Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Eks Pejabat BPBD Banten Didakwa Pengadaan Laptop Fiktif

IDN Times/Khaerul Anwar
IDN Times/Khaerul Anwar
Intinya sih...
  • Mantan pejabat BPBD Banten, Ayub Andi Saputra, didakwa penipuan proyek fiktif pengadaan laptop senilai Rp1,4 miliar.
  • Kasus bermula dari informasi pengadaan laptop di BPBD Banten yang dibuat oleh pihak PT Implementasi Teknologi Indonesia.
  • Akibat aksi keduanya, PT ITI milik Anton Firmansyah merugi sebesar Rp1,4 miliar dan mereka didakwa melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Serang, IDN Times - Mantan pejabat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten, Ayub Andi Saputra (45) menjalani sidang perdana atas dugaan penipuan proyek fiktif pengadaan laptop. Dalam kasus ini, korban diduga merugi senilai Rp1,4 miliar.

Ayub didakwa bersama terdakwa lain, yakni Eddy Purnama selaku pihak mengaku sebagai orang BPBD Banten di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (18/9/2024). Dakwaan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang, Engelin di hadapan majelis hakim yang diketuai Lilik Sugihartono.

1. Awal mula kasus penipuan pengadaan laptop

IDN Times/Khaerul Anwar
IDN Times/Khaerul Anwar

Engelin menjelaskan, perkara tersebut bermula pada 13 April 2023, saat sales manager PT Implementasi Teknologi Indonesia (ITI), Rina Apreisiana mendapatkan informasi adanya pengadaan laptop di BPBD Banten dari saksi Antonius Maharjati.

Kemudian, Direktur PT ITI, Anton Firmansyah menyuruh Antonius dan Rina untuk bertemu dengan Eddy, Wawan, dan Handono yang mengaku sebagai perwakilan dari BPBD Banten. Pertemuan lalu terjadi pada 14 April di Hotel Le Dian Serang.

Dalam pertemuan itu, Eddy menjelaskan bahwa pengadaan laptop yang dibutuhkan adalah jenis Asus Tuf Gaming sebanyak 125 unit.

Pengiriman laptop itu kemudian dilakukan dalam tiga tahap. Pengiriman pertama dan kedua masing-masing sebanyak 50 unit. "Dan pengiriman ketiga sebanyak 25 unit,” kata Engelin saat membacakan dakwaan.

2. Mengaku sebagai PPK, terdakwa Ayub membuat SPK pengadaan 50 unit

Ilustrasi Korupsi. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Korupsi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Di waktu yang sama, Rina lalu meminta apakah spesifikasi laptop bisa diubah menjadi merek Axioo yang kemudian disetujui oleh Eddy. Rina dan Anto kemudian diajak Eddy ke kantor BPBD untuk bertemu dengan terdakwa Ayub.  Di sana mereka mendantangani Surat Perintah Kerja (SPK).

Ayub yang saat itu mengaku sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), menyetujui perggantian merek laptop dari Asus Tuf Gaming menjadi Axioo Mybook Pro L7v (16N9). Tapi yang tertera dalam 25 SPK pengadaan barang laptop merek Asus Tuf Gaming dengan tiap SPK berjumlah lima unit. Per unitnya seharga Rp32,9 juta.

"Pembayaran kemudian disepakati untuk dilakukan seminggu setelah barang diterima," katanya.

Sekitar awal Mei 2023, Rina memberitahu Eddy bahwa barang sudah tersedia dan siap dikirim. Eddy lalu menyampaikan bahwa pengiriman tidak langsung ke gudang BPBD Banten, melainkan mengantarkan ke alamat Perumahan Gedong Kalodran Executive Cluster Blok A 6 Nomor 9, sebagai lokasi penyimpanan 60 unit laptop tersebut.

“Eddy mengatakan bahwa 50 unit Axioo Mybook Pro L7v (16N9) tersebut jangan dikirim ke gudang BPBD Provinsi Banten dengan alasan nanti banyak LSM," katanya.

PT ITI lalu menagih uang laptop yang sudah dikirim itu kepada Eddy dan Ayub, tapi keduanya tidak kunjung membayar. Eddy dan Ayub malah meminta pengiriman 50 laptop lagi. PT ITI kemudian menolak.

Pada Juli 2023, Eddy kemudian mengirim surat perintah membayar kepada Rina dan Anton Firmansyah.

3. Korban baru tahu itu pengadaan fiktif setelah menagih ke BPBD Banten

Ilustrasi Korupsi. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Korupsi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Keesokannya, Rina dan Antonius datang ke BPBD Banten untuk menemui Nana selaku Kepala BPBD Banten. Keduanya kemudian bertemu dengan Heri selaku Sekretaris BPBD Banten untuk menanyakan terkait pengadaan laptop yang telah mereka kirim.

Dari pertemuan itu, korban baru mengetahui bahwa proyek tersebut ternyata fiktif. ”Diketahui bahwa pekerjaan tersebut tidak ada atau fiktif,” kata Engelin.

Eddy juga meminta fee atas penandatanganan SPK dengan total Rp328 juta. Belakangan juga diketahui kalau Ayub bukan PPK, melainkan menjabat sebagai Kabid Rehabilitasi dan Rekontruksi BPBD. Seluruh dokumen yang sudah ditandatangani juga ternyata palsu, hasil buatan Eddy atas perintah Ayub.

”Bahwa seluruh administrasi tersebut dibuat oleh terdakwa (Ayub) dengan tujuan untuk meyakinkan saksi Anton Firmansyah dalam mengambil pekerjaan pengadaan laptop yang dibuat oleh terdakwa,” katanya.

Akibat aksi keduanya, PT ITI milik Anton Firmansyah merugi sebesar Rp1,4 miliar. Ayub dan Eddy didakwa melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP atau Pasal 372 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman paling tinggi 4 tahun 6 bulan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ita Lismawati F Malau
EditorIta Lismawati F Malau
Follow Us