Impian Sepur untuk Pelosok Negeri

Reaktivasi jalur KA yang mati suri, mungkinkah?

Serang, IDN Times - “Sedih, prihatin,” kata Bupati Pandeglang, Irna Narulita pada 10 Oktober lalu. Emosi itu dia ungkap sembari membagikan informasi bahwa reaktivasi jalur kereta api di Pandeglang lintas Rangkasbitung-Labuan kembali tertunda.

Wacana reaktivasi jalur KA Rangkasbitung-Labuan sudah muncul sejak 2017, namun terus tak kunjung terlaksana. Irna pun mengingatkan kembali, betapa ketimpangan antara wilayah utara dan selatan Banten masih begitu menganga.

“Harusnya Pandeglang bisa setara dengan Tangerang jika konektivitas wilayahnya terbangun Tol Serpan (Serang-Pandeglang), reaktivasi kereta api (KA) dan bandara Banten selatan," kata dia.

Irna berharap, reaktivasi jalur ini bisa benar-benar digarap serius oleh pemerintah pada tahun 2025. "Kami sudah usulkan melalui Pak Pj Gubernur (Al Muktabar) agar dikawal untuk kesejahteraan masyarakat Pandeglang dan Banten selatan," ungkap Irna.

Impian adanya jalur KA aktif di Pandeglang itu juga diungkap warga bernama Ruli. Pemuda 27 tahun ini menilai, reaktivasi itu bisa langsung mengoneksikan warga di Pandeglang dengan wilayah perkotaan yang lebih maju-- seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek)--melalui moda transportasi kereta api (KA).

"Ya kalau sudah ada kereta mah kan enak yah. Orang dagang harus ambil dagangan bisa naik kereta aja, pasti lebih murah jadi lebih mudah buat jalan-jalan, juga yah ke Jakarta," kata Ruli yang juga warga Nanggerang, Keroncong itu.

Jika jalur KA peninggalan kolonial Belanda tersebut hidup kembali, kata Ruli, orang-orang Pandeglang akan punya banyak pilihan transportasi untuk ke Jakarta. "Ya inginnya kayak di Rangkasbitung yah. Ada saudara di sana, kerja di Jakarta jadi bisa pulang-pergi. Gak perlu ngontrak di Jakarta," kata dia.

Ruli mengaku, stasiun terdekat yang ia bisa datangi jika jalur KA nonaktif tersebut beroperasi kembali adalah stasiun Kadomas. "Kalau hidup enak banget yah, Kadomas dekat dengan terminal Kadubanen," ungkapnya.

Impian memiliki jalur KA ini pun bermunculan dari pelosok negeri. Di tengah gegap gempita KA cepat Jakarta-Bandung Whoosh, MRT (Mass Rapid Transit/Moda Raya Terpadu), dan LRT (Light Rail Transit/Lintas Rel Terpadu), harapan untuk reaktivasi jalur KA yang lama mati suri pun bermunculan.  

Baca Juga: Setengah Hati Reaktivasi Jalur KA di Banten

Baca Juga: Reaktivasi Jalur KA Pandeglang Tertunda, Bupati Irna Sedih Kecewa

Potensi jalur-jalur KA peninggalan Hindia Belanda

Impian Sepur untuk Pelosok NegeriTimeline pembangunan jalur KA di Era Hindia Belanda (IDN Times/M Shakti)

Jika ingin membangun transportasi KA di pelosok negeri, pemerintah sebetulnya sudah punya modal awal berupa jalur-jalur KA peninggalan Hindia Belanda di sejumlah daerah. Jalur-jalur tersebut kini sebagian besar kini mati suri. 

Salah satunya, jalur KA Rangkasbitung-Labuan. Jalur ini merupakan peninggalan perusahaan perkeretaapian kolonial Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS) dan nonaktif pada masa Orde Baru tahu 1984. 

Sejarah pendirian jalur KA ini terangkum di tiga buku, yakni Mosaik Perjuangan Kereta Api Perusahaan Kereta Api, Bandung 1995; Boekoe Peringatan dari Staatsspoor & Tramwegen Hindia Belanda 1875-1925; dan Topografische Inrichting Weltevreden, 1925. 

Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pandeglang--selain Stasiun Rangkasbitung-- ada 14 stasiun kereta api yang pernah ramai saat jalur KA ini di masa kejayaannya. Stasiun-stasiun itu meliputi Stasiun Pandeglang kode PDG, Stasiun Cibiuk Kecamatan Banjar kode CBI, Stasiun Cimenyan kode CMY, Stasiun Kadukacang Kecamatan Cipeucang kode KDK, Stasiun Sekong Kecamatan Saketi kode SE, Stasiun Cipeucang Kecamatan Cipeucang kode CPG, Stasiun Cikaduwen Kecamatan Saketi kode CWN, dan Stasiun Saketi kode STI.

Lalu Stasiun Sodong Kecamatan Saketi kode SOG, Stasiun Kenanga Kecamatan Menes kode KNA, Stasiun Menes kode MNS, Stasiun Babakanlor Kecamatan Cikedal kode BBR, Stasiun Kalumpang kode KAL, terakhir Stasiun Labuan kode LBN.

Dalam dekade 1950 sampai 1960 akhir, lalu lintas ini cukup ramai. Dalam sehari, ada lima pergerakan kereta penumpang dan barang, pulang pergi. 

Hingga kemudian di awal tahun 1980-an, jalur ini mulai kehilangan gairah. Pemerintah Orde Baru kemudian menutup jalur ini pada 1984 karena kalah bersaing dengan moda transportasi massal lainnya.

Kini, jalur KA ini sudah tidak lagi beroperasi. Sebagian besar stasiun beralih fungsi menjadi rumah, gudang, dan sebagainya.

Nurcahyo Mukardi--akademisi yang dilibatkan dalam proyek reaktivasi jalur KA nonaktif Rangkasbitung-Labuan dan Saketi-Bayah-- mengungkap bahwa jalur bersejarah tersebut sudah siap secara Amdal sejak tahun 2018.

Khusus pada jalur KA Rangkasbitung-Labuan, railbed atau jalur rel dianggap masih sangat mumpuni untuk kembali diaktifkan. Apalagi bentuk railbed dan bekas-bekas jalur tersebut masih jelas sehingga tidak perlu lagi merancang jalur. 

"Lahan yang dimiliki dari zaman Belanda itu sudah dinyatakan cukup, untuk pembebasan lahan dalam arti tanah baru diakuisisi itu tidak ada, yang ada menertibkan kembali lahan sudah dari pemukiman berdiri di atasnya," kata Nurcahyo kepada IDN Times. 

Staf pengajar Politeknik Negeri Bandung pada Departemen Teknik Kimia ini mengungkapkan, sebetulnya tak ada kesulitan jika nantinya proyek fisik dilakukan. Hanya saja, ada beberapa titik jalur yang kini menjadi jalan raya di wilayah Rangkasbitung.

Selain di Banten, Yogyakarta pun ada jalur KA yang berpotensi bisa direaktivasi, yakni Jalur Yogyakarta-Palbapang. Jalur tersebut dibuka 21 Mei 1895 dan ditutup pada pertengahan 1980-an.

Peneliti Senior Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (Pustral UGM) Arif Wismadi menilai, reaktivasi sejumlah jalur kereta api menjadi hal penting. Selain menambah pilihan moda transportasi, kereta api juga dinilai lebih ramah lingkungan.

Arif menilai, jalur kereta Yogyakarta-Palbapang potensial untuk diaktifkan lagi. Jika ada pengaktifan kembali jalur tersebut, masyarakat memiliki opsi mobilitas yang lebih lestari atau ramah lingkungan. Pengaktifan jalur tersebut, juga bisa membuka peluang Transit Oriented Development (TOD) atau Pengembangan tata kota yang terintegrasi.

Tidak hanya jalur tersebut, Arif menyebut, jalur Yogyakarta-Semarang juga perlu dipertimbangkan. "Jogja-Semarang juga perlu dipertimbangkan untuk alternatif akses selain moda jalan," ungkap Wakil Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.

Secara umum, menurut Arif, untuk jalur kereta api yang perlu dilakukan reaktivasi yaitu wilayah yang sudah mendekati titik jenuh moda jalan, seperti halnya di Jawa bisa dihidupkan lagi konektivitas Joglosemar. "Bahkan saat tol sudah terbangun, opsi kereta api yang lebih ramah lingkungan seyogyanya disediakan," ujar dia.

Emisi moda KA paling rendah, bahkan bisa lebih rendah 84 persen dibandingkan moda lain, sehingga moda KA perlu diprioritaskan.

"Reaktivasi tidak semata-mata intervensi transportasi, tapi harus terintegrasi dengan pengembangan wilayah," kata Arif.

Tak hanya soal moda transportasi, jalur KA juga potensi wilayah dan ekonomi baru

Impian Sepur untuk Pelosok NegeriIlustrasi kereta api lokal tujuan Padalarang melintas di Viaduct, Bandung, Jawa Barat. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Baca Juga: Reaktivasi Jalur Kereta Bekas Belanda di Jabar Harus Dilakukan

Di Jawa Barat, ada empat jalur KA yang diwacanakan akan direaktivasi pemerintah pusat. Keempat jalur KA itu adalah Banjar-Cijulang-Pangandaran-Parigi;  Garut-Cikajang; Cikudapateuh Bandung-Banjaran-Ciwidey; dan terakhir Rancaekek-Tanjungsari.

Pengamat transportasi dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menilai, reaktivasi empat jalur itu cukup mendesak dengan kondisi kemacetan yang terjadi sekarang ini. "Di sisi lain kondisi wisata juga harus dikembangkan. Reaktivasi perlu dilakukan, apalagi sekarang semangat kita menekan polusi udara," kata Yayat pada Kamis, 12 Oktober 2023. 

Dia pun mendorong agar pemerintah pusat dan provinsi turut mengkaji kembali soal hal ini.

"Sekarang kondisi jalan macet, kereta api bisa menjadi pilihan, betul. Apakah dibuat kereta api wisata atau sebagainya. Itu bisa menjadi pilihan. Sekarang sudah macet di mana-mana," ujarnya

Selain itu, reaktivasi juga akan mendorong perkembangan wilayah atau ekonomi yang baru. Misalnya, kata dia, Ciwidey. Wilayah ini merupakan salah satu objek wisata yang bisa menjadi magnet masyarakat untuk datang langsung menggunakan KA. 

"Kereta nantinya bisa disesuaikan apakah perintis dan lainnya. Ini akan mengembangkan wilayah, membangun pariwisata, mendorong pertumbuhan ekonomi," ucap Yayat.

Reaktivasi juga dinilai akan membuat tatanan daerah semakin baik dan lebih berkembang. Jika masyarakat masih belum bisa sepenuhnya pindah menggunakan transportasi umum lainnya, kereta api seharusnya jadi salah satu solusi menyelesaikan kemacetan.

"Reaktivasi juga akan menghidupkan stasiun-stasiun. Kemudian penataan wilayah, jadi bagian dari strategi. Jadi bukan sekadar reaktivasi, bukan sekadar dibangun dan sudah selesai," ucapnya.

Hal yang terpenting dari reaktivasi jalur kereta lama, kata Yayat, ialah adanya penghematan pengeluaran masyarakat. Jika empat jalur ini diaktifkan kembali, maka masyarakat Garut yang bekerja di Kota Bandung misalnya, tidak perlu menetap di indekos.

Nantinya, masyarakat bisa melakoni perjalanan pulang dan pergi menggunakan kereta sehingga dari segi ekonomi akan sangat murah dan mudah.

Pertimbangan ekonomi juga muncul di tengah wacana reaktivasi jalur KA di Pulau Madura, Jawa Timur. Program reaktivasi rel kereta api itu dinilai sangat rasional dan efektif untuk menghubungkan empat kabupaten di Madura, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.

"Selama ini problem utama di Madura salah satunya adalah kemacetan di Bangkalan dan Sampang. Jadi perlu alternatif," ujar Koordinator BEM Sumenep, Nur.

Menurut Nur, reaktivasi dapat menumbuhkan ekonomi di Madura. Selain sektor pertanian dan peternakan, potensi pariwisata di Madura juga akan terangkat karena akses di empat kabupaten itu menjadi lebih mudah.

"Harapannya transportasi bisa efektif dan membantu ekonomi di Madura, termasuk sektor pariwisata dan lain-lain. Karena itu harus direalisasikan secepatnya," jelasnya.

Wacana reaktivasi jalur KA ini bermula dari usulan Bupati Sumenep Achmad Fauzi. Para mahasiswa kemudian membuat kajian mengenai potensi pengaktifan jalur KA ini. Nantinya, kata Nur, hasil kajian tersebut akan dikirimkan ke pemerintah pusat untuk dijadikan bahan pertimbangan.

Dia juga mengapresiasi usulan itu, karena akan mempermudah akses bagi mahasiswa di Madura yang akan kuliah ke Surabaya dan sekitarnya. Usulan itu dinilai sangat memperhatikan aspirasi mahasiswa di Madura yang selama ini menginginkan akses transportasi cepat dan murah.

"Itu sudah menjadi keinginan masyarakat Madura dan teman-teman mahasiswa, kalau kuliah di luar Madura dan di kereta lebih efektif nyaman dan murah," katanya. 

Baca Juga: Pemprov dan DPRD Jatim Kompak Soal Reaktivasi Rel Kereta Api Madura  

Baca Juga: Reaktivasi Rel Madura, Dekan UTM  Ingatkan Janji Politik Khofifah

Baca Juga: Sejarah Jalur Kereta Api Yogyakarta-Palbapang, Dulu Berjaya Kini Tiada

Lampu hijau pemerintah pusat untuk reaktivasi jalur KA Medan - Aceh

Impian Sepur untuk Pelosok NegeriJalur kereta sumatera (Dok. IDN Times)

Jalur peninggalan Hindia Belanda yang kini dilirik pemerintah pusat untuk diaktifkan kembali adalah jalur Medan-Aceh sepanjang 101 kilometer (km). Untuk reaktivasi jalur ini, pemerintah pusat sudah memberi lampu hijau. 

Presiden RI, Joko "Jokowi" Widodo memiliki agenda besar, yakni menghubungkan seluruh provinsi di Sumatera dengan jalur KA. Empat bulan lalu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengecek perkembangan pembangunan jalur KA Lhokseumawe – Bireuen yang merupakan bagian dari pembangunan KA Trans Sumatera tersebut.

Ia juga meninjau perkembangan pembangunan jalur KA Besitang - Langsa, yang menghubungkan dua provinsi, yaitu Sumatera Utara dengan Aceh. Pembangunan jalur KA tersebut terhenti sejak tahun 2022.

Budi Karya menyebutkan rencananya rel KA jalur Besitang-Langsa tersambung juga hingga ke Kota Lhokseumawe. Namun, Budi Karya belum bisa memastikan tahun pelaksanaan dan target rampung proyek pembangunan rel tersebut. "Karena pada saat yang sama pemerintah juga membangun rel kereta api di Makassar saat ini," kata Budi.

Kota Banda Aceh masih menggunakan KA sebagai salah satu sarana transportasi pada tahun 1970-an. Rute KA ini hingga mencapai Kota Medan di Sumatra Utara.

Namun tahun 1982, jalur KA disetop dikarenakan tidak mampu bersaing dengan sarana transportasi jalan raya yang sudah semakin baik dan onderdil kereta yang semakin sulit dicari.

Pascareformasi 1998, BJ Habibie selaku presiden kala itu mengeluarkan janji politik kepada masyarakat Aceh. Salah satunya, dia berjanji menghidupkan kembali  jalur KA. Kemudian, tahun 2002 dibuatlah Rencana Umum Pengembangan Kereta Api Sumatera, yang merupakan hasil kesepakatan Gubernur se-Sumatera.
 
Program Perkeretaapian Aceh merupakan bagian dari program Trans Sumatera Railway Development. Program ini disiapkan pemerintah dengan bantuan konsultan asing Mott McDonald dan SNCF Internasional.

Pembangunan rel KA Aceh dianggap solusi tepat saat ini dan juga di masa depan, di mana angkutan KA ini bersifat massal, murah, aman dan efektif. Pembangunan kembali jaringan pelayanan KA Aceh diyakini memberikan dampak positif bagi masyarakat khususnya masyarakat Aceh.

Sayangnya, pembangunan rel KA ini sempat terhenti akibat musibah tsunami yang kemudian dilanjutkan lagi pada 2007.

Lalu pembangunan lanjutan rel KA 2007-2008 dilanjutnya, namun tidak dimulai dari Aceh Tamiang, tetapi dari Krueng Mane, Kabupaten Aceh Utara hingga Cunda, Kota Lhokseumawe sepanjang 28 km.

Dalam program lanjutan tahun 2009, Departemen Perhubungan menyediakan dana Rp32 miliar yang akan digunakan membangun fasilitas pendukung pada proyek 2007-2008 untuk operasional, seperti kantor dan stasiun.

Sempat ditempatkan di Krueng Geukueh, gerbong kereta yang diproduksi oleh PT INKA saat ini digudangkan di Kompleks Stasiun Kereta Api di Desa Ulee Madon, Bungkah, Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara.

Sejak tiba di Pelabuhan Krueng Geukueh, Desember 2008 lalu, KA seharga Rp19,5 miliar itu baru sekali keluar kandang, yaitu saat uji coba pertengahan tahun 2011. Setelah itu, kereta pun kembali masuk gudang.

Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi, rel kereta Medan - Aceh akhirnya mendapat perhatian lagi dan akan direaktivasi. Fokus utama adalah menghubungkan Medan - Langsa.

“Kami tengah upayakan pembangunannya bisa selesai, sehingga bisa beroperasi dengan kecepatan yang bisa terus ditingkatkan. Kalau ini sudah selesai, saya akan mengundang bapak Presiden Jokowi untuk hadir ke sini,” ucap Budi Karya.

Menhub mengatakan, pemerintah akan terus melanjutkan pembangunan angkutan massal KA di Provinsi Aceh, untuk memperlancar konektivitas penumpang maupun barang baik antar provinsi, kota, maupun kabupaten.

“Pembangunan infrastruktur kereta api di Aceh harus terus dilanjutkan, karena Aceh ini penuh potensi ekonomi yang dapat terus dikembangkan. Hadirnya Kereta Cut Meutia ini menjadi satu bukti nyata perhatian kami dalam mengembangkan layanan angkutan massal di Aceh,” katanya.

Selain berupaya menyelesaikan jalur kereta Besitang-Langsa, Menhub juga tengah dilakukan upaya penyelesaian jalur kereta api Lhokseumawe – Bireuen. Jalur ini melewati sejumlah daerah, yakni Lhokseumawe - Goa Jepang – Paloh – Krueng Geukueh – Krueng Mane – Geurugok – Kutablang – Matang Glumpang Dua – Tanoh Mirah – Bireuen.

Dengan semakin bertambahnya panjang jalur kereta api yang beroperasi, diharapkan akan semakin meningkatkan minat masyarakat Aceh dan sekitarnya untuk menggunakan angkutan massal kereta api.

Pj Bupati Aceh Tamiang Meurah Budiman mengatakan keberadaan kereta api sangat penting. Karena berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh dalam upaya pemberantasan kemiskinan.

"Dengan dibukanya jalur kereta api dari Medan ke Aceh, maka sangat membantu kehidupan ekonomi masyarakat, meningkatnya volume perdagangan kedua provinsi dan perputaran ekonomi semakin baik," ujar Budiman.

Budiman menilai jalur KA juga memberikan akses transportasi yang sangat baik bagi pelajar dan mahasiswa Aceh yang kuliah di Medan, serta sebaliknya siswa asal Sumatera Utara yang kuliah di Tanah Rencong.

Baca Juga: Reaktivasi Jalur Kereta Medan-Aceh di Bawah Bayang-bayang Korupsi

Harapan pengguna KA di Lampung: pisahkan jalur KA penumpang dan batu bara

Impian Sepur untuk Pelosok NegeriStasiun Tanjung Karang. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Pengguna sekaligus anggota komunitas pecinta kereta api di Lampung atau Barisan Railfan Divre Empat (BARADIPAT) bernama Esti Rahayu menilai, layanan kereta api di Lampung saat ini belum memfokuskan diri untuk kereta api penumpang. Meski begitu menurutnya, fasilitas kereta api penumpang di Lampung sudah cukup baik. 

”Di Palembang- Lampung, lebih ke angkutan barang, seperti batu bara, jadi memang kurang (relasi KA untuk penumpang),” ujarnya.

Ke depan, dia berharap, angkutan KA untuk penumpang kereta api di Lampung bisa ditambah, misalnya dengan memperbanyak slot perjalanan. Ia menilai, permintaan penumpang kereta api Lampung Palembang sebenarnya cukup banyak.

“Apalagi warga dari Utara (Baturaja, Martapura, dan Prabumulih) itu rata-rata jika mau ke pantai memilih ke Bandar Lampung. Sehingga kalau musim liburan itu kereta pasti full booking,” imbuhnya.

Senada dengan Esti, anggota BARADIPAT lainnya bernama Riski Aprianto menilai, layanan KAI di Lampung sudah bagus, meski relasi kereta api yang sedikit.

Namun dari sekian persoalan, Riski mengungkap bahwa hal paling mendesak adalah pemisahan angkutan batu bara dengan angkutan penumpang. “Paling tidak (jalurnya) gak nyampur atau tidak masuk jalur kota seperti Bandar Lampung. Karena banyak orang merasa frekuensi kereta barang ini 'terlalu rajin' di Lampung. Ini ibu kota provinsi lho, mau gak mau ya harus dipisahkan dari dalam kota,” terangnya.

Ketersediaan stasiun di Lampung juga, menurut dia, sudah pas karena memang berada di tempat-tempat ramai atau wilayah administrasi kabupaten/kota, meski memang tak semua kota besar di Lampung terdapat stasiun karena keterbatasan jalur kereta api.

Sementara pengamat transportasi Lampung, IB Ilham Malik mengungkap, perkeretaapian di Sumatera Selatan dan Lampung memang diprioritaskan untuk angkutan batu bara.

Akademisi di Institut Teknologi Sumatera (ITERA) ini menjelaskan, PT KAI sendiri memiliki tanggung jawab sosial (CSR) kepada masyarakat sekitar wilayah kerjanya dan PT KAI membuat kereta api penumpang Lampung-Sumsel sebagai langkah kongkretnya. “Kita berharapnya, PT KAI bisa menaikkan mutu layanannya," kata dia.

Ilham juga menilai, dari sisi konsep, jalur kereta api di Lampung idealnya dibuat melingkar, sehingga nantinya tak hanya bisa mengangkut penumpang ke arah Palembang, tapi juga akan melewati Krui, Liwa, Tanggamus, dan kabupaten atau kota lainnya.

“Itu pasti akan sangat bagus, tapi memang membutuhkan biaya yang tidak murah untuk membangunnya.Dan tentunya juga harus ada penyesuaian sana sini dari sisi kebijakan,” paparnya.

Pengambil kebijakan, imbuhnya, bisa mengaktifkan rel KA yang sudah ada. Setelah itu, pemerintah tinggal mencari cara agar sepanjang koridor kereta api bisa dikembangkan dengan aktivitas ekonomi.

“Sehingga nanti bisa menjadi pendapatan baru bagi PT KAI dan mitranya, juga menerapkan konsep TOD (transit oriented development) dengan berbasiskan pada rel kereta api,” katanya.

Ia memberi contoh jalur kereta Tegineneng sampai Tarahan. Jalur ini bisa digunakan untuk batu bara, juga untuk angkutan penumpang. Kemudian sepanjang koridor itu bisa dibuatkan mall, permukiman tetrikal, sehingga bisa menjadi generated activity baru dan bisa menjadi income generate baru untuk berbagai pihak karena yang mendapatkan manfaatnya bukan hanya PT KAI tapi juga masyarakat.

Baca Juga: Kereta Api di Lampung Ternyata Belum Fokus untuk Angkutan Penumpang

Baca Juga: Begini Cara Beli Tiket Kereta Cepat Whoosh, Harganya Rp300 Ribu

Reaktivasi, anggaran, hingga political will

Impian Sepur untuk Pelosok NegeriDepo Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh. (IDN Times/Yogi Pasha)

Reaktivasi atau pembuatan jalur KA dari nol tetap memiliki kesamaan: anggaran besar dan perlu political will yang kuat dari para pengambil kebijakan, khususnya dari pemerintah pusat. 

Anggaran besar itu diungkap Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Kemenhub, Djarot Tri Wardhono. 

"Kalau dari sistem anggaran yang ada, reaktivasi itu tantangannya penertiban lahan yang memerlukan biaya. Bukan pembebasannya. Itu hampir sama dengan pembangunan baru," kata Djarot, di awal Maret 2023.

Persoalan pembebasan lahan ini pun menjadi salah satu tantangan reaktivasi jalur KA Rangkasbitung - Labuan di Banten. Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Wilayah Jakarta dan Banten menyebut, pembebasan lahan di sepanjang railbed KA nonaktif Rangkasbitung-Labuan belum bisa terlaksana karena ketiadaan anggaran.

Pejabat Pembuat Komitmen Metropolitan dan Banten, BTP Jakarta dan Banten, Reinhard Manik mengatakan, tahun 2023, pihaknya memiliki dana riil sebesar Rp5 miliar. Sebetulnya, ada total anggaran Rp24 miliar, tapi sekitar Rp19 miliar dalam kondisi terblokir. 

Anggaran ini, kata Reinhard, jauh dari kebutuhan yang diperlukan sebesar kisaran Rp99 miliar untuk pembebasan lahan saja. "Menurut hasil KJPP (Konsultan Jasa Penilai Publik) tahun 2020," ungkapnya.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan pun tengah menghitung anggaran yang kira-kira dibutuhkan untuk membangun jalur KA dengan rute Banjarmasin, Bandara Syamsudin Noor, Banjarbaru, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Tengah, Utara, Tabalong, hingga perbatasan Kaltim.

Pemprov Kalsel sudah mempersiapkan rencana pembangunan jalur KA, mulai dari beberapa pengkajian, kelayakan tanah, hingga investasi dipersiapkan dalam catatan perencanaan detail engineering design (DED) yang sudah selesai tahun 2019.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kalsel M Fitri Hernadi mengatakan, dana dibutuhkan hampir Rp100 triliunan untuk mega proyek KA yang dibahas pada tahun 2030 nanti.

Investasi pembangunan trek KA diperkirakan sebesar Rp28 triliun, belum lagi pembebasan lahannya dan berbagai perlengkapan penunjang KA.

"DED nya sudah selesai, namun kemungkinan paling cepat perencanaan rel kereta api ini akan dilanjutkan di 2030 menurut Kementerian Perhubungan," ucapnya.

Dengan anggaran seperti itu, tentu sangat berat bila melihat APBN apalagi APBD Kalsel sehingga perlu perhitungan yang tepat agar proyek itu bisa berjalan tanpa membebankan negara. 

Adapun alternatif yang murah, KA itu digantikan dengan kereta gantung. Menurutnya, investasi kereta gantung jauh lebih irit.

Ia menghitung bisa mengirit 60 persen dari biaya KA. Meskipun bisa lebih murah, namun kekuatan APBD masih belum memadai, sehingga pihaknya pun mulai mencari investor.

Kereta gantung lebih murah, karena tidak banyak memerlukan lahan, hanya pada kaki-kakinya saja.

Pihaknya pun sudah menghitung bahwa contoh rute Banjarmasin-Bandara-Banjarbaru itu hanya memerlukan Rp15 triliun-- sudah termasuk perlengkapan semuanya.

Selain soal anggaran, political will dari para pengambil kebijakan dinilai menjadi faktor penting lainnya. Hal itu diungkap akademisi dari Universitas Pamulang, Misbah Priagung Nursalim, menanggapi reaktivasi jalur KA Rangkasbitung-Labuan. 

Lambatnya upaya pembebasan lahan rel dan stasiun di jalur Rangkasbitung-Labuan bisa berkaitan dengan kemungkinan elektablitas para kepala daerah turun. Mengapa? Karena penggusuran warga yang menempati lahan tersebut bisa berdampak negatif pada elektabilitas.

"Dalam pilkada juga tidak ada paslon (pasangan calon) yang menyinggung karena akan menurunkan elektabilitas di lokasi terdampak. Jadi wajar tidak dianggarkan. Harusnya menjelang akhir kepemimpinan perlu ada gebrakan karena tidak berimbas pada pilkada," kata dia.

Dia pun menilai, pemerintah pusat dan daerah serta DPR RI tidak punya political will dalam mempercepat pembangunan transportasi publik massal di Banten, terutama di bagian selatan.

Baca Juga: Ini Sejarah Kereta Api di Kalsel yang Butuh Investasi Besar 

Rencana LRT di Pulau Dewata: studi kelayakan hingga wilayah suci

Impian Sepur untuk Pelosok NegeriDua rangkaian LRT Jabodebek melintas di longspan Kuningan. (dok. LRT Jabodebek)

Bali termasuk wilayah yang tidak memiliki jalur KA peninggalan Hindia Belanda. Saat ini, wacana pembuatan LRT pun menggaung di Bali. Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengatakan, rencana LRT di Bali masih dalam tahap studi kelayakan atau feasibility study

Indra mengatakan bahwa kelayakan pembangunan LRT di Bali ini meliputi layak lingkungan, hingga keuangan, dan akan diputuskan setelah studi kelayakannya selesai.

“Namanya juga studi kelayakan. Layak dibangun apa tidak, layak lingkungan, layak keuangannya, ya,” jelasnya pada 2 Oktober lalu. 

Sementara Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta justru mendukung rencana pemerintah pusat untuk membangun LRT di Bali. Giri Prasta juga menyatakan siap jika ada regulasi yang memungkinkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung untuk ikut menggelontorkan dana pembangunan LRT tersebut.

"LRT ini murni rencana pemerintah pusat, melihat permasalahan kemacetan ini," ujar Giri Prasta pada 13 Oktober 2023.

Dari rencana pemerintah pusat itu, LRT akan melintasi wilayah crowded lalu lintas, seperti Bandara Ngurah Rai, Seminyak, Legian, hingga Kuta. "Bahkan kalau memungkinkan juga sampai Canggu, mengingat pertumbuhan pariwisata di wilayah ini sangat tinggi," jelas Giri Prasta.

Ia juga mengatakan, LRT di Bali rencananya dibangun di bawah tanah. Karena sangat sulit melakukan pelebaran jalan dengan kondisi saat ini, termasuk tidak memungkinkan membangun fly over.

Sementara itu, pengamat tata ruang dan perkotaan dari Universitas Warmadewa (Unwar),  Putu Rumawan Salain menilai, pemerintah perlu menimbang banyak hal jika ingin membangun LRT di Bali. 

Rumawan mengakui, sejumlah jalur-jalur yang berkaitan dengan pariwisata kerap macet. “The big problem-nya di transportasi. Belum lagi kalau kita kaitkan dengan puncak-puncak hari tertentu yang ada kaitannya dengan hari raya ya," kata dia.

Dengan kondisi permasalahan ini, Bali seolah-olah membutuhkan transportasi publik. Namun pada kenyataannya, menurut dia, pengguna transportasi publik di Bali itu tidak banyak.

“Sering kita lihat, bus itu kosong. Satu, dua orang. Bahkan kalau yang ke kampus bukit tidak banyak (Universitas Udayana), (padahal) jumlah mahasiswanya tinggi,, tapi tidak terlalu banyak ada peminat di era sekarang,” terangnya.

Dia mengakui, untuk mendukung pembangunan pariwisata, Bali tentu saja membutuhkan transportasi publik yang lebih canggih dan cepat sehingga LRT dipilih sebagai solusinya. Namun masalah cocok atau tidaknya penerapan LRT ini di Bali, memang perlu dilakukan studi kelayakan. “Ada kajian yang mendalam tentang kebutuhan transportasi,” kata Rumawan.

Pemerintah juga perlu memikirkan tata ruang jika ingin membangun underground LRT karena sejumlah hotel di Bali, memiliki bangunan di bawah tanah. Selain itu, harga tanah yang tinggi di Bali juga harus menjadi pertimbangan karena berkaitan dengan anggaran pembebasan lahan.

Sementara, sejumlah warga Bali yang dimintai tanggapan mengenai wacana LRT di Pulau Dewata memiliki pendapat beragam.

"Wacana LRT sih sah-sah saja. Tapi harus dikaji dengan matang. Harus benar-benar sesuai, apakah itu (LRT) akan efektif di Bali," ungkap seorang warga Klungkung, Made Sugiarta pada 14 Oktober 2023. 

Bagi Sugiarta, beberapa program transportasi publik masih belum efektif di Bali. Ia mencontohkan Trans Sarbagita dan angkutan umum, yang pemanfaatannya masih minim.

"Lihat saja, kondisi angkutan publik di Bali sekarang. Itu menandakan mindset warganya belum terbentuk untuk memanfaatkan transportasi publik. Angkutan umum saja kebanyakan sepi penumpang sekarang," ungkap Sugiarta.

Sementara warga lainnya, Ketut Sumanaya, juga menganggap LRT sulit direalisasikan di Bali. Menurutnya ada aturan tata ruang di Bali yang tidak bisa dilanggar begitu saja dengan pembangunan LRT.

"Di Bali ada aturan tidak boleh membangun lebih dari tinggi pohon kelapa (15 meter), terkait dengan kawasan suci. Kalau memanfaatkan lebar, juga tidak memungkinkan dibangun LRT," ungkap Sumanaya.

Sehingga ia menilai sulit untuk merealisasikan LRT seperti di Jakarta. Jangan sampai membangun LRT, justru melanggar aturan kawasan suci di Bali yang sudah berjalan bertahun-tahun lamanya.

"Mungkin saja bisa membuat LRT bawah tanah, tentu ini membutuhkan investasi yang lebih besar. Harus dikaji matang," kata dia.

Baca Juga: Soal LRT di Bali, Pengamat Minta Pemerintah Pikirkan Matang

Alasan mengapa proyek KA di daerah minim

Impian Sepur untuk Pelosok Negeritwitter.com/KAI121

Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama mengungkap, alasan mengapa pembangunan alat transportasi massa, seperti kereta api, masih minim di pelosok daerah, terutama di luar Pulau Jawa. Menurut dia, pembangunan kereta api memang lebih diprioritaskan di daerah-daerah padat penduduk sebab daya tampungnya lebih besar dibandingkan moda transportasi lain.

"Tidak masalah kalau daerah-daerah yang padat itu diprioritaskan menggunakan kereta api, karena kereta api ini kan daya tampungnya besar," kata dia kepada IDN Times, Minggu (15/10/2023).

Suryadi menjelaskan, jumlah permintaan atau kebutuhan terhadap transportasi berbasis rel menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan kereta api di daerah. Sebab, biaya pembangunannya tidaklah kecil.

"Nah, untuk daerah-daerah yang penduduknya masih jarang, memang kereta api ini termasuk berbiaya mahal," sebutnya.

Apabila kebutuhan masyarakat untuk menggunakan kereta api tidak signifikan, kata Suryadi, maka menjadi tidak efisien. Sebab, biaya operasionalnya menjadi mahal.

"Karena kan investasinya mahal dan daya angkutnya juga besar. Kalau jumlah penduduknya sedikit itu kan tidak efisien," ujarnya.

Menurut Suryadi, transportasi berbasis rel adalah alternatif dari transportasi berbasis jalan raya. Untuk daerah-daerah yang belum ada kereta api, yang penting harus dipastikan akses atau konektivitas daratnya tersedia dengan baik.

"Yang penting kan publik itu aksesnya, apakah jalan-jalan raya, kendaraan umum, yang penting konektivitas, akses itu bisa terpenuhi. Jadi problemnya itu bukan mau kereta api atau bukan, tapi apakah transportasi pada suatu wilayah itu terpenuhi atau tidak," katanya.

Sementara anggota DPR RI Rizki Aulia Rahman tetap mempertanyakan kenapa pemerintah lebih tertarik membangun jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung ketimbang menghidupkan kembali jalur KA Rangkasbitung-Pandeglang hingga Labuan yang notabene masih banyak wilayah tertinggal.

"Jalur kereta api Kabupaten Pandeglang dan Rangkasbitung ini yang menjadi dapil saya. Kereta cepat cepat dari Jakarta-Bandung yang dianggap sangat urgent, padahal jelas sekali masyarakat di desa-desa inilah yang bisa lebih diperhatikan secara lebih oleh pemerintah pusat. Ini masalah keberpihakan," kata anggota Komisi I itu, beberapa waktu lalu.

Meski begitu, ia memastikan pemerintah dan DPR tahun ini tak menganggarkan untuk proses reaktivasi jalur KA ini. Hal ini sesuai dengan kesepakatan DPR dan pemerintah.

Dia meminta, pemerintah memasukkan proyek reaktivasi jalur KA Rangkasbitung-Pandeglang itu di tahun-tahun depan. 

Baca Juga: DPR Ungkap Alasan Proyek Kereta Api Masih Minim di Daerah

Tulisan ini merupakan kolaborasi dari sejumlah penulis di hyperlocal IDN Times. Berikut daftar penulis yang berkontribusi: Muhammad Iqbal, Hamdani, Arifin Al Alamudi, Rohmah Mustaurida, Azzis Zulkhairil, Wayan Antara, Ayu Afria Ulita Ermalia, Trio Hamdani, Rohmah Mustaurida, Ardiansyah Fajar

Topik:

  • Zumrotul Abidin
  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya