan antara kebutuhan industri dan kompetensi lulusan.
“Banyak lulusan SMK yang siap kerja, tapi faktanya masih banyak yang menganggur,” ucapnya.
3. Dorong revisi Perda Ketenagakerjaan
Evaluasi jurusan SMK tersebut sejalan dengan dorongan Komisi V untuk merevisi Perda Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan. Menurut Ananda, perda itu sudah tidak relevan dan perlu disesuaikan dengan Undang-Undang Cipta Kerja 2023 agar kebijakan daerah selaras dengan regulasi nasional.
“Perda ini harus disinkronkan dengan aturan pemerintah pusat, salah satunya UU Cipta Kerja,” katanya.
Salah satu poin yang ingin diperkuat dalam revisi perda adalah peningkatan penyerapan tenaga kerja lokal melalui penguatan pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) di Banten. “Jangan sampai pelatihan-pelatihan peningkatan kompetensi tidak terserap tenaga kerjanya, karena akan percuma,” tegasnya.