Adib mengatakan ketika pandemik COVID-19 sudah lebih satu tahun, masyarakat akan selalu melihat panutan atau contoh soal protokol kesehatan dan tegaknya aturan penanganan COVID-19 dari pemangku kepentingan, yaitu para pemimpin.
Mulai dari pemerintah pusat hingga ke pemerintah daerah. Khusus pemerintah daerah inilah sebagai eksekutor utama yang sebenarnya langsung bersentuhan dengan masyarakat.
"Makanya seperti gubernur, wali kota, bupati inilah merupakan representasi kehadiran negara dari peraturan-peraturan untuk penanganan COVID-19," kata dia.
Makanya, lanjut Adib, tindak-tanduk para pemangku jabatan langsung dilihat masyarakat. Mata publik, imbuhnya, melihat sejauh mana para pemangku itu sendiri menaati peraturan yang dibuat.
Contoh ketika secara tidak langsung mereka melarang kerumunan. Teryata, mereka sendiri kadang-kadang juga berkerumun. Mulai meninjau lokasi keramaian, masih konvensional mengadakan rapat, bahkan rapat digelar diluar kota, saat mereka sendiri membatasi kegiatan masyarakat," kata dia.
Menurut Adib, itu contoh yang tidak konsisten. Pemerintah melarang berkerumun, tetapi pengawasan lokasi wisata tak maksimal. "Artinya secara tak langsung pemda juga melakukan pembiaran orang untuk melanggar prokes," kata dia.