Kekesalan dokter Aisyah memuncak dan memutuskan untuk membawa masalah ini ke jalur hukum setelah mendengar kabar bahwa bidan Nunung mengaku malas untuk mengakui langsung dan minta maaf kepadanya.
Ia merasa dirugikan secara integritas profesi sebagai dokter atas tindakan yang dilakukan terdakwa.
"Saya punya hati nurani, tidak ada permohonan maaf dan ada selintingan dari yang terduga (Nunung) ini mager (menghadap dokter Aisyah)," katanya.
Ia mengaku sedih disebut tak punya hati nurani telah tega memenjarakan seprofesinya. Padahal pada saat itu, kata dia, kedua orang meninggal dunia akibat terpapar COVID-19. Sementara, namanya dicatut untuk memalsukan keterangan COVID-19.
"Selalu mengatakan hati nurani tapi di sisi lain orangtua saya meninggal COVID-19 tapi tandatangan saya dibisniskan untuk merenggut nyawa orangtua saya," katanya.
Pada saat melaporkan, kondisi terlapor sedang hamil sekira tujuh bulan. Hal itulah yang menghambat pemeriksaan berjalan alot hingga satu tahun.
"Saya memohon ke penyidik agar si bidan supaya melahirkan dulu karena akan menjadi sejarah buruk bagi bayi," kata Aisyah.
Kemudian sekitar 17 November 2022, Nunung Nurhayati ditahan di Rutan Pandeglang berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Pandeglang Nomor 241/Pid.B/2022/PN Pdl didakwa melakukan tindak pidana pemalsuan hasil swap sebagai diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP. Sempat ditahan 10 hari, penahanan terdakwa ditangguhkan.
Pada 1 Desember 2022, dokter Aisyah, akhirnya bersedia menempuh jalur damai. Kedua belah pihak sepakat sudah saling memafkan dan tidak ingin kasus ini diperpanjang.
Nota kesepakatan perdamaian atau mediasi kedua belah pihak digelar di ruangan Komisi V DPRD Provinsi Banten, disaksikan oleh pimpinan dan anggota komisi serta keluarga dan kuasa hukum dari pelapor dan terlapor.