Darurat Oksigen di Sejumlah Zona Merah COVID-19

Permintaan meningkat, harga oksigen melambung

Serang, IDN Times - Indah (37), warga di Ungaran Kabupaten Semarang harus berpacu dengan waktu. Dia harus mendapatkan oksigen untuk keluarganya yang terpapar COVID-19 dan mengalami sesak napas.

Di keluarga Indah, orangtua dan keluarga adik kandungnya lah yang terpapar COVID-19. Keluarga Indah itu tidak bisa dirawat di rumah sakit atau tempat isolasi terpusat, karena semua tempat tidur penuh.

Saat keluarganya yang terkena COVID-19 mengalami sesak napas, dia pun kerepotan mencari tabung gas oksigen untuk membantu pernapasan. 

’Sudah muter-muter di Ungaran sampai Semarang susah sekali. Tidak ada yang jual karena stok kosong di pedagang maupun penyewa. Adapun, di online shop ada tapi harganya mahal naik dua kali lipat dari harga normal Rp 1juta,’’ kata Indah saat dihubungi, Selasa (6/7/2021).

Lantaran tidak memperoleh tabung gas oksigen sesuai yang diharapkan, ibu satu anak itu hanya membeli oksigen dalam kemasan kaleng. Itupun harus berebut dengan konsumen lain dan harganya pun juga meroket dari harga normal Rp50 ribu menjadi Rp90 ribu.

‘’Ya, gapapalah daripada keluarga tidak tertolong. Paling tidak ini bisa bertahan dengan oksigen kalengan, meski cepat habis dan beli berkali-kali,’’ ujarnya.

Kondisi serupa juga dialami Fitriawan Ginting, warga Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Dia harus keliling selama empat hari untuk mencari oksigen. Dia menyebut, ibunya yang sudah tua ternyata terpapar COVID-19. Sang ibu pun bergejala dan harus isolasi di rumah. 

Jibaku mencari oksigen ini kian bertambah sulit ketika Ginting juga harus dihadapkan dengan penyekatan-penyekatan yang dilakukan oleh para petugas gabungan di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Di Singosari, Jawa Timur pun warga harus mendatangi sejumlah agen oksigen. Salah satu warga Singosari, Hendri, mengaku mencari oksigen untuk orangtuanya yang juga terpapar COVID-19. 

Hendri, warga Singosari akhirnya bisa mendapatkan oksigen di agen yang entah kesekian, dia datangi. "Biasanya tidak sesulit ini untuk dapat tabung. Tetapi beberapa apotek sudah habis terjual dan baru dapat di sini," kata Hendri, Senin (5/7/2021). 

Oksigen menjadi kebutuhan vital di tengah pandemik COVID-19 kali ini, utamanya bagi pasien-pasien yang bergejala sesak napas.

Baca Juga: Miris, Tabung Oksigen Jadi Barang Mewah, Konsumen di Semarang Rebutan

Baca Juga: Jibaku Mencari Oksigen Medis di Kota Tangerang

Baca Juga: Stok Oksigen Pasien COVID-19 di RSUD Penajam Masih Aman

Baca Juga: Apotek di Surabaya Akui Permintaan Oksigen Portabel Naik

1. Korban berjatuhan karena oksigen habis hingga rumah sakit tak menerima pasien sesak napas untuk sementara waktu

Darurat Oksigen di Sejumlah Zona Merah COVID-19Ilustrasi seorang pasien COVID-19. (ANTARA FOTO/REUTERS/Marko Djurica)

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menjadi sorotan akhir pekan lalu. Sejumlah pasien di rumah sakit ini meninggal dan disebut terkait dengan pasokan oksigen yang sempat habis. 

Sebanyak 33 pasien di RS ini meninggal dunia pada Sabtu malam (3/7/2021) pukul 20.00 WIB hingga Minggu, (3/7/2021) pukul 07.00 WIB.

 "Yang meninggal pasca oksigen sentral habis pukul 20.00 WiB maka kami sampaikan jumlahnya 33 pasien. Namun dalam kondisi tersebut, semua pasien yang tidak tersuplai oksigen sentral maka dalam pelayanannya tetap tersuplai menggunakan suplai oksigen tabung," ungkap Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito, Rukmono Siswishanto pada Minggu (4/7/2021).

Sementara itu, Banu Hermawan selaku Kepala Bagian Hukum, Organisasi dan Humas RSUP Dr. Sardjito merinci, 33 pasien di Sardjito yang meninggal tersebut, 4 di antaranya karena oksigen sentral habis, 15 meninggal saat baru dibawa ke UGD, dan beberapa lainnya karena kondisi klinis.

"Mereka tetap tersuplai oksigen walaupun dengan oksigen tabung. Yang meninggal karena ventilator itu hanya sekitar 4 pasien," katanya.

RSUP Sardjito memang menjadi salah satu rumah sakit yang berjibaku melayani gelombang pasien COVID-19.  "Kondisi pandemik COVID-19 yang memuncak dan banyaknya pasien yang harus dirawat di rumah sakit, termasuk di RSUP Dr Sardjito, sehingga menimbulkan terjadinya kekosongan oksigen," ungkap Rukmono.

Jauh-jauh hari, Rukmono mengaku, pihaknya sebetulnya sudah melakukan sejumlah upaya untuk mengantisipasi kelangkaan oksigen. Salah satunya adalah menambah supplier oksigen. Namun, pada Sabtu, 3 Juli 2021 pagi, oksigen cair mulai menipis lantaran jumlah pasien yang makin banyak.

Kendala keterbatasan oksigen juga dialami Rumah Sakit Al Islam Bandung. Bahkan rumah sakit ini memilih untuk tidak menerima pasien dengan gejala sesak napas, untuk semantara waktu. Pengumuman itu disampaikan sejak Minggu (4/7/2021). 

Direktur Utama RS Al Islam dr Muhammad Iqbal mengatakan, saat ini masih banyak pasien dirawat dengan keluhan sesak napas yang sama. Karena khawatir ketika ada pasien baru tidak tertangani, maka RS Al Islam pun sementara menutup untuk pelayanan baru bagi pasien serupa.

"Jadi ada pasien dengan ventilator, banyak yang memerlukan oksigen. Jangan sampai mereka tidak terbantu," ujar Iqbal. 

BIasanya, kata Iqbal, produsen mengirim oksigen sehari bisa tiga kali. Namun, karena kebutuhan oksigen di berbagai tempat tinggi dalam dua hingga tiga hari ke belakang suplai oksigen bermasalah.

Selain RS Al Islam, ada tiga rumah sakit lainnya yang juga tidak menerima pasien sesak napas, untuk sementara waktu. Mereka adalah RS Keluarga, ibu dan anak (RSKIA), serta RSUD Bandung.

Baca Juga: RSUP Dr. Sardjito Kehabisan Oksigen, Ini Penjelasan Dirut

Baca Juga: Keluh Kesah Wali Kota Bandung dan Dirut Rumah Sakit Mencari Oksigen 

2. Pengelola rumah sakit juga berjibaku mencari oksigen

Darurat Oksigen di Sejumlah Zona Merah COVID-19Ilustrasi ruang isolasi. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Rumah sakit rujukan pasien COVID-19 pun juga harus ikut berjibaku mencari oksigen. Pengelola RS Al Islam, kata Iqbal, bahkan sampai harus mencari sendiri oksigen dengan mendatangi langsung produsen.

"Sekarang tidak dikirim, tetapi harus bawa sendiri, mencari sendiri," ungkap Iqbal.

Hal sama juga dilakukan pengelola RSUD Sleman, DIY.  Lonjakan pasien, memaksa pengelola RSUD mencari sendiri pasokan oksigen. Direktur Utama RSUD Sleman, Cahya Purnama, mengungkapkan kebutuhan oksigen selama lonjakan kasus COVID-19 meningkat hingga 250 persen.

"Oksigen harian kondisi normal itu membutuhkan satu harinya itu sekitar 40 tabung oksigen, tapi pada lonjakan COVID-19 ini kita bisa butuh sampai dengan 90-100 tabung," ungkapnya pada Senin (28/6/2021).

Dia menjelaskan, stok oksigen bersifat harian. Di mana meskipun hari ini bisa dikatakan aman, namun belum bisa dipastikan besok stok oksigen akan aman lagi.

Dia pun meminta tim sarana dan penunjang RSUD untuk selalu mencari sumber-sumber yang menyediakan oksigen. "Jadi, setiap hari kita selalu keliling untuk mencari oksigen, untuk menambahi kekurangan tadi," katanya.

RSUD Banten bahkan sampai meminta bantuan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten untuk mempermudah akses kebutuhan oksigen. Petugas kesehatan RSUD Banten Hadi mengaku saat ini kebutuhan oksigen di rumah sakit cukup tinggi, sejak adanya lonjakan kasus COVID-19 di wilayah Provinsi Banten.

"Kebutuhan per harinya 50 tabung (Pasca adanya lonjakan), dibagi untuk beberapa ruangan, baik pasien Covid dan umum," kata Hadi saat dikonfirmasi, Rabu (7/7/2021).

Untuk mengatasi kebutuhan pasokan oksigen ini, kata Hadi, pengelola RSUD harus berkoordinasi dengan supplier oksigen sebab rumah sakit lainnya juga membutuhkan pasokan oksigen.

Karena tingginya permintaan oksigen dari berbagai rumah sakit yang mengalami lonjakan pasien, suplai oksigen tidak bisa cepat. 

Sementara itu, koordinator di bidang intelejen Kejati Banten M Yusuf sudah menerima  laporan bahwa kebutuhan oksigen di RSUD Banten semakin menipis, sehingga Kejati langsung bergerak untuk membantu suplai oksigen.

"Kita melakukan koordinasi dengan cepat dengan penyedia dalam hal ini PT KS, yang bersedia melakukan pelayanan refill isi ulang tabung oksigen," katanya.

Yusuf menambahkan, stok menipis tak hanya dialami RSUD Banten, tapi juga sejumlah rumah sakit di Tangerang dan Pandeglang.  "Termasuk RS Tangerang dan Pandeglang yang sedang membutuhkan oksigen kita akan bantu, " tambahnya.

Baca Juga: 33 Pasien di RSUP Dr. Sardjito Meninggal Setelah Oksigen Sentral Habis

Baca Juga: Cerita Dirut RSUD Sleman, Setiap Hari Harus Keliling Cari Oksigen

3. Stok menipis, harga oksigen pun melambung tinggi. Siapa yang "permainkan" harga?

Darurat Oksigen di Sejumlah Zona Merah COVID-19Ilustrasi tabung oksigen medis. (ANTARA FOTO/Novrian Arbi).

Stok oksigen yang kian menipis tak hanya dikeluhkan pengelola rumah sakit dan warga semata, tapi juga pedagang dan penyewa tabung. Tingginya permintaan dari konsumen berdampak pada pasokan dan stok tabung oksigen, sehingga membuat pedagang menutup usahanya. 

Seperti yang dialami Aris Saputra, pemilik toko alat kesehatan dan persewaan tabung gas oksigen di Ketileng, Kota Semarang ini memutuskan menutup usahanya, sementara waktu. Sebab, banyak konsumen datang dan menghubungi hanya untuk mencari tabung gas oksigen. Sedangkan, hingga saat ini tidak ada stok maupun pasokan dari pabrik oksigen.

‘’Sudah dua minggu sejak terjadi lonjakan kasus COVID-19 banyak konsumen yang mencari dan ingin menyewa tabung gas oksigen. Namun, sayangnya di tempat kami sedang kosong,’’ ungkapnya saat dihubungi IDN Times, Senin (5/7/2021).

Menurut dia, stok oksigen di pedagang kosong sebab pabrik lebih memprioritaskan pasokan ke rumah sakit yang menangani pasien COVID-19.

Tidak hanya toko alat kesehatan, produsen tabung gas oksigen CV Surya Medika di Ngaliyan Semarang juga menutup sementara alias tidak melayani permintaan komoditas tersebut dari konsumen.

Salah satu karyawan yang enggan disebut namanya mengaku, produksi mereka sudah tutup sejak seminggu lalu. Kondisi tersebut lantaran tidak adanya pasokan gas oksigen.

‘’Permintaan banyak sekali, tapi stok gas oksigen tidak ada. Jadi ya tutup sementara,’’ katanya singkat saat dihubungi IDN Times.

Stok oksigen yang kian menipis dikeluhkan juga oleh pedagang di Lampung. Permintaan yang tinggi membuat sejumlah agen kewalahan. Hukum pasar pun berlaku, harga oksigen melambung tinggi. 

"Kalau biasanya harga Rp750 ribu, sekarang harga tabung bisa tembus Rp2 juta. Bisa dikatakan, sekarang ini ada harga tapi barang gak ada," ujar Samsul, salah satu agen isi ulang oksigen, di Jalan Tamin, Kecamatan Tanjungkarang Barat, Kota Bandar Lampung, Minggu (4/7/2021).

Di Kota Medan, oksigen kian sulit didapat dalam 3 pekan terakhir. Salah seorang pegawai toko alat kesehatan yang tak jauh dari RSUP Haji Adam Malik mengungkap, tabung gas yang dulu biasa dia jual Rp1 juta, kini sudah melambung hingga Rp2 juta per tabung.

"Kalau tabungnya saja Rp1,5 juta ukuran 1 meter kubik (10kg), besok sudah beda lagi harganya. Karena regulatornya saja dijual Rp650 ribu" kata pegawai yang tak disebutkan namanya itu.

Ia mengakui harga sebelumnya dijual hanya Rp900 ribuan dan saat ini mencapai hingga Rp2 juta. "Itu pun barangnya tinggal satu. Gak ada barang, jadi gimanalah," jelasnya.

Sementara untuk tarif oksigen di tempat pengisian (depot oksigen) Jalan Malaka Medan, tak mengalami kenaikan harga. "Isinya Rp50 ribu dengan ukuran kecil tanpa tabung. Harga dari mulai Rp50 ribu sampai Rp80 ribu," ucap salah seorang pemilik (87) yang tak ingin menyebutkan namanya.

Dia memilih tidak menaikkan harga karena oksigen diperlukan orang sakit. "Kadang-kadang gak ada uang pun, kita bantu (gak pakai uang) datang gitu saja," ungkapnya.

Terpisah, Kepala  Kantor Wilayah I Komisi Pemantau Persaingan Usaha (KPPU) Ramli Smanjuntak menyebut, kondisi ketersediaan oksigen sejauh ini aman. Aneka Gas Industri menjadi salah satu produsen gas terbesar yang memasok rumah sakit.

“Tadi saya diskusi langsung dengan manajemennya, untuk pasokannya tersedia dan sangat mencukupi. Harga ini masih normal,” kata Ramli, Senin (5/7/2021).

Perubahan harga justru terjadi pada tingkat pangkalan atau agen. Para distributor yang membeli dari produsen kemudian menyortirnya ke tabung yang lebih kecil dengan ukuran satu meter kubik.

“Harganya bisa mencapai sekitar 40 ribu. Itu memang ada disparitas. Tapi mungkin karena ada biaya transportasi dan lainnya sehingga harganya berbeda,” ujar Ramli.

Ramli mengaku, pihaknya siap menindak para pengusaha yang nakal memainkan harga.

Baca Juga: Permintaan Oksigen di Lampung Meningkat, Stok Tabung di Agen Minim

Baca Juga: Kehabisan Oksigen, RS Al Islam Tak Terima Pasien Sesak Napas

Baca Juga: Stok Oksigen di Medan Hingga Sumut Cukup, Tabungnya Langka

4. Menagih janji pemerintah untuk memperlancar dan mempermudah pasokan oksigen

Darurat Oksigen di Sejumlah Zona Merah COVID-19Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Dok. Humas KPK)

Pada 25 Juni 2021, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sempat memastikan persediaan tabung oksigen di rumah sakit masih cukup, meski ada lonjakan pasien COVID-19 di sejumlah daerah, terutama di Pulau Jawa. 

"Kita memiliki kapasitas produksi oksigen di Indonesia itu sebagian besar 75 persen untuk penjualan industri dan 25 persen untuk penjualan medis," kata dia dalam YouTube Kemenkes RI.

Budi membeberkan saat ini terdapat empat pabrik tabung oksigen berada di Jawa Barat, satu pabrik di Jawa Tengah, dan empat pabrik di Jawa Timur.

"Jika di Jawa Tengah terdapat kelangkaan tabung oksigen, maka pasokan dari Jawa Barat dan Jawa Timur akan mengompensasi pemenuhan kebutuhan tersebut," ujarnya.

Pemerintah nampaknya masih harus kerja ekstra keras lagi untuk memastikan pasokan oksigen tersebut. Hingga awal Juli 2021, kelangkaan oksigen masih saja terjadi. 

Kepala Dinas Kota (DKK) Kota Solo, Siti Wahyuningsih (Ning) bahkan mempertanyakan janji Menkes Budi tersebut. Ning mengaku telah menghubungi Menteri Kesehatan (Menkes) untuk meminta bantuan oksigen untuk Kota Solo, dan Menkes sendiri telah berjanji untuk mengirimkan bantuan oksigen di Kota Solo.

Namun, hingga saat ini Ning justru mempertanyakan bantuan tersebut. Ia bahkan belum menerima bantuan 5 ton oksigen dari pemerintah pusat.

"Endi lha endi barange, pokoke barange ndang teko kene (red: Mana barangnya, pokoknya barangnya belum sampai sini)," ungkap Ning saat ditemui Senin (5/7/21).

Oksigen masih menjadi kendala utama di Kota Solo. Menurutnya, banyak rumah sakit yang mulai kehabisan stok oksigen selama melonjaknya kasus COVID-19 di Kota Solo.

"Ini sangat menjadi kendala, ini kita mohon dengan sangat yang pihak berwenang untuk pasokan oksigen bisa lancar," ujarnya.

Harapan agar pemerintah segera turun tangan diungkap Direktur Utama RS Al Islam Muhammad Iqbal. Selama ini, kata dia, RS Al Islam sudah coba menyampaikan hal ini ke pihak terkait, tapi hasilnya belum optimal.

Saat ini RS Al Islam sedang merawat 120 pasien COVID-19. Jumlah ini sudah melebihi kapasitas tempat tidur pasien yang hanya ada 107. Alhasil ada beberapa pasien yang harus berada di luar kamar dan mengantri untuk mendapat kamar.

"Yang di luar ini ada juga yang butuh tabung oksigen. Kalau yang di dalam kan sudah ada oksigennya," kata dia.

Baca Juga: Suplai Oksigen Jadi Masalah, Rumah Sakit Minta Pemerintah Turun Tangan

5. Pemerintah minta pabrik suplai oksigen ke rumah sakit

Darurat Oksigen di Sejumlah Zona Merah COVID-19Sejumlah warga antre untuk mengisi ulang tabung gas oksigen di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu, 3 Juli 2021 (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Pemerintah pusat maupun provinsi pun sudah meminta pabrik untuk ikut membantu memenuhi kebutuhan oksigen medis. Salah satunya PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) di Sumatra Selatan. 

"Oksigen ini hanya produk sampingan, karena selama ini udara terdiri dari N2 (Nitrogen) dan O2 (Oksigen) dan kita hanya membutuhkan N2 saja untuk kebutuhan operasional pabrik. Lalu oksigennya sebagai produk samping dialihkan sebagai bantuan ke RS," ungkap VP Lingkungan Hidup PT Pusri, Yusman Arullah kepada IDN Times, Selasa (6/7/2021).

Menurut Yusman, meski Pusri menjadi perusahaan penyedia pupuk, namun pihaknya juga memproduksi oksigen cair. Oksigen tersebut biasanya disalurkan ke Rumah Sakit Graha Pusri Medika (GPM). 

"Pada prinsipnya kalau ada yang minta bantuan kami siap memfasilitasi. Tergantung kecepatan produksi N2, karena O2 ini tidak menjadi produk utama kita. Jadi ibaratnya kalau produksi N2 banyak, oksigennya akan banyak. Kalau N2 dibutuhkan sedikit oksigen ikut sedikit," jelas dia.

Yusman menambahkan, Pusri mengoperasikan dua unit Air Separation Plant (ASP) untuk memisahkan nitrogen dan oksigen. Dalam produksi harian, oksigen yang dihasilkan mencapai 4.000 hingga 5.000 liter per hari. Jumlah oksigen tersebut bisa saja meningkat mencapai 5.300 liter per hari, tergantung kebutuhan N2 yang dihasilkan dalam satu hari.

Di Pulau Jawa, PT PGN Tbk bersama stakeholder produsen juga menyalurkan bantuan ke rumah sakit (RS) di Jawa Tengah dan DIY. Bantuan itu berupa oksigen medis dan tabung penyimpanan oksigen.

Pertagas-- sebagai salah satu stakeholder yang terlibat--membentuk Tim Tanggap Darurat Bantuan Oksigen guna persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring menyerahkan bantuan ke wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Untuk di Jawa Tengah, total 14,8 ton oksigen diserahkan di RSUD Loekmono Hadi, RSUD Dr R Soedjati Soemodiardjo, RSUD RAA Soewondo, dan RSUD Dr Soetrasno.

Sedangkan di Yogyakarta, total bantuan sebanyak 15,1 ton oksigen diserahkan di RSUD PAU Hardjolukito, RS Panti Rapih, PKU Muhammadiyah Yogyakarta, RSUD Bantul, RS PKU Bantul, dan RS PKU Gamping.

Sekretaris Perusahaan PGN, Rachmat Hutama mengungkapkan, bahwa Subholding Gas Grup berupaya mengerahkan kapasitas yang dimiliki untuk turut membantu upaya peningkatan suplai oksigen medis.

‘’Ini kami lakukan atas imbauan dari Holding Pertamina, bantuan oksigen diserahkan karena meningkatnya kasus COVID-19 di Operation East Region yang mencakup Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur,’’ katanya. 

Direktur Utama PT Migas Hulu Jabar (MUJ) Begin Troys mengatakan, perusahaan sudah memulai mendistribusikan bantuan tabung oksigen ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB). MUJ yang merupakan BUMD Jabar telah bersinergi dengan PT Krakatau Steel membantu pemenuhan oksigen di Jabar.

“Dari mitigasi ini permintaan diprediksi terus meningkat, sehingga  kita masih akan memaksimalkan dengan sumber daya yang ada dengan menjaga manajemen logistik oksigen ini. Karena dari ketersediaan, Insya Allah kita bersama PT Krakatau Steel grup bisa menyediakan 150 tabung sehari,” katanya.

Baca Juga: BUMN Ramai-ramai Pasok Oksigen ke Rumah Sakit

Baca Juga: Produksi 5.000 Liter Oksigen Per Hari, Pusri Siap Suplai Rumah Sakit

Baca Juga: Situasi Darurat, PGN Pasok 29,9 Ton Oksigen di Jateng dan DIY 

6. Persediaan oksigen di beberapa daerah dan rumah sakit masih aman

Darurat Oksigen di Sejumlah Zona Merah COVID-19Ilustrasi Tenaga Medis. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Kelangkaan oksigen ini tidak merata. Beberapa daerah, stok oksigen masih aman. 

Di Serang, misalnya. Salah satu pemilik jasa sewa dan isi ulang oksigen di Serang, Sabrawi, mengakui bahwa permintaan terus naik per hari. Meski demikian, stok oksigen masih aman.

"Isi ulang? masih ada untuk medis. Untuk tabung oksigen sewaan juga ada mau ukuran besar maupun yang kecil," kata Sabrawi, pemilik jasa sewa dan isi ulang oksigen pada Senin (5/7/2021).

Dikonfirmasi terpisah, Humas RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Serang, Khoirul Anam mengatakan, lonjakan kasus harian terkonfirmasi COVID-19 menyebabkan keterisian tempat tidur bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit juga telah terisi penuh. Meski begitu, stok oksigen di rumah sakit milik Pemkab Serang ini masih aman.

"Rumah sakit pakai oksigen cair, jadi aman gak pakai tabung," katanya.

Hal serupa juga terjadi di Balikpapan, pasokan tabung oksigen tak hanya disalurkan ke sejumlah rumah sakit rujukan COVID-19 saja, tapi juga dua pusat isolasi, yakni Embarkasi Haji Batakan dan Hotel Grand Tiga Mustika. 

Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Andi Sri Juliarty mengungkapkan, dua pusat isolasi ini mesti memiliki antisipasi tabung oksigen. Pasalnya bisa jadi kondisi pasien semakin berat, sedangkan rumah sakit saat itu sedang penuh. 

"Makanya tim medis di embarkasi misalnya, harus bisa merawat. Di tiap tempat isolasi ada tim medis yang memantau jika pasien membutuhkan oksigen," jelas Dio, sapaan Andi Sri Juliarty, Selasa (6/7/21). 

Pasokan oksigen di RSD Mangusada dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Bali juga aman. Direktur RSD Mangusada, I Ketut Japa, mengungkapkan bahwa saat ini RSD Mangusada sedang merawat 16 orang pasien gejala berat COVID-19. Adapun tempat tidur yang tersisa adalah sebanyak 41 bed.

“Nah mengenai tabung oksigen itu kami sangat-sangat mencukupi. Tapi kalau lihat dari tren kenaikan pasien COVID-19 di Bali khususnya, di Badung itu memang naik. Tapi naiknya tidak terlalu tajam,” kata dia, saat dihubungi IDN Times melalui sambungan telepon. 

Jika nantinya terjadi lonjakan yang tinggi, RSD Mangusada telah menyiapkan tambahan tempat tidur buka tutup di Ruang Jangger.

“Mudah-mudahan tidak terjadi lonjakan kasus. Tapi kalau PPKM darurat ini diterapkan sebaik-baiknya, artinya pukul 20.00 Wita sudah tidak ada aktivitas lagi. Kemudian orang berkumpul tidak ada. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti di Jawa,” jelasnya.

Hal senada juga diungkap Direktur Utama RSUP Sanglah, dr I Wayan Sudana. “Ketersediaan O2 cukup. Sehingga tentunya untuk masyarakat yang ada di Bali, terutama yang menggunakan fasilitas di Rumah Sakit Sanglah tidak perlu khawatir. Tidak perlu cemas,” ucapnya.

Pengelola rumah sakit sudah menerapkan perencanaan ketersediaan oksigen dan memonitoring distribusi dan produksinya, serta berkomunikasi dengan vendor.

Terlepas dari lonjakan kasus COVID-19 yang tajam di Jawa Timur, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di sana, memastikan stok oksigen di rumah-rumah sakit rujukan COVID-19 masih aman alias tersedia. Meski begitu, PERSI Jatim meminta produsen tetap bersiap jika ada lonjakan permintaan oksigen.

Ketua PERSI Jatim,  Dodo Anondo mengaku sudah menggelar rapat dengan sejumlah stakeholder untuk mengantisipasi kelangkaan oksigen. Salah satunya yaitu Ditreskrimsus Polda Jatim. Dia membeberkan kalau kepolisian menginstruksikan produsen agar siap 24 jam mengirimkan pasokan oksigen ke rumah-rumah sakit rujukan.

"Saya juga menambahkan pesan beliau ke produsen, biar produsen itu betul-betul siap 24 jam, pukul berapa pun mereka harus bisa nambah," kata dia.

Tak hanya produsen, dr. Dodo juga meminta rumah sakit untuk terus berkoordinasi dan mengabarkan ketersediaan oksigennya. Apabila banyak tabung yang sudah kosong, rumah sakit diminta segera menyiapkannya supaya cepat diambil distributor.

"Sekarang yang pakai tabung benar-benar harus lapor berapa jumlah yang diperlukan, kemudian tabung kosong harus dipersiapkan sehingga distributor oksigen ini bisa cepat ngambil, cepat ganti yang baru," tegasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Penanggung Jawab Kefarmasian Rumah Sakit Lapangan Indrapura (RSLI) Surabaya, Halim Priyahau Jaya memastikan stok oksigen di tempatnya masih aman. Pengisian yang dilakukan oleh produsen juga lancar.

Baca Juga: Harga Sempat Naik, Suplai Oksigen di Balikpapan Masih Aman

7. Panic buying jadi salah satu penyebab kelangkaan oksigen, Satgas COVID-19: OTG tidak perlu menimbun oksigen~

Darurat Oksigen di Sejumlah Zona Merah COVID-19ilustrasi pasien yang dinyatakan sembuh dari COVID-19 (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Salah satu fenomena yang disorot dalam kelangkaan oksigen di sejumlah wilayah adalah  panic buying di masyarakat. "Seperti dulu, zamannya (panic buying) masker," kata Kepala Dinas Kota (DKK) Kota Solo, Siti Wahyuningsih (Ning). 

Siti pun meminta warga yang memang tidak terlalu membutuhkan untuk tidak memborong oksigen. "Apalagi nanti terjadi permainan mau dijual lebih mahal, janganlah.  Ini situasinya darurat dan kita harus menyelamatkan nyawa jadi mana yang lebih utama dulu," kata Ning.

Kendati oksigen dijual bebas, Ning menegaskan, penggunaan oksigen harus sesuai dengan anjuran dokter. "Oksigen itu kan terapi medis ya, jadi ya pengunaan harus diawasi oleh medis," tambahnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan sekaligus juru bicara Satgas COVID-19 Balikpapan Andi Sri Juliarty menegaskan, sebenarnya untuk orang tanpa gejala (OTG) atau dengan gejala ringan tidak perlu bantuan oksigen. Sehingga, dia meminta agar masyarakat tidak panik membeli oksigen sendiri.

"Karena pemakaian juga atas indikasi dan instruksi dari dokter," katanya. 

Ia mengungkapkan, bagi masyarakat yang melakukan isolasi mandiri di rumah, sebaiknya memiliki pulse oximeter atau alat untuk mengukur kadar oksigen darah. 

"Ini alat yang dipasang di jari. Untuk mengetahui kadar oksigen dalam darah. Standarnya minimal 95 persen. Jika di bawah itu silakan melaporkan kepada tim pemantau isolasi mandiri dari puskesmas terdekat," jelas Dio. 

Ia menegaskan, bagi warga yang melakukan isolasi mandiri wajib melaporkan kepada ketua RT maupun Puskesmas wilayahnya. Jangan sampai melakukan isolasi mandiri tanpa diketahui oleh siapa-siapa. 

"Kemudian jika ada keluhan sesak napas dan saturasi oksigen di bawah 95 persen, maka tim pemantau dari puskesmas yang akan menuju ke rumah sakit untuk mendapatkan terapi oksigen," terangnya.

Jadi, kamu yang melaksanakan isolasi mandiri dan tanpa gejala, tidak perlu ikut-ikut latah membeli tabung oksigen ya. 

Baca Juga: Harga Sempat Naik, Suplai Oksigen di Balikpapan Masih Aman

Baca Juga: Produksi 5.000 Liter Oksigen Per Hari, Pusri Siap Suplai Rumah Sakit

Baca Juga: Situasi Darurat, PGN Pasok 29,9 Ton Oksigen di Jateng dan DIY 

Tulisan ini merupakan hasil kolaborasi hyperlocals IDN Times.

Penulis: Muhammad Iqbal, Fatmawati, Rangga Efrizal, Khaerul Anwar, Prayugo Utomo, Anggun Puspitoningrum, Indah Permatasari, Ayu Afria Ulita Ermalia, Siti Umaiyah, Debbie Sutrisno, Tama Wiguna, Alfi Ramadana, Azzis Zulkhairil.

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya