Dalam paparannya, Ade menyamakan penanganan kasus stunting seperti banjir, yakni, penanganan harus dari hulu ke hilir agar kasus bisa terus menurun bahkan hilang di Banten.
"Remaja sebelum nikah diberi tablet penambah darah, di sekolah gurunya wajib memastikan diminum, lalu orangtua juga wajib memastikan diminum," kata Ade.
Selain itu, Ade juga bakal mencegah terjadinya pernikahan di bawah umur lantaran berisiko besar memiliki anak yang stunting. Selain itu, dia juga akan memastikan calon pengantin yang memiliki penyakit kronis untuk menunda pernikahan atau kehamilan.
"Tunda dulu hamil sampai penyakitnya sembuh, karena kalau dibiarkan, anaknya sudah dipastikan berisiko stunting," ujar Ade.
Sementara, untuk hilirnya, Ade mengungkapkan, dia akan mendata anak beresiko stunting dan yang sudah dalam kategori stunting. Nantinya, penanganan keduanya akan berbeda, yakni anak beresiko stunting harus dipastikan diberi gizi cukup dan mendapat pola asuh yang benar.
Sementara, untuk anak yang sudah stunting akan diberi bantuan sosial untuk mengejar pemenuhan gizi.
"Karena beresiko penyakit kronis, penanganan telaten termasuk melibatkan posyandu dan kader PKK, beli alat ukur dan timbang jangan sampai memakai timbangan kiloan di pasar karena akurasinya tidak benar," jelasnya.