May Day, Ribuan Buruh Bergerak untuk Menolak UU Cipta Kerja

Pemerintah bersiasat untuk memberlakukan UU Cipta Kerja

Serang, IDN Times - Massa buruh kembali berencana turun ke jalan hari ini, (1/5/2023). Berdemo, buruh membawa sejumlah tuntutan dan salah satu yang utama adalah penolakan terhadap Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. 

Ini bukan kali pertama buruh dan mahasiswa menggelar unjuk rasa untuk menolak UU Cipta Kerja yang sebelumnya disahkan DPR RI pada 21 Maret 2023 dari Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 Tahun 2022. 

Hari Buruh menjadi salah satu momentum pekerja untuk berunjuk rasa dan mempertanyakan kembali keseriusan pemerintah dan DPR RI dalam melindungi buruh.  Demo ini tak hanya di Jakarta dan sekitarnya. Massa buruh di berbagai daerah pun merencanakan aksi demo.

"MPBI DIY kecewa berat dan telah dikhianati oleh pemerintah dan DPR RI. Kami menolak dan meminta untuk dicabut UU Cipta Kerja yang disahkan secara cacat formil dan konstitusional," kata Koordinator MPBI DIY Irsad Ade Irawan.

Baca Juga: Poin-poin UU Cipta Kerja Terbaru yang Disahkan DPR 

1. Kelahiran Perppu Cipta Kerja yang kontroversial

May Day, Ribuan Buruh Bergerak untuk Menolak UU Cipta KerjaPerjalanan UU Cipta Kerja (IDN Times/M Shakti)

Pada 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU nomor 11 tahun 2020 mengenai Cipta Kerja cacat formil dan prosedur sehingga bertentangan dengan UUD 1945 atau "inkonstitusional bersyarat". MK juga meminta pemerintah memperbaiki UU tersebut dalam waktu dua tahun, dengan melibatkan partisipasi publik. 

Di akhir tahun 2022, Presiden Jokowi kemudian menerbitkan Perppu nomor 2 tahun 2022 untuk mengganti UU Cipta Kerja yang dinyatakan cacat formil itu. Dalam keterangan pers Jumat (30/12/2022), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkap, salah satu keterdesakan itu adalah pemerintah perlu bersiap-siap untuk menghadapi ancaman resesi global yang diperkirakan terjadi pada 2023.

"Juga ada beberapa negara sedang berkembang yang sudah masuk ke IMF (Badan Moneter Internasional). Jumlah lebih dari 30. Ke depan ada juga lagi yang antre 30 (negara). Jadi, kondisi krisis ini untuk emerging developing country sangat real," kata Ketua Umum Partai Golkar tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD juga mengklaim, perppu ini menggugurkan status inkonstitusional atas UU nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Dia berpendapat, dengan diterbitkannya perppu maka sudah ada perbaikan di dalam UU Cipta Kerja. 

"Tetapi, hampir seluruh ahli hukum sependapat, menjadi hak subyektif presiden untuk mengeluarkan perppu," kata mantan Ketua MK tersebut.

Perppu yang kemudian disahkan DPR RI menjadi UU itu pun menimbulkan kontroversi. Penolakan demi penolakan bermunculan, khususnya dari kelompok buruh, mahasiswa, bahkan ahli hukum. 

Salah satu persoalan yang mencuat adalah isi perppu ini sama dengan UU Cipta Kerja yang sebelumnya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 oleh MK.  “Namun ada sedikit perbaikan, umumnya sesuai dengan isi UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja,” kata Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI M Nurdin. 

Ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti mempertanyakan pendapat Mahfud bahwa perppu bisa i menggugurkan status inkonstitusional UU nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. 

"Jadi, menurut saya, (Mahfud) keliru memahami dan patut disayangkan, dia yang pernah menjabat sebagai Ketua MK kok tidak paham makna dari putusan uji formil," tutur dia lagi. 

Dia mengatakan, pembuat undang-undang--yakni pemerintah dan DPR--menjawab instruksi dari MK. Pertama, mereka harus memperbaiki metode omnibus law. Kedua, dalam proses perbaikan undang-undang harus melibatkan partisipasi publik.

"Prosesnya harus sesuai dengan instruksi MK itu. Artinya, partisipasi bermaknanya harus ada. Sedangkan, Perppu ini tidak ada partisipasi bermakna," ungkap Bivitri kepada IDN Times pada Jumat, (30/12/2022).  Menurut Bivitri, yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo adalah langkah culas dalam sistem demokrasi.

Lebih lanjut, menurut Bivitri, keadaan mendesak bukan datang dari luar Indonesia. Desakan itu muncul dari pengusaha yang gamang lantaran tak ada kepastian terkait implementasi UU Cipta Kerja. 

"Karena bedakan antara desakan pengusaha, kegentingan pengusaha, dengan kegentingan yang diisyaratkan dalam pasal 22 UUD 1945. Aturan itu kan yang dijadikan dasar untuk mengeluarkan perppu. Kalau dilacak pasal 22 UUD 1945 dibuat karena ada situasi yang dialami oleh Indonesia sendiri," tutur dia. 

Ia memberikan contoh negara terdekat Indonesia berperang sehingga dampaknya terasa hingga ke Tanah Air, maka DPR nya tidak bisa menggelar sidang. Sementara, bila tahun depan terjadi resesi ekonomi, parlemen tetap bisa menggelar sidang dan membahas undang-undang. 

"Jadi, kegentingan memaksa seperti yang dibayangkan oleh pembuat UUD dan para pendiri bangsa ini, situasi ini gak ada sebenarnya. Karena resesi ekonomi tidak tepat dijadikan alasan untuk mengeluarkan Perppu. Kan tidak tiba-tiba hari ini resesi lalu keesokan harinya negara ini akan bangkrut," ujarnya. 

LBH Jakarta pun mengkritik langkah DPR RI yang mengesahkan perppu itu. Dalam keterangan yang dikutip dari lamannya,  LBH Jakarta berpandangan DPR RI telah mengkonfirmasi ketidakberpihakannya terhadap suara-suara rakyat, khususnya kelas pekerja. 

LBH pun memberikan catatan bahwa Presiden Jokowi memilih jalan pintas untuk memberlakukan kembali Omnibus Law Cipta Kerja sudah dinyatakan inkonstitusional dengan menetapkan Perppu Cipta Kerja yang muatan materinya identik (10 klaster). 

"Hal lain yang paling serius adalah Presiden RI dan DPR RI secara bermufakat mengulang masalah pembentukan UU yang cacat formil,dengan tidak memberikan akses kepada masyarakat," demikian pernyataan LBH Jakarta. 

Pengesahan UU Cipta Kerja ini, menurut LBH Jakarta, berimplikasi terhadap kehidupan masyarakat luas di lintas sektor ketenagakerjaan, masyarakat adat dan lingkungan hidup. Praktik-praktik yang melanggar hak rakyat--seperti pasar tenaga kerja fleksibel, politik upah murah dan sentralistik, perluasan sistem outsourcing, ancaman lingkungan hidup dan perampasan wilayah adat--akan berlanjut dan dilegitimasi, melalui tindakan persetujuan Perppu Cipta Kerja oleh DPR RI.

"Keputusan DPR RI yang menyetujui Perppu Cipta Kerja menjadi UU merupakan preseden buruk," kata LBH Jakarta. 

Untuk itu, LBH Jakarta mendesak Presiden RI dan DPR RI untuk berhenti melakukan praktik buruk legislasi yang tidak melaksanakan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation). 

Majelis Pekerja Buruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MPBI DIY) juga menyayangkan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja itu.  Masalah UU Ciptaker menjadi salah satu isu yang akan diangkat para buruh pada Hari Buruh yang dinilai banyak merugikan buruh.

"MPBI DIY kecewa berat dan telah dikhianati oleh pemerintah dan DPR RI. Kami menolak dan meminta untuk dicabut UU Cipta Kerja yang disahkan secara cacat formil dan konstitusional," kata Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, Sabtu (29/4/2023).

Baca Juga: Belum Diperbaiki, Jokowi Malah Terbitkan Perppu soal UU Cipta Kerja

Baca Juga: Mahfud: Perppu Gugurkan Status Inkonstitusional UU Cipta Kerja

Baca Juga: Amnesty International Kritik Langkah DPR Sahkan Perppu Ciptaker

2. Buruh bergerak, penolakan UU Cipta Kerja menjadi agenda utama

May Day, Ribuan Buruh Bergerak untuk Menolak UU Cipta KerjaIlustrasi buruh atau pekerja saat demonstrasi. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Massa buruh pun memanfaatkan peringatan May Day hari ini untuk berunjuk rasa di beberapa titik di Tanah Air. UU Ciptaker masih menjadi agenda utama. 

"Untuk wilayah Jakarta-Banten akan aksi di Jakarta Istana negara long march Sudirman sampai Istana (Merdeka)," kata Ketua Umum KASBI Unang Sunarno kepada IDN Times, Sabtu (29/4/2023).

Di Jawa Timur, massa buruh akan memusatkan demonstrasi di kawasan Kantor Gubernur Jatim. Wakil Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur (Jatim), Nuruddin Hidayat mengungkap, akan ada 30 ribu buruh yang mengikuti aksi unjuk rasa ini. 

Massa buruh Jatim juga mengagendakan penolakan pasal-pasal UU Ciptaker. Selain itu, massa buruh juga akan memperjuangkan nasib Pekerja Rumah Tangga (PRT), yakni dengan mendesak pengesahan RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga), termasuk di dalamnya mengatur jam kerja dan besaran upah.

"Di Jawa Timur sendiri kami berharap di momen May Day 2023, Gubernur Khofifah di pengujung kepemimpinannya dapat memberikan kado berupa rekomendasi kepada DPR RI dan pemerintah pusat agar segera mengesahkan RUU PPRT," kata dia.

Sementara itu di Bali, Federasi Sekirat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali akan melakukan aksi damai yang rencananya digelar di depan Kantor Gubernur Bali, Senin (1/5/2023). Aksi ini akan mengungkap kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Bali yang sedang tidak baik-baik saja. Terlebih setelah lahirnya kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan buruh atau pekerja.

Ketua Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) dan Konfederasi Serikat Nasional (KSN) Lampung Tri Susilo mengungkap, ada kekhawatitan di tengah massa buruh mengenai kekompakan aksi. 

Dia mengungkap, serikat buruh nasional juga berencana mengadakan mogok kerja setelah Bulan Ramadan 2023 sebagai bentuk protes terhadap UU Cipta Kerja ini.

“Kalau kita lihat serikat buruh di Indonesia itu ada banyak sekali. Bahkan di Lampung ada beberapa dan di antaranya ada serikat buruh binaan pemerintah juga. Melihat posisi ini kami amati gap antar serikat butuh itu memang cukup besar,” ujarnya.

Sehingga, Tri mengatakan ditakutkan jika memang tidak kompak melakukan semua gerakan tersebut akan berpengaruh cukup buruk pada buruh atau karyawan yang ikut mogok.

“Kita tidak memungkiri. Setiap orang kan berbeda-beda. Sekarang saja ada banyak perpecahannya serikat buruh ini, saya pun tak tahu alasannya apakah ada kepentingan ya kita tidak tahu. Makanya sulit kalau bicara penyatuan serikat buruh itu,” imbuhnya.

Baca Juga: Kepentingan para Buruh di Banjarmasin dalam Perpu Cipta Kerja

Baca Juga: Pekerja di Klungkung Khawatir Aturan PKWT

3. Pasal-pasal yang dipersoalkan buruh

May Day, Ribuan Buruh Bergerak untuk Menolak UU Cipta KerjaPasal-Pasal Krusial Omnibus Law, UU CIpta Kerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Tak hanya minim keterlibatan publik dalam pembahasan, sejumlah pasal di UU Cipta Kerja pun menjadi sorotan. 

Serikat buruh Konfederasi KASBI menilai terbitnya aturan Undang-Undang Cipta Kerja beserta turunannya membuat kaum buruh khawatir akan nasib buruk yang akan terus menimpa. 

Ketua Umum KASBI Unang Sunarno menjelaskan, banyak pasal dan aturan turunan perubahan pada UU itu yang justru malah membuat kesejahteraan atau kehidupan layak pekerja sulit terwujudkan, sepertii aturan upah, pesangon, dan sistem kontrak kerja.

Dia lantas membandingkan UU Cipta Kerja yang baru dengan aturan sebelumnya. Dulu, kata dia, ada dewan pengupahan yang terdiri dari serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang setiap tahun melakukan survei kebutuhan hidup layak. Hasil survei itu kemudian diterapkan menjadi upah minimum provinsi (UMP) hingga upah minimum kabupaten/kota (UMK).

Sekarang, kata Sunar, kebijakan tersebut diubah melalui Surat Edaran Kementerian Ketenagakerjaan yang memberi perhitungan kenaikan upah berdasar pertumbuhan ekonomi. Dengan sistem seperti ini, menurut Sunar, angka kenaikan upah akan sangat kecil.

"Artinya dampak UU Cipta Kerja ini dipastikan soal upah itu tidak lagi mengacu pada kebutuhan hidup layak kaum buruh dan juga penghapusan upah sektoral. Misalnya sektor kimia, otomotif, perbankan yang industri padat modal itu, semua sudah disamaratakan dengan UMK bagi kota/kabupaten ataupun UMP seperti Jakarta," kata Sunar  kepada IDN Times, Sabtu (29/4/2023).

Sunar juga menyoroti sistem hubungan kerja yang diatur dalam UU Cipta Kerja yang dia nilai sengaja dibuat oleh pemerintah agar sefleksibel mungkin. "Makanya di UU Ciptaker, (perusahaan) mudah menerima (karyawan), tapi juga mudah juga mem-PHK," ungkapnya.

Selain itu, pada aspek sistem kontrak kerja, aturan baru ini dianggap Sunar mempersulit pekerja menjadi karyawan tetap. "Pekerja baru itu sulit untuk jadi pekerja tetap sulit," kata dia.

Selain itu, jangka waktu kontrak kerja pekerja sebelum menjadi pegawai tetap juga disebut Sunar turut diubah melalui UU Ciptaker. Jika sebelumnya, karyawan hanya maksimal tiga tahun dan dua kali kontrak jika layak harus sudah menjadi pekerja tetap.

"Kalau sekarang kan bisa lima tahun (kontrak) dan kalau sudah lima tahun itu sudah sulit itu untuk jadi karyawan tetap. Dia akan diulang terus (kontraknya) karena gak dibatasi jangka waktunya sampe berapa kali kontrak pun sudah enggak," kata dia.

Persoalan selanjutnya adalah aturan pesangon.  di UU Ciptaker juga dianggap Sunar sebagai cara sistematis membuat buruk nasib buruh. Sebab, menurutnya, hak pesangon ini sebenarnya untuk melindungi pekerja atau buruh supaya tidak di-PHK secara sepihak.

'Sebab perusahaan kalau mau mem-PHK, dia ada tanggung jawab untuk memberikan hak pesangonnya, supaya tidak semena-mena perusahaan. Tapi karena hak pesangonnya dikurangi dari sebelumnya 32 bulan gaji, nah sekarang ini kan maksimal 26 gaji. Itu pun 25 persen dibayarkan melalui JKP dari BPJS," ungkapnya.

Menurut Sunar, perubahan kebijakan di UU Ciptaker ini mengindikasikan ada kemudahan bagi perusahaan-perusahaan untuk melakukan PHK dengan alasan efisiensi karena kerugian.

Jika pada aturan lama, perusahaan yang mengajukan PHK karena alasan kerugian harus diaudit dahulu neraca keuangan selama dua tahun untuk membuktikan mereka rugi. Hal ini, menurut dia, tidak terlihat di UU Ciptaker.

Saat ini, imbuhnya, perusahaan yang mengaku rugi bisa membayar pesangon sesuai  satu kali sesuai (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (PMTK), tanpa perlu ada bukti perusahaan itu benar-benar merugi atau tidak. 

"Kalau dulu ga bisa membuktikan, (perusahaan) harus bayar dua kali PMTK," kata dia.

Sunar memastikan, massa KASBI akan melakukan aksi May Day pada 1 Mei mendatang yang mana salah satu tuntutannya adalah mencabut pasal-pasal UU Ciptaker dan turunannya yang menyusahkan kaum buruh.

Di Jawa Timur, massa buruh akan memusatkan demonstrasi di kawasan Kantor Gubernur Jatim. Wakil Sekretaris FSPMI Jawa Timur  Nuruddin Hidayat mengungkap, akan ada 30 ribu buruh yang mengikuti aksi unjuk rasa ini. 

Massa buruh Jatim juga mengagendakan penolakan pasal-pasal UU Ciptaker. Selain itu, massa buruh juga akan memperjuangkan nasib Pekerja Rumah Tangga (PRT), yakni dengan mendesak pengesahan RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga), termasuk di dalamnya mengatur jam kerja dan besaran upah.

"Di Jawa Timur sendiri kami berharap di momen May Day 2023, Gubernur Khofifah di pengujung kepemimpinannya dapat memberikan kado berupa rekomendasi kepada DPR RI dan pemerintah pusat agar segera mengesahkan RUU PPRT," kata dia.

Nuruddin pun memaparkan sejumlah poin kontroversial yang ada dalam UU Ciptaker kepada IDN Times. Mulai dari sistem kontrak kerja, upah, cuti hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Poin pertama yang disoroti, jangka waktu PKWT atau kontrak kerja yang semula maksimal 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun, diubah menjadi 5 tahun. "Buruh tidak punya kepastian karier kerja jika terus-terusan dikontrak," tegas Nuruddin, Jumat (28/4/2023).

Poin kedua, UU Ciptaker menghapus cuti panjang selama 2 bulan bagi pekerja yang sudah bekerja selama 6 tahun dan berlaku kelipatannya.

Poin ketiga, buruh Jatim sama dengan buruh di Tangerang yang mempersoalkan  penetapan upah minimum didasarkan pada rumus pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

"Formulanya sudah ditentukan pemerintah dan parameternya didapat dari BPS. Ini menghilangkan peran Dewan Pengupahan dan budaya musyawarah untuk mufakat antara serikat pekerja dengan organisasi pengusaha, serta mereduksi hak prerogatif gubernur untuk menentukan UMK," ungkap Nuruddin.

Poin keempat, PHK alasan efisiensi dihidupkan Kembali dalam UU Ciptaker yang sebelumnya di UU 13 Tahun 2003 telah dibatalkan oleh MK. "Ini berdampak banyak pengusaha untuk menghindari pembayaran pesangon yang lebih besar, akhirnya melakukan PHK alasan efisiensi," kata Nuruddin.

Poin kelima, adanya pengurangan nilai pesangon dalam UU Cipta Kerja. Poin keenam yang tak luput dari sorotan ialah nasih outsourcing atau istilah alih daya. Dalam UU Ciptaker tidak mempersyaratkan jenis-jenis pekerjaan yang boleh dialihdaya.

"Padahal dulu di UU 13 Tahun 2003 dibatasi hanya pekerjaan yang bersifat penunjang saja yang boleh di- outsourcing," kata Nuruddin.

Dia menilai, kini nasib pekerja outsourcing lebih memprihatinkan. "Dari mulai upah di bawah UMK, tidak diikutkan BPJS, PHK tanpa pesangon, jika terjadi risiko kerja pemberi kerja tidak mau bertanggung jawab karena dianggap bukan pekerjanya. Bahkan sekarang banyak perusahaan berbondong-bondong ingin mengganti karyawan tetapnya menjadi karyawan outsourcing," lanjut Nurudin.

"Karyawan outsourcing ini lebih mudah di-PHK dan tidak wajib bagi pekerja memberikan pesangon, karena memang secara administratif, karyawan outsourcing ini bukan karyawan pemberi kerja," terang Nuruddin.

Selain hal-hal di atas, Ketua KSPN Wilayah NTB Lalu Iswan Muliadi menyoroti pengaturan tenaga kerja asing. Ia memberikan contoh, dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, diatur mengenai perekrutan tenaga kerja asing, bahwa tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia adalah mereka yang merupakan pekerja skill. Tetapi dalam UU yang baru, kata Iswan, tenaga kerja kasar bisa direkrut oleh perusahaan.

"Setelah itu apa yang dikerjakan tenaga kerja lokal. Tenaga kerja lokal sangat terancam. Makanya serikat pekerja di Indonesia kompak meminta pemerintah untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Karena memang tidak berpihak kepada pekerja," ucapnya.

Selain itu, kata Iswan, pekerjaan yang dikerjakan tenaga kerja skill tidak boleh outsourcing. Sekarang, dengan adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja, seolah-olah hampir semua sektor pekerjaan bisa dilakukan dengan outsourcing.

"Karena hitungan mereka di sana per jam. Kalau sekarang perusahaan membuat keputusan dalam merekrut pekerja berdasarkan jam, bagaimana kemudian perlindungan pekerja. Sehingga bagi kami memang melihat UU ini rancu sekali dan tidak berpihak kepada pekerja," tambahnya.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pekerja yang dianggap kurang diperhatikan menjadi salah satu sorotan Sekretaris FSPM Regional Bali Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana.

“Waktu kerja lembur yang diperpanjang boleh sampai 4 jam per hari dan/atau 18 jam per minggu, juga harus ditinjau dari segi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi pekerja,” katanya.

Baca Juga: Pekerja Dirugikan Soal Kesehatan dan Uang Pesangon

Baca Juga: KASBI: UU Ciptaker Bikin Susah Kaum Buruh

4. UU Ciptaker yang baru berpotensi menimbulkan polemik dan bermasalah

May Day, Ribuan Buruh Bergerak untuk Menolak UU Cipta KerjaMenko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) didampingi Menkumham Yasonna Laoly (kedua kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menerima laporan akhir dari Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi (bawah) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dedeng Zawawi tidak menampik ada upaya terburu-buru dari pemerintah menyikapi penolakan MK atas UU Cipta Kerja yang sebelumnya dianggap inkonstitusional. Menurutnya, polemik yang terjadi dipicu oleh sikap pemerintah yang menabrak segala bentuk aturan.

"Putusan MK ini meminta pemerintah memperbaiki UU sebelumnya yang dianggap cacat formil dalam waktu dua tahun. MK meminta untuk direvisi, tetapi pemerintah justru mengeluarkan perppu," jelas Dedeng.

Ia menyebut tindakan pemerintah dengan mengeluarkan Perppu memunculkan dua tafsir. Pertama, pemerintah menyalahi aturan formil pembuatan UU. Kedua, pemerintah menganggap langkahnya benar.

"Tinggal selanjutnya peran MK sangat dibutuhkan untuk menilai benar atau tidaknya langkah pemerintah. Harapan kita agar MK objektif dan independen atau tidak memihak salah satu," jelas dia.

Pembuatan perppu dan pengesahan UU Cipta Kerja sangat terbuka untuk dikritik lewat gugatan ke MK. Menurut Dedeng, apa yang dilakukan pemerintah sebenarnya menjadi contoh kurang layak, karena MK secara jelas meminta UU tersebut diperbaiki selama 2 tahun, tetapi pemerintah menempuh jalur instan lewat Perppu.

"Tapi balik lagi, perppu itu kewenangan presiden dengan tafsir kondisi mendesak. Masyarakat yang dapat menilai kemendesakan tersebut. UU Cipta Kerja ini terbuka untuk dilakukan judicial review," jelas dia.

Amnesty International juga menilai pengesahan UU Ciptaker yang baru merupakan langkah gegabah.

"Penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh pemerintah pada dasarnya sudah bermasalah. Kami melihat penerbitan perppu ini tidak mengandung unsur kedaruratan sebagaimana klaim pemerintah," ujar Deputi Direktur Amnesty International, Wirya Adiwena, beberapa waktu lalu. 

Wirya menilai, DPR terburu-buru dalam mengambil sikap soal Perppu Cipta Kerja. Semestinya, mereka mendengarkan terlebih dahulu aspirasi dari masyarakat, bukannya mengabaikan.

"Dalam situasi ini DPR harusnya lebih berhati-hati dalam menyikapi Perppu Cipta Kerja dan tidak gegabah maupun terburu-buru dalam melakukan pengesahan. DPR sebagai wakil rakyat seharusnya mendengarkan aspirasi dari bawah," ujar Wirya.

Sementara, MPBI DIY memandang UU Cipta Kerja cacat secara formil karena tidak ada kegentingan yang memaksa sebagai landasan pengeluran perppu.  Pemerintah hanya mengatakan adanya ancaman potensi resesi ekonomi global di tahun 2023, namun klaim tersebut tanpa didasari pada suatu kajian ilmiah yang komprehensif.

"Tidak ada kekosongan hukum yang berlaku. MK menegaskan bahwa UU Cipta Kerja masih berlaku sampai dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun," ujar Irsad.

Dia juga menyoroti keterlibatan publik dalam partisipasi secara bermakna (meaningful participation) merupakan mandat MK, namun tidak dipenuhi pembuat UU. 

"Kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan undang-undang sebenarnya juga merupakan pemenuhan amanat konstitusi yang menempatkan prinsip Kedaulatan Rakyat sebagai salah satu pilar utama bernegara sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945," ujar Irsad.

Menanggapi berbagai penolakan yang muncul setelah pengesahan UU Ciptaker, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, pro-kontra dalam pengesahan UU merupakan hal yang biasa.

"Ya biar saja, mana di sini ada Undang-Undang tidak ditolak. Semua UU ada yang menolak, ada yang mendukung, itu biasa ada yang menolak itu, silakan tolak. Semua ada konstitusinya, gak apa-apa, bagus," kata Mahfud pada Selasa (21/3/2023).

Baca Juga: Buruh di Jogja Kecewa UU Ciptaker: Kami Dikhianati!  

Baca Juga: Poin-poin Penting Perppu Ciptaker soal Aturan Pesangon

Baca Juga: Buruh Sumsel Tolak UU Cipta Kerja; Dianggap Mengerdilkan Hak Pekerja

5. Terima UU Ciptaker, asosiasi pengusaha: aspirasi dari buruh kita hargai

May Day, Ribuan Buruh Bergerak untuk Menolak UU Cipta KerjaKetua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sumarjono Saragih (IDN Times/Dokumen)

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumsel, Sumarjono Saragih menilai, produk hukum UU Cipta Kerja merupakan langkah pemerintah untuk memajukan ekonomi Indonesia. Dari aturan tersebut diharapkan keran investasi bisa membuka banyak lapangan pekerjaan.

"Secara keseluruhan soal UU Cipta Kerja bisa kita terima. Apindo mendukung sepenuhnya. Tentu dengan beragam pro dan kontra, pemerintah pasti ingin memberantas kemiskinan dan menekan angka pengangguran," jelas dia.

Sumarjono menambahkan, UU Cipta Kerja sebagai payung hukum pemerintah untuk menjamin investor masuk ke Indonesia. Tidak lain, investasi ini untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat.

"Oleh karena itu, Indonesia pastinya tidak mau ketinggalan. Dengan adanya UU Cipta Kerja, maka dunia usaha ada kepastian," jelas dia.

Sumarjono tidak menampik, banyak pertentangan atas pengesahan UU Cipta Kerja. Ia pun meminta para pengusaha selalu berbisnis dengan aturan UU yang berlaku, sehingga hak dan kewajiban buruh dapat terpenuhi. Pengusaha diklaim akan tunduk pada UU yang ada.

"Ini kan negara demokrasi dan siapa pun boleh menyampaikan pendapat. Aspirasi dari serikat buruh kita hargai dan lakukanlah dengan proses sesuai regulasi," imbuhnya. 

Hal serupa juga disampaikan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kalimantan Selatan Nawang Wijayanti yang mengapresiasi setiap perjuangan para buruh. Di Kalsel, hubungan antara buruh, pemerintah dan perusahan memiliki hubungan yang baik.

Meskipun diakuinya, pihaknya bersama pemerintah kerap menerima aspirasi dari serikat buruh, misalnya terkait upah dan hak buruh lainnya. Aspirasi itu tak pernah diabaikan pihaknya dan tetap diupayakan semaksimal mungkin.

"Hubungan kami, para pengusaha dan buruh baik-baik saja. Kalau ada masukan pasti kami tampung dan diperbaiki. Persoalan buruh ini juga rutin kita bicarakan bersama pemerintah," bebernya.

6. Pemda dan DPRD diharap tidak menelan mentah-mentah UU Ciptaker

May Day, Ribuan Buruh Bergerak untuk Menolak UU Cipta KerjaAksi penolakan Omnibus Law. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Baca Juga: KSPN Minta Pemda NTB Tidak Menelan Mentah-mentah Isi UU Cipta Kerja 

UU Ciptaker sudah ketok palu. Pemerintah daerah (pemda) bersama DPRD setempat pun bersiap membuat aturan turunannya. 

Ketua KSPN Wilayah NTB Lalu Iswan Muliadi berharap, pemda tidak terbelenggu dan tidak menelan mentah-mentah UU Ciptaker ini.

"Jangan terlalu menafsirkan apa yang dilakukan pemerintah pusat. Sekali pun UU Omnibus Law Cipta Kerja sudah ditetapkan," kata dikonfirmasi IDN Times di Mataram, Sabtu (29/4/2023).

Dia juga berharap pemda harus melihat kondisi daerah sendiri untuk menerapkan UU Ciptaker itu.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Mataram Rudi Suryawan mengungkap, pemda di NTB masih menunggu arahan dan sosialisasi dari pemerintah pusat terkait tindak lanjutnya di daerah. 

"Nanti kita lihat, kalau memang kita diminta buat aturan turunan, kita buat turunannya. Makanya kita tunggu sosialisasi dari pusat," kata, Sabtu (29/4/2023).

Menjelang peringatan hari buruh internasional atau Mau Day pada 1 Mei mendatang, Rudi mengatakan isu tentang UU Omnibus Law Cipta Kerja masih menjadi pembahasan di serikat pekerja. Di Kota Mataram, nantinya akan digelar seminar dengan mengundang serikat pekerja.

"Kemungkinan provinsi juga akan mengadakan seminar. Mudah-mudahan tidak ada demo di Mataram," harapnya.

Dia berharap antara pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja dapat menciptakan situasi yang aman dan nyaman. 

"Jadi, sama-sama memberikan imbal balik antara pengusaha dan pekerja. Selama dia diberikan hak-haknya seperti BPJS , meskipun dia tenaga outsourcing tidak menghilangkan hak mereka seperti asuransi kesehatan," ucap Rudi.

Sementara di Lampung, DPRD Provinsi sempat menerima audiensi dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bandar Lampung terkait tuntutan penolakan UU tersebut (3/4/2023).

Pada akhir kesepakatan, DPRD Provinsi Lampung akan menyampaikan aspirasi para mahasiswa tersebut ke pemerintah pusat. Ditanyai mengenai hal ini, salah satu anggota DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi Partai Nasdem, Wahrul Fauzi Silalahi mengatakan sampai saat ini belum ada balasan apapun dari pemerintah pusat.

“Sudah kami sampaikan, tapi belum ada balasan. Memang seharusnya kita juga ada koordinasi dengan fraksi kita di pusat untuk usul-usul dan perbaikan UU yang dianggap merugikan tersebut karena memang skemanya dipusat. Kita berharap sih ada perubahan,” katanya.

Terkait tindak lanjut perda berkaitan dengan UU Cipta Kerja, Wahrul Fauzi mengatakan pemda tidak harus mengikuti secara mutlak dari UU di atasnya. Namun bisa juga disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah.

“Jadi gak harus mengikuti cipta kerja banget ya. Kita tetap sesuaikan lihat kondisi di Lampung seperti apa. Bisa saja perda itu kan dibuat berdasarkan urgensi atau kebutuhan dari masyarakat. Lewat aspirasi yang dihimpun fraksi dan komisi, kemudian dari pemprov kita bisa melihat kontek kebutuhannya, kemudian ada juga dari akademisi dan profesional dibidangnya masing-masing untuk membuat perda, serta ada uji publiknya juga,” paparnya.

“Makanya kalau misalnya memang ada gerakan mogok kerja begitu, sebenarnya saya mendukung ya. Supaya bisa viral dan di atas itu bisa bergerak. Kadang kalau kita lihat sekarang perjuangan normatif atau soft gitu diabaikan, jadi harus ramai dan viral dulu baru didengar,” imbuhnya.

Sementara itu, Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina mengaku, telah mempersiapkan waktu untuk duduk bersama mendengarkan aspirasi para buruh. Tepatnya pada Hari Buruh nanti digelar di Balai Kota Banjarmasin pada Senin 1 Mei mendatang.

"Difasilitasi Dinas Koperasi dan ketenagakerjaan Kota Banjarmasin, bertepatan dengan Hari buruh senin nanti, kami akan akan mengajak para buruh silaturahmi, dengar pendapat, apakah terkait upah atau hak-hak buruh lainnya. Semoga acara lancar berjalan dengan baik," katanya saat ditemui di Balai Kota Banjarmsin, Sabtu (29/4/2023).

Ibnu melanjutkan, di Banjarmasin memang sudah rutin setiap tahun menganggarkan peringatan May Day tersebut dan selalu dibalut dengan pertemuan hangat, dialog dengar pendapat.

Sehingga itu, hubungan antar pengusaha yang tergabung di Apindo, pemerintah dan asosiasi buruh sejauh ini berjalan baik dan tidak ada demonstrasi ricuh apalagi yang anarkis.

"Kita selalu mengagendakan pertemuan di hari buruh ini. Biasanya sekitar sejam dua jam kami mendengarkan aspirasi buruh dan hasilnya akan kita pelajari untuk kebaikan mereka. Mudahan tidak ada lagi demonstrasi ricuh," katanya.

7. UU Cipta Kerja yang baru disahkan pun masih bisa digugat ke MK

May Day, Ribuan Buruh Bergerak untuk Menolak UU Cipta KerjaIlustrasi Mahkamah Konstitusi (MK). IDN Times/Axel Joshua Harianja

Pakar Hukum dari Universitas Lampung Budiono menilai, lahirnya UU Cipta Kerja yang baru pun tak lepas dari masalah dan tak sesuai prosedur. UU ini pun tetap berpotensial untuk digugat kembali ke MK.

“(Pembuatan UU Ciptaker) Tidak melibatkan masyarakat atau dalam konteks ini buruh ya dalam pembuatan perppu-nya itu termasuk tak sesuai prosedur. Maka menurut saya potensial untuk digugat,” ujarnya.

Tak hanya soal ketenagakerjaan, pasal mengenai dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan juga banyak yang kontroversial. Dia mencontohkan, pasal kerusakan lingkungan yang pada UU sebelumnya berupa sanksi pidana kini berubah menjadi sanksi administrasi.

“Apalagi yang namanya perda (peraturan daerah) mengacu pada UU. Jadi mau gak mau pemerintah musti pakai acuan UU itu. Tapi hal ini bisa ditindak lanjuti dengan menyesuaikan dengan kondisi di daerah bersangkutan,” katanya.

“Karena memang kewenangan DPR itu mengesahkan UU meski MK menilai ada kecacatan. Oleh karenanya jika sudah disahkan seperti ini, masyarakat bisa mengajukan gugatan kembali ke MK agar pembentukan UU melibatkan partisipasi publik,” tambahnya.

Sulitnya melahirkan UU seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah dan DPR RI agar lebih sungguh-sungguh dalam menggodok aturan. 

“Kemaren itu yang menjadi sorotan. Ada pasal yang bertolak belakang dan tidak utuh lagi. Itu yang harus dibenahi seharusnya, termasuk bahasa perundang-undangan dalam hukum itu penting sekali,” ucapnya kepada IDN Times.

Secara tegas, Mirza mengingatkan bahwa UU Cipta Kerja yang telah disahkan ini pastinya tidak mudah dibuat maupun dibentuk hingga akhirnya disahkan. Sehingga, harus mengetahui resiko apa yang akan terjadi untuk kedepannya.

“Yang membuat UU itu harus tahu resiko tersebut,” sebutnya.

Mirza menilai pasal-pasal yang dianggap menjadi kontroversial dalam UU cipta kerja ini, dikhawatirkan terutama investasi lapangan kerja buruh.

"Kalau dari kacamata kecil, buruh dianggap industri, investasi yang menguntungkan seakan-akan menguntungkan pemilik modal. Itu harus diperhatikan,” jelasnya.

Mirza juga mengatakan bahwa, setiap kebijakan maupun peraturan yang dibuat pasti ada tumpang tindihnya, tinggal bagaimana semangat dan kesiapan semua pihak meski disituasi kelemahan tersebut.

“Intinya gak mungkin sempurna, tapi harus maksimal. Pemerintah harus memaksimalkan dan yakin percaya semuanya, antara Pemerintah, DPR dan rakyat. Jadi, harus dijaga benar-benar kepercayaan tersebut,” tutupnya.

Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sumsel Abdullah Anang mengaku pihaknya kini menjadi salah satu penggugat UU Ciptaker yang baru. "Sampai sekarang kita menolak Perppu itu, apa lagi UU-nya. Saat ini sudah kita gugat ke MK dan sedang berjalan. Dari perppu itu sudah jelas, UU Cipta Kerja nomor 11 sudah cacat, MK yang mengatakan begitu," jelas dia.

SPSI mencatat beberapa pasal dalam Pprppu yang mereka persoalkan, seperti Pasal 88D tentang formula kenaikan upah. Menurutnya, pasal tersebut tidak jelas dan menghilangkan peran Dewan Pengupahan dalam menentukan upah layak buruh.

"Dulu kita jelas ada Dewan Pengupahan, di mana setiap akhir tahun kita melakukan survei untuk menentukan upah layak buruh dengan ke pasar melihat harga kebutuhan pokok, kondisi inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Sekarang menggunakan sistem ambang batas, bawah dan atas. Artinya intervensi pemerintah di sini tidak memadai," jelas dia.

Pasal selanjutnya tentang pekerja alih daya atau outsourcing yang diatur dalam Pasal 64 sampai Pasal 66 dinilai tidak jelas. Ia menganggap penggunaan tenaga alih daya akan menjadi ketentuan umum pemberian kerja di Indonesia dalam segala jenis pekerjaan.

Padahal status pekerja alih daya sudah berjalan baik melalui UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur pekerja alih daya hanya berlaku untuk lima jenis pekerjaan seperti sopir, petugas kebersihan, sekuriti, katering, dan jasa migas pertambangan.

"Jelas yang diuntungkan hanya pengusaha. Inilah yang sangat kita sayangkan. Jadi pekerja rawan dipecat asal kemauan pengusaha saja," jelas dia.

Selanjutnya pada Pasal 79 dan Pasal 84 soal pemberian cuti panjang tidak lagi menjadi kewajiban perusahaan. Dalam pasal baru tersebut, perusahaan hanya memberikan beberapa jenis cuti seperti tahunan, cuti istirahat antar jam kerja, dan libur mingguan.

"Faktanya kita tidak pernah diajak membahas UU ini. Mereka (pemerintah-pengusaha) jalan sendiri-sendiri," jelas dia.

Baca Juga: UU Cipta Kerja, Pasal Bertolak Belakang dan Tidak Utuh Harus Dibenahi

Tulisan ini merupakan kolaborasi dari beberapa hyperlocal IDN Times, dengan penulis: Muhammad Iqbal, Herlambang Jati Kusumo, Vadyia, Melani Hermalia Putri, Santi Dewi,  Muhammad Nasir, Ayu Afria Ulita Ermalia, Indah Permatasari, Rangga Erfizal, Hamdani, 
Rohmah Mustaurida, Ardiansyah Fajar. 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya