Koordinator aksi, Entis Sumantri menegaskan bahwa masalah pencemaran udara dan limbah CV GSM sudah berlangsung lama. Masyarakat, kata dia, telah menempuh berbagai upaya melalui dialog dengan pemerintah desa, kabupaten, provinsi, hingga Kementerian Lingkungan Hidup RI, namun semuanya berakhir tanpa hasil.
“Ini sangat ironis jika dibiarkan. Banyak masyarakat yang sudah mengeluhkan bahkan diduga terpapar penyakit akibat pencemaran udara. Belum lagi pencemaran lingkungan yang jelas melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” kata Entis dalam keterangan pers yang diterima IDN Times.
Warga mengaku setiap hari harus menghirup bau menyengat dari peternakan. Kondisi ini diperburuk karena lokasi perusahaan berada di wilayah padat penduduk, dekat dengan sekolah-sekolah (SD, SMP, SMK), serta aliran sungai yang diduga menjadi tempat pembuangan limbah. Bahkan, limbah disebut sering dibiarkan berceceran di lahan pertanian dan perkebunan warga.
Entis menegaskan, keberadaan peternakan jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 31 Tahun 2014, yang mewajibkan jarak minimal peternakan dari permukiman sejauh 500 meter.
“Pencemaran ini ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sudah jelas menegaskan pentingnya perlindungan kesehatan masyarakat. Perusahaan harus patuh pada aturan,” kata dia.