Penculikan Tanda Perlindungan Anak yang Masih Terabaikan

Lingkungan belum sepenuhnya aman dan ramah anak

Serang, IDN Times - Kasus dan isu penculikan anak kembali mencuat di sejumlah daerah. Salah satu kasus yang mendapat sorotan publik adalah penculikan yang berujung pembunuhan di Makassar, medio Januari 2023. 

Pelaku dan korban sama-sama anak di bawah umur. Dua remaja AD (17) dan AF (14) nekat menculik dan membunuh bocah yang masih berusia 11 tahun lantaran ingin kaya. Semua masih berstatus sebagai pelajar.

Korban bernama M Fadli Sadewa tak lain teman mereka juga. Niat membunuh datang ketika pelaku melihat sebuah situs luar negeri di internet terkait jual beli organ tubuh manusia dengan nilai fantastis.

Dari hasil pemeriksaan sementara, niat dan perencanaan ini sudah muncul di benak pelaku AD sejak Maret 2022. "Rencananya organ dari anak yang dia bunuh ini, mau dijual," kata Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Budhi Haryanto, medio Januari 2023. 

Setelah korban tewas, pelaku mencoba berkomunikasi dengan orang yang sudah dia hubungi dari jauh hari terkait jual beli organ tersebut. Tidak ada jawaban.

"Mereka (pelaku) bingung. Karena mereka tidak bisa mengambil organ, akhirnya jasad korban dibuang," ungkap Kombes Budhi, dalam podcast Close the Door milik Deddy Corbuzier. 

Mereka membungkus korban dengan kantong plastik dan pergi membuang korban di sungai dekat waduk Nipa-nipa di Maros.

AD dan AF ditangkap pada 10 Januari lalu setelah polisi menyelidiki rekaman CCTV di depan sebuah minimarket di Jalan Batua Raya, Kecamatan Panakkukang, Makassar.

Dalam rekaman itu, Dewa terlihat pergi bersama seorang laki-laki pada Minggu petang, 8 Januari 2023. Dewa terlihat mengenakan kaos jingga bergaris hitam, celana pendek, dan sandal.

Itulah detik-detik terakhir Dewa terlihat masih hidup. 

Pertanyaan pun muncul, mengapa pelaku yang masih berusia belasan tahun itu kok tega? "Penyidik akan mendatangkan tim psikologis atau psikiater untuk mengetahui sejauh mana tersangka ini tega melakukan perbuatan pembunuhan tersebut,"  jelas Kombes Budhi.

Nasi sudah menjadi bubur. Kedua pelaku kini harus berhadapan dengan hukum. Budhi mengungkap, kedua tersangka dijerat dengan pasal pembunuhan berencana dan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002. Ancaman hukuman penjara 3 tahun 6 bulan dan seumur hidup.

"Ancaman hukumannya karena pelaku adalah anak-anak maka dikurangi setengah. Ingat bahwa konten-konten negatif ini sangat berpengaruh terhadap perilaku anak-anak kita. Iniliah contoh penggunaan internet yang tidak tepat sasaran," tambah Budhi, sembari menyebut bahwa tersangka dalam kasus ini pun merupakan korban. 

Baca Juga: Pelaku Pembunuhan Anak di Makassar Mengalami Tekanan

Baca Juga: Mau Kaya dari Jual Organ, 2 Pelajar di Makassar Nekat Bunuh Anak-anak

Baca Juga: Penculikan-Pembunuhan Anak di Makassar Direncanakan sejak Maret 2022

1. Kasus lain yang bermunculan di beberapa daerah, ada yang berhasil kabur dari penculiknya

Baca Juga: Menteri PPPA: Malika Alami Memar, Sering Diancam dan Tak Diberi Makan

Penculikan Tanda Perlindungan Anak yang Masih TerabaikanInfografis (IDN Times/M Shakti)

Kasus penculikan juga terjadi di beberapa kota besar lainnya, termasuk Jakarta dan Cilegon. Di Jakarta, kasus Malika mencuat pada akhir tahun 2022. Gadis 6 tahun itu diculik di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat pada 7 Desember 2022.

Kasus penculikan tersebut juga viral di media sosial, karena pelaku penculikan tersebut tertangkap kamera pengawas (CCTV) menggunakan bajaj. 

Malika berhasil ditemukan personel Satreskrim Polres Metro Jakarta Pusat di kawasan Pasar Cipadu, Tangerang Kota pada pada 2 Januari 2023 malam. Polisi juga menangkap tersangka penculikan, Iwan Sumarno alias Jacky alias Herman alias Yudi. 

Di Cilegon, seorang bocah berusia 4 tahun bernama Adriana juga diculik dari Mall Ramayana, Kota Cilegon pada Senin (2/1/2023) sekitar pukul 17.00 WIB. Dari penyelidikan, polisi menduga pelaku penculikan ini adalah seorang pria bernama Herdiansyah (32) alias Diyansyah. 

Setelah proses pencarian 23 hari, pelaku dan korban ditemukan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Selama bersama penculiknya, korban dipaksa menjadi pengemis. "Pelaku tidak memberi makan (korban)," kata Kapolres Cilegon AKBP Eko Tjahyo Untoro Rabu (25/1/2023).

Meski harus mengalami hal traumatis, Malika dan Adriana kini sudah bisa berkumpul kembali dengan keluarganya.

Tak melulu orang asing, penculik anak bisa saja merupakan orang terdekat, yakni keluarga. Kejadian seperti ini muncul di Bandar Lampung.

Sseorang anak perempuan berusia 9 tahun berinisial P diculik ayah tirinya, Dimas Yulianto. Tak hanya itu, P juga dicabuli ayahnya. 

Kasatreskrim Polresta Bandar Lampung, Kompol Dennis Arya Putra mengungkap, tersangka menjemput dan memaksa korban naik ke atas sepeda motor, dengan alasan pergi Jakarta guna menemui sang ibu. Kala itu, P tengah asyik bermain dengan teman-temannya di rumah sang nenek di Kelurahan Pinang Jaya, Kemiling, Bandar Lampung, Selasa (24/1/2023).

Tersangka kesal karena istrinya, ibu korban, meminta cerai. "Selama penculikan, korban seringkali dimarahi, disekap dalam kamar mandi, dan hanya diberi makan satu kali sehari. Anak ini juga sering dicabuli oleh pelaku, yang difoto lalu dikirimkan ke ibu korban,"  Kasatreskrim.

Di tengah kisah penculikan yang berakhir pilu, terselip anak-anak yang berhasil lolos dan kabur dari penculiknya. Seperti tiga siswa SDN Tajem, Sleman, Yogyakarta. 

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman Ery Widaryana mengungkap, upaya penculikan itu terjadi pada hari Minggu (29/1/2023). 

"(Ketiga siswa) Lagi main-main di luar sekolah, didekati orang, ada usaha penculikan. Tapi anaknya sigap, jadi digagalkan. Kebetulan itu anak SD tersebut (SDN Tajem)," kata Ery pada akhir Januari lalu. 

Lolos dari tangan penculik pun dialami R, bocah 11 tahun asal Tangerang. Berdasarkan pengakuan R, dia didekati seseorang memakai pakaian ojek online saat dia memulung bersama teman sebayanya. R pun dinyatakan hilang sejak Minggu (15/1/2023), sekitar pukul 19.30 WIB.

Korban sempat dibawa pelaku ke Masjid Al-Azhom Kota Tangerang. Dari situ, pelaku membawa R ke Monas Jakarta Pusat, lalu ke arah Rumpin Bogor.

Di sana, pelaku meninggalkan korban untuk buang air kecil di semak-semak pinggir jalan. Saat itulah korban memanfaatkan situasi untuk melarikan diri dari penculiknya.

Di tugu perbatasan Tangerang - Bogor, korban menangis. Dia kemudian meminta tolong kepada seorang yang melintas bernama Dendi Maulana (20). 

Dendi kemudian mengajak R ke rumahnya. Keesokan harinya, Dendi mengantarkan R ke pulang ke daerah Gempol, Kecamatan Pinang. "Korban lalu diantarkan tukang bambu di Gempol, Pinang ke rumahnya," kata Kapolres Metro Tangerang Kota, Kombes Pol Zain Dwi Nugroho ((17/1/2023).

Baca Juga: Selama 23 Hari Diculik, Bocah 4 Tahun Dijadikan Pengemis di Jakarta 

Baca Juga: Marak Isu Penculikan, Ayah di Lampung Bawa Kabur dan Cabuli Anak Tiri

Baca Juga: Kisah R, Bocah Tangerang yang Berhasil Kabur dari Penculiknya

Mengapa penculikan masih saja terjadi? Faktor lingkungan hingga ekonomi

Penculikan Tanda Perlindungan Anak yang Masih TerabaikanR, anak di Tangerang yang menjadi korban penculikan bersama keluarga dan pendamping (Antara)

Sejumlah korban penculikan anak yang selamat dan berkumpul dengan keluarga mendapat pendampingan psikologi untuk mengatasi trauma yang muncul. 

Hal itu, kata pengajar Bidang Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Nathalina Naibaho, diatur dalam UU Perlindungan Anak. Korban penculikan anak mendapat perlindungan khusus yang meliputi penanganan cepat (termasuk pengobatan dan atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya). 

Tak hanya itu, korban juga mendapat pendampingan psikososial saat pengobatan hingga pemulihan; serta perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan. 

"Bagi korban dari keluarga kurang mampu, ia berhak menerima bantuan sosial. Perlindungan khusus ini dilakukan agar anak korban penculikan dapat segera pulih dari trauma," kata Nathalina. 

Meski demikian, publik tetap bertanya-tanya, mengapa penculikan anak masih saja terjadi, khususnya di Indonesia?

Sekretaris Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Putri Aisyiyah Rachma Dewi mengutarakan, salah satu faktornya adalah lingkungan. 

Dia menilai, pengawasan masyarakat belakangan ini semakin melemah seiring kian mengentalnya sikap individualis. “Sekarang kita semakin individualis ya, kurang punya kepedulian akan sesama. Sikap seperti ini terjadi utamanya di perkotaan,” kata dia, seperti dikutip dari laman www.unesa.ac.id. 

Hal senada juga diutarakan Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Wahyu Kustiningsih.  Wahyu menilai, relasi dan ikatan sosial di masyarakat saat ini memang telah berubah, terlebih dengan hadirnya teknologi yang berkembang dengan begitu pesat yang mengubah cara berpikir dan bekerja. Individualisme juga semakin menguat.

Perubahan tersebut lebih banyak terlihat di daerah urban atau perkotaan dengan karakteristik masyarakat yang lebih beragam dan mobilitas tinggi.

“Melihat kasus penculikan di Jakarta yang merupakan wilayah urban, banyak pendatang, ini bisa terjadi karena masyarakatnya tidak aware, karena tidak saling mengenal. Kalau tinggal di desa atau wilayah yang masyarakatnya sangat komunal tentunya akan berbeda,” paparnya.

Untuk itu, Wahyu menegaskan, orangtua sebaiknya membangun relasi sosial dengan sekitarnya. "Srawung (berinteraksi) ke sekitarnya ini supaya masyarakat sekitar juga tahu ini siapa, anaknya siapa. Dengan begitu lingkungan bisa ikut mengontrol jika ada penyimpangan perilaku sosial, termasuk penculikan,” kata dia. 

Faktor selanjutnya adalah lemahnya pengawasan orangtua dan orang dewasa. Putri menilai, pengawasan ini penting dilakukan, terutama anak sedang berada di luar rumah.  "Sekarang ini, banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan urusannya sehingga kurang memperhatikan lingkungan bermain anak," kata dia.

Pengawasan yang bagus antara orangtua di rumah, masyarakat di luar rumah dan pihak sekolah ketika anak di sekolah, menurut Putri, menjadi pagar penting menghindari penculikan anak.

Faktor ketiga, Putri yang juga dosen Ilmu Komunikasi tersebut, menyoroti peran pemerintah sebagai salah satu faktor maraknya penculikan anak. Dia juga mendesak agar pemerintah menghadirkan program pencegahan yang menyentuh hingga ke level RW dan RT.

“Kurangnya fasilitas umum seperti taman bermain dan area publik ramah anak juga penyebabnya. Taman bermain mungkin sudah banyak, tetapi yang ramah dan aman untuk anak ini yang perlu jadi perhatian ke depan,” paparnya.

Faktor keempat adalah literasi digital yang masih rendah di Indonesia. Faktor ini terlihat jelas dalam kasus penculikan dan pembunuhan anak di Makassar. 

Faktor terakhir adalah kondisi ekonomi. "Pelaku biasanya menyasar anak-anak yang orangtuanya juga rentan, baik rentan karena kemiskinan, karena sosial, dan alasan lainnya," kata Putri.  

Dia mengungkapkan, sejumlah orangtua merasa berat membesarkan anak-anak mereka yang berimbas pada lingkungan pergaulan anak. Kelompok anak semacam ini merupakan sasaran empuk pelaku penculikan anak. Ketika anak diculik, orangtua kondisi ekonomi lemah akan panik, tetapi tidak bisa berbuat banyak.

“Anak-anak yang berada dalam himpitan ekonomi dan sosial semacam ini yang menjadi target para mafia penculikan anak,” tegasnya.

Orangtua perlu waspada, tapi tidak panik dan khawatir berlebih

Penculikan Tanda Perlindungan Anak yang Masih TerabaikanIlustrasi anak-anak (IDN Times/Ayu Afria)

Kasus-kasus penculikan anak ini tak ayal membuat sebagian besar orangtua khawatir. Seperti pengakuan Salvalia (31), salah satu warga di Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung. Ibu anak satu ini mengaku ngeri melihat maraknya kasus penculikan anak, bahkan ada korban ditemukan tak bernyawa lagi.

“Makanya sekarang saya wanti-wanti banget, nasihatin anak dan ceritakan langsung ke anak kasus yang sedang viral itu. Alhamdulillah anak juga ngerti,” katanya, Rabu (1/2/2023).

Salvalia juga mengaku, tak bosan-bosan menyampaikan pada sang anak agar menolak saat diajak orang asing pergi.

“Saya juga omongin ke gurunya minta jagain sampai saya datang. Kalau bukan saya atau ayahnya yang datang, minta jangan terima jemputan. Pokoknya sebisa mungkin saya yang bakal antar jemput anak supaya tenang juga,” katanya.

Untuk di lingkungan rumah, ia juga minta sang anak untuk tidak main terlalu jauh terlebih dahulu atau sebisa mungkin hanya bermain di dalam rumah saja.

Orangtua lain, Rizki Fadjar (30), juga merasa khawatir dengan isu penculikan anak. Warga di Palembang itu tak menampik banyak teman-temannya juga khawatir tentang kebenaran isu tersebut.

"Sejak awal tahun, memang ramai informasi di medsos soal penculikan anak-anak. Di WhatsApp misalnya, pesan penculikan di sekolah, komplek perumahan menyebar, jadi cerita antar orangtua," ungkap Rizki Fadjar kepada IDN Times, Jumat (9/2/2023).

Meski dari pihak sekolah sudah memperketat pengawasan anak, Rizki tetap waspada dengan menjemput anak lebih cepat dari jadwal biasanya. "Saya menjemput anak lebih cepat. Tadinya kadang telat 15 menit, jadi lima menit sebelum keluar kelas sudah di lokasi," ungkap dia.

Sementara Irwan (39), warga Kalidoni Palembang, mengaku sudah mendapat imbauan dari pihak sekolah agar lebih waspada menghadapi ancaman penculikan anak. Pihak sekolah membagikan surat edaran dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Palembang, salah satu poinnya memastikan orangtua mengantar dan menjemput anaknya.

"Sudah dapat surat edaran itu. Cuma kalau dari kebijakan sekolah tidak ada yang berubah, sama seperti sebelum kasus penculikan terjadi. Sebagai orangtua kita jadi waspada," jelas dia.

Berikut di bawah beberapa tips dari kepolisian bagi orangtua dan wali dalam meningkatkan kewaspadaan akan keselamatan anak-anak:

1. Melakukan pengawasan dan kontrol kepada anak supaya tidak berhubungan dengan orang asing
2. Meningkatkan pengawasan orangtua pada anak dalam kegiatan di luar rumah dan dengan siapa mereka bermain
3. Memberikan pengertian kepada anak untuk tidak berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal saat bermain di luar rumah
4. Tidak menggunakan barang perhiasan yang mencolok dan dapat menarik perhatian pelaku kejahatan
5. Jangan resah dan jangan panik dalam menghadapi isu penculikan ini
6. Jika ada yang melihat atau mencurigakan, segera hubungi hotline 110
7. Jangan vulgar dalam sharing aktivitas keluarga di media sosial.

8. Unduh aplikasi Polri Super App di smartphone

Baca Juga: Marak Hoaks Penculikan di Sumsel, Khawatiran Berujung Persekusi

Cegah penculikan anak, SDN di Tangsel ini berlakukan KTA bagi penjemput

Penculikan Tanda Perlindungan Anak yang Masih TerabaikanDok. SDN 1 Pakualam

Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak di mana dia menimba ilmu dan belajar berinteraksi dengan dunia luar dari lingkar keluarga. 

Kasus penculikan, khususnya 3 siswa SDN Tajem, Sleman, Yogyakarta, seharusnya  pmenjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Meski tidak terjadi di dalam lingkungan sekolah, namun kasus penculikan sangat mungkin terjadi di sekolah. 

Dengan demikian, pengawasan anak ketika di sekolah wajib menjadi penjadi perhatian, khususnya ketika pulang. 

Hal ini disadari betul oleh pengelola SD negeri di Tangerang Selatan ini, yakni SDN 1 Pakualam yang berlokasi di Jalan Griya Hijau Raya, kelurahan Pakualam, Kecamatan Serpong Utara.

Pengelola sekolah menerapkan sistem penjemputan murid menggunakan kartu tanda pengenal atau KTA. Hal ini dilakukan sebagai langkah pencegahan terjadinya penculikan yang menyasar kepada anak-anak.

Para penjemput, wajib menunjukkan KTA kepada petugas keamanan sekolah yang berjaga di gerbang sebelum diizinkan masuk untuk menjemput.

Tidak hanya sekali, para penjemput ataupun orangtua yang tiba di depan kelas, kembali mendapatkan pemeriksaan KTA oleh guru sebelum akhirnya diperbolehkan untuk membawa pulang anaknya.

Salah satu wali murid bernama Yati mengatakan, sangat mendukung dan menyambut baik dengan langkah yang telah diambil pihak sekolah. Dia merasa lebih tenang dan tidak terlalu merasa was-was lagi.

"Kalo menurut saya itu baik, wali murid lebih tenang karena ada sistem KTA," kata Yati, Jumat (10/2/2023).

Sementara itu Kepala Sekolah SDN 1 Pakualam Ratu Yuliana mengatakan, kebijakan ini lahir dari keresahan wali murid beserta pihak sekolah yang bertanggung jawab jika terjadi hal demikian.

"Ini dari keresahan orangtua murid terkait marak penculikan, kemudian komite mengusulkan dan orangtua sepakat, kita akhirnya menerapkam sistem ini," kata Yuliana.

Sementara sejumlah dinas pendidikan mengambil langkah, usai maraknya penculikan anak. Salah satunya, Pemerintah Kota Tangerang yang membentuk Satgas Khusus Penculikan Anak  dalam pengawasan di Lingkungan Sekolah. Satgas ini dibentuk melalui Dinas Pendidikan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A P2KB).

Dikutip dari Antara, Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah menegaskan, satgas ini fokus pada pengawasan penculikan anak di lingkungan sekolah. "Satgas ini ada tugas masing-masing. Misalnya, Dinas Pendidikan untuk sosialisasi ke bawah," kata dia, (7/2/2023). 

Sementara DP3A P2KB bisa berfungsi untuk menangani ketika ada laporan yang masuk. "Bisa juga laporan ke kepolisian, kalau itu tindak pidana," jelasnya. 

Sementara Dinas Pendidikan Kota Palembang mengeluarkan surat edaran ditujukan untuk mencegah kasus penculikan terhadap siswa sekolah mulai dari TK, SMP.

"Pihak sekolah diminta lebih aktif mengawasi saat jam pulang sekolah berlangsung," ungkap Kepala Dinas Pendidikan Palembang Ansori, Sabtu (4/2/2023).

Menurutnya, terdapat delapan poin dirumuskan mencegah penculikan anak. Salah satu poin SE tersebut juga mengajak kepada orangtua siswa untuk bersama-sama mencegah penculikan dengan lebih cepat menjemput anaknya sebelum jam pelajaran berakhir.

Selain itu, anak-anak juga diminta tidak mudah peraya saat ketemu orang baru. "Anak-anak juga diminta langsung pulang ke rumah saat pulang sekolah, jangan langsung main dahulu," kata Ansori. 

Baca Juga: Penculik Bocah 4 Tahun di Cilegon Ditangkap di Pasar Minggu  

Baca Juga: Cegah Penculikan, SDN di Tangsel Terapkan KTA Penjemputan Anak

Hoaks, persekusi, hingga main hakim sendiri menyelimuti kasus penculikan anak

Penculikan Tanda Perlindungan Anak yang Masih TerabaikanMala, mewakili keluarga besar menunjukan surat keterangan gangguan jiwa yang didirita Saujiah (IDN Times/ istimewa)

Baca Juga: Heboh Isu Penculikan Anak, ODGJ Malah Jadi Korban Amuk Massa

Persoalan penculikan anak ini kian kompleks akibat hoaks dan kekhawatiran berlebih di tengah masyarakat. Hoaks yang bermunculan dan menyebar melalui pesan berantai di aplikasi chat hingga media sosial pada akhirnya menimbulkan kecurigaan berlebih. Ujungnya, publik mudah terprovokasi dan melakukan persekusi serta main hakim sendiri. 

Setelah kasus pembunuhan M Fadli Sadewa, di medsos dan grup-grup WhatsApp beredar pesan berantai yang membahas soal jual-beli organ. Salah satunya pesan berisi isu penculikan anak di Jalan Sukaria Makassar, yang disertai narasi bahwa satu anak dihargai Rp5 miliar.

Kepala Seksi Humas Polrestabes Makassar Kompol Lando Karua Sambolangi menyatakan isu jual-beli organ yang beredar di media sosial adalah hoaks. "Kami imbau agar masarakat tetap cerdas dalam bermedsos dan tidak usah panik dengan isu-isu di medsos," kata Kompol Lando saat dikonfirmasi IDN Times, Sabtu (14/1/2023).

Soal pesan yang beredar, polisi meminta masyarakat menyikapinya dengan bijak. Informasi tidak jelas seperti itu tidak perlu ikut disebar karena tak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. "Jika ada informasi itu agar dilaporkan ke polisi bukannya disebarluaskan ke media sosial untuk membuat panik," kata Lando.

Lando mengingatkan masyarakat tidak meneruskan informasi yang belum tentu benar. Orang yang terbukti ikut menyebar hoaks bisa dijerat dengan hukum, sebab dianggap mengganggu ketentraman masyarakat.

"Pastinya kalau masyarakat masih menyebarkan konten-konten dan informasi bohong maka bisa dijerat dengan undang-undang (UU) ITE," kata Lando.

Hoaks serupa mengenai jual beli organ tubuh ini pun melanda masyarakat di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, khususnya yang tinggal di Kecamatan Bluluk. Kapolsek Bluluk Iptu Sudibyo sudah menegaskan, isu penculikan tersebut tidak benar.

Baca Juga: Marak Isu Penculikan Anak di Lamongan, Polisi Sebut Hoaks

Baca Juga: Bukan Penculik, 5 Warga Asal Garut Ternyata Pedagang Jaket Keliling

Pada akhir Januari lalu, seorang wanita sepuh diamuk massa Kabupaten Deliserdang, Sumatra Utara karena dituduh menculik anak. Wanita yang akhirnya diketahui bernama Saujiah (55) itu merupakan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). 

Mala selaku kerabat Saujiah keberatan dengan informasi yang saat ini masih beredar di media sosial.

"Saya bersama keluarga hanya mau mengklarifikasi, jika ibu Saujiah ini bukanlah pelaku penculik anak itu. Kemarin di tuduh pelaku penculik anak di daerah Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Deliserdang," kata Mala, di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Jumat (10/2/2023).

Menurut Mala, keluarga mengetahui jika Saujiah dituduh sebagai pelaku penculikan anak dari video yang beredar di Facebook, Rabu (1/2/2023) malam lalu. Mengetahui itu, keesokan harinya keluarga besar lantas bertolak ke Kota Medan guna mengetahui kondisi Saujiah.

Di kantor Satpol PP Medan, akhirnya keluarga bertemu dan masih berada dalam mobil. Kondisi wajah Saujinah, lebam penuh dengan luka akibat amukan massa. "Bahkan, yang lain menangis melihat kondisinya, dia malah mengatakan kami jangan menangis," jelas Mala, dengan mata berkaca. 

Potret main hakim sendiri menimpa keluarga tersangka penculikan dan pembunuhan bocah di Makassar. Massa yang merasa kesal atas kematian M Fadli Sadewa, mengamuk dan menghancurkan rumah salah satu tersangka. 

Persekusi muncul di Desa Sukaraja, Kecamatan Karang Jaya, Musi Rawas Utara, 5 orang menjadi bulan-bulanan warga karena dituduh melakukan penculikan ana. Gak hanya itu, mobil yang dikendarai korban dirusak massa.

Dari hasil pemeriksaan di Polres Muratara, tidak ditemukan indikasi kelima orang atas nama YM (51), LWR (30), DW (49), TL (47), dan AE (48) sebagai pelaku penculikan anak.

"Setelah dilakukan gelar perkara dengan memintai beberapa keterangan saksi hingga terduga pelaku, hasilnya adalah hoaks," ungkap Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Supriadi, Rabu (8/2/2023).

Polda Sumsel menyayangkan sikap masyarakat yang tersulut emosi hingga main hakim sendiri tanpa bukti kuat. Para pelaku diketahui warga Jawa Barat (Jabar) yang datang untuk berjualan pakaian.

"Kita mengimbau agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan isu penculikan yang beredar luas di masyarakat," jelas dia.

Supriadi menambahkan, mobil milik korban dengan nomor polisi Z 1687 DS rusak parah akibat amukan massa. Barang dagangan yang dibawa korban turut dijarah oleh masyarakat.

Para korban awalnya ingin menawarkan jaket kulit kepada masyarakat untuk dijual di Desa Terusan. Karena korban mendekati anak kecil, muncul provokasi yang meneriakkan para korban sebagai pelaku penculikan anak.

Korban yang ketakutan dituduh melakukan penculikan, lantas kabur karena takut menjadi bulan-bulanan warga yang marah. Melihat para korban yang melarikan diri ke arah Desa Sukaraja, Kepala Desa (Kades) Terusan memberi kabar kepada Kades tetangga soal terduga pelaku penculikan yang kabur.

"Sekitar pukul 11.00 WIB, mobil yang dikendari korban diberhentikan warga. Para korban diinterograsi lalu dibawa ke Kantor Desa," jelas dia.

Di atas merupakan sebagian kecil dari kasus hoaks, persekusi, dan main hakim sendiri yang menjadi ekses penculikan anak. 

Di Surabaya, Berdasarkan catatan IDN Times, kabar penculikan pertama kali beredar melalui pesan suara alias voice note. Pesan itu mengatakan seorang anak menjadi korban penculikan. Namun, setelah ditelusuri, ternyata kabat tersebut tidak benar. 

Kedua, yakni dugaan penculikan anak di Keputih yang ternyata pelaku adalah Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ). Pria ODGJ tersebut memberi permen kepada seorang anak, warga mengira pria tersebut adalah penculik. Bahkan, pria tersebut hampir dihajar oleh massa. Ketika diperiksa polisi, pria tersebut terbukti ODGJ. 

Ya, kedua kabar itu hoaks. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pun mengimbau masyarakat, khususnya orangtua agar tetap tenang ketika mendapatkan kabar tentang penculikan anak. Meski kabar itu dipastikan hoaks, ia juga meminta masyarakat agar waspada.

"Makanya bapak ibu harus tenang hatinya. Kedua, tidak boleh jumawa, pastikan anaknya yang menjemput (sekolah) siapa," ungkapnya.

Selain dari pihak sekolah, peran para orangtua dalam menjaga sang buah hati juga penting. Ketika anak SD pulang sekolah, misalnya, sekolah dan orangtua harus tahu betul  siapa yang akan menjemput. 

"Kalau (anak) pulang sekolah jangan dilepas begitu saja. Kalau orang tuanya bekerja, pasti ada orang yang dipercaya untuk menjemput, (misal) becak yang menjadi langganan, mungkin begitu, atau siapa itu. Ayo jaga bersama-sama," tuturnya.

Eri juga telah meminta Dispendik Surabaya agar ketika siswa belum dijemput orangtua, supaya dibiarkan dahulu di dalam kelas. Khususnya, bagi para siswa yang masih berada di jenjang Sekolah Dasar (SD).

"Waktunya pulang, biarkan di dalam kelas dulu. Nanti kalau sudah ada yang menjemput baru dipulangkan. Kelas berapa sampai kelas berapa, untuk yang kecil-kecil. Kalau yang besar-besar sudah lebih mengerti," ungkap dia. 

Baca Juga: Marak Hoaks Penculikan Anak, Disdik Palembang Terbitkan Surat Edaran

Baca Juga: 2 Kali Hoaks Penculikan Anak di Surabaya, Pemkot: Jangan Mudah Percaya

Literasi digital dan bijak dalam bermedia sosial: wajib dan penting!

Penculikan Tanda Perlindungan Anak yang Masih TerabaikanIlustrasi media sosial. (dok. samsung.com)

Di tengah kecanggihan dan pesatnya teknologi, dunia maya menjadi pedang bermata dua. Dia bisa membawa manfaat, tapi di sisi lain, dunia maya pun menimbulkan bahaya yang merugikan. 

Dua tersangka penculikan dan pembunuhan bocah Dewa di Makassar, melihat informasi soal jual beli organ ini situs penyedia layanan beli organ tubuh yang tersedia di mesin pencari asal Rusia, yakni Yandex.

Dosen psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM) Basti Tetteng menyebut kasus tersebut harus jadi perhatian serius semua pihak, terutama orangtua yang masih punya kontrol terhadap anak.

"Ini kasus langka, ada pelaku penculikan disertai pembunuhan dengan bermaksud mengambil dan mau menjual organ tubuh korban," kata Basti dalam keterangannya kepada IDN Times, Kamis (12/1/2023).

Dari kasus tersebut, Basti menegaskan, literasi digital dan internet secara positif menjadi hal penting.

"Literasi internet sudah sangat mendesak dilakukan secara intensif dan massif bagi remaja. Khususnya berkaitan soal konten ancaman pidana bagi penjual ilegal organ tubuh maupun ancaman pidana bagi kejahatan lainnya," katanya.

Basti melanjutkan, kasus pembunuhan itu terjadi, antara lain karena kurangnya pengawasan orangtua terhadap penggunaan internet pada remaja maupun anak. Tidak ada filter atau pembatasan terhadap konten yang bisa mereka serap.

"Tentu hal ini sangat memprihatinkan dan patut menjadi perhatian kita semua. Ini kan pelaku tergiur dengan harga organ tubuh  yang relatif tinggi di internet, lalu mereka tega membunuh anak," ungkapnya.

Basti melanjutkan, literasi digital juga perlu dibarengi pembinaan mental, terutama bagi remaja yang mengalami masalah psikologi, seperti stres, galau, atau gelisah.

"(Mungkin) karena faktor ketiadaan atau kemiskinan. Karena kan kebanyakan pelaku kejahatan seperti penjualan organ tubuh secara ilegal dilakukan oleh mereka yang tidak mampu secara ekonomi," kata Basti.

Sebelumnya Kapolrestabes Makassar Kombes Budhi Haryanto mengatakan penculikan dan pembunuhan bocah Dewa dipicu konsumsi konten internet negatif. Kaporestabes menegaskan bahwa dua pelaku tidak punya serta tidak terlibat jaringan penjualan organ tubuh manusia.

Menurut Budhi, kejadian itu juga dipicu latar belakang ekonomi. Dua pelaku yang masih remaja disebut ingin membuktikan kepada orangtuanya bisa mencari uang. "Makanya dilakukan perbuatan tersebut. Perkara ini bukan jaringan penjualan organ tubuh, melainkan karena mengkonsumsi konten internet negatif, sehingga dipraktikkan," ucap Budhi pada konferensi pers, Selasa (10/1/2023).

Indikasi dua pelaku tidak terkait jaringan penjualan organ tubuh adalah mereka tidak tahu mayat korban diapakan. Mereka juga tidak tahu siapa yang bisa membeli, meski korbannya sudah tewas.

"Makanya sempat kebingungan ketika korban sudah meninggal, mau diapai ini. Makanya dibuang," kata Kapolrestabes.

Sementara itu, Kasubdit III Ditreskrimum Polda Bali, AKBP Endang Tri Purwanto menyampaikan agar orangtua tidak terlalu vulgar meng-upload foto-foto aktivitas anaknya di media sosial. Hal itu dapat mengundang pelaku kejahatan karena mereka melihat ada kesempatan.

“Jangan terlalu sering sharing media sosial kehidupan anak-anak kita. Karena dengan kita share di media sosial, akan mudah dibaca dan di situlah terlihat kebiasaan-kebiasaan kita,” ungkapnya.

Pihak kepolisian juga mengingatkan pentingan pemasangan Closed Circuit Television (CCTV) di area aktivitas anak. Cara ini terbukti membantu pengungkapan laporan kejadian.

Dalam berbagai kesempatan, kepolisian juga selalu mengingatkan larangan penyebaran isu tidak benar alias hoaks. Jika tetap membandel, penyebar hoaks bisa dijerat dengan pasal segudang. 

Dikutip dari laman Kominfo.go.id, penyebar hoaks bisa dikenakan sejumlah pasal yang ada di KUHP, Undang-Undang  Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.

Penyebar hoaks di dunia maya juga bisa dikenakan ujaran kebencian yang telah diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP.

Ujaran kebencian ini meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong.

Baru-baru ini, surat edaran Kades dan Sekdes Badrain, Kecamatan Narmada, Lombok Barat mengenai imbauan soal penculikan anak sempat viral dan menyebar di grup WhatsApp dan media sosial pada  Februari 2023.

Dalam surat edaran itu, diterangkan bahwa telah terjadi percobaan penculikan atau pencurian anak, pada 1 Februari 2023, pukul 13.30 Wita di Dusun Medain Barat, Desa Badrain, Kecamatan Narmada. Oleh karena itu, sekolah dan masyarakat diimbau untuk mengawasi aktivitas anak di luar rumah.

Surat edaran itu tampak ditandatangani Kades Badrain Romi Purwandi, serta ada stempel Kades Badrain. Keduanya kemudian dipanggil ke kantor polisi karena surat edaran itu dinilai menimbulkan keresahan masyarakat. 

"Kemarin kami masih melakukan pendalaman terkait keterangan-keterangan tambahan, disuruh wajib lapor dulu," kata Kasat Reskrim Polresta Mataram, Kompol Kadek Adi Budi Astawa, Kamis (9/2/2023).

Kadek menjelaskan, perbuatan Kades dan Sekdes Badran tidak masuk dalam kategori tindak pidana. Termasuk dari tanda tangan kepala desa yang di-scan oleh Sekdes. Namun masih dilakukan pendalaman lagi.

"Kalau dari sisi pemalsuan tanda tangannya sih tidak masuk. Karena sudah ada izin dari yang punya tanda tangan," ungkap Kadek.

Sedangkan dari sisi hoaks isu penculikan anak, terdapat unsur tindak pidana. Akan tetapi, penculikan itu tidak bisa dibuktikan, sehingga, untuk sementara mereka hanya dikenakan wajib lapor kepada polisi.

Baca Juga: Kasus Remaja Bunuh Anak, Literasi Internet Sangat Mendesak

Baca Juga: Mencuat Isu Penculikan, Polda Bali Ingatkan Jangan Share Aktivitas Anak

Berikut merupakan petikan isi pertimbangan UU Perlindungan Anak:

a. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia;

b. bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia; 

Negara ini sudah memiliki berbagai instrumen perlindungan anak, bahkan sejak dalam Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945. Pertanyaannya, bagaimana penerapan di lapangan agar kekerasan terhadap anak bisa ditekan?

Tulis komentar kamu di bawah ya.

Ini merupakan artikel kolaborasi hyperlocals IDN Times dengan tim penulis: Dahrul Amri Lobubun, Rangga Erfizal, M Iqbal, Khusnul Hasana, Muhammad Nasir, Khaerul Anwar, Rohmah Mustaurida, Bambang Suhandoko, Ayu Afria Ulita Ermalia, Dini Suciatiningrum, Tama Wiguna, Muhammad Nasir 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya