Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit Diurai

Stunting menurunkan kecerdasan anak

Serang, IDN Times - Dengan raut sendu, ibu muda itu memandangi buah hatinya, Arum, yang tampak kurus. Ingatan perempuan 25 tahun itu kemudian kembali tiga bulan lalu, saat Arum divonis stunting.

Berat badan Arum (bukan nama sebenarnya) mulai terlihat bermasalah ketika menginjak usia 1 tahun. Selain itu, Arum pun sakit-sakitan.  "Berat badan tiap bulan turun aja. Batuk pilek gak mau berhenti," kata ibu berinisial Ne itu kepada IDN Times, Jumat (19/8/2022).

Ne tak bisa menyembunyikan rasa khawatir dan paniknya, saat itu. Ibu anak dua itu kemudian membawa Arum ke posyandu dan menjelaskan kondisi anaknya kepada petugas. Ne tidak punya banyak pilihan karena kondisi perekonomian keluarganya.

Kala itu, hasil pemeriksaan dokter gizi diketahui bahwa napas Arum gak stabil. Tak hanya itu, Arum pun nampak lesu. "Lemes aja. Seminggu bulak-balik terus puskesmas, kemudian dirontgen," jelas Ne. 

Diagnosa awal, Arum terkena sakit paru-paru atau tuberkulosis. Namun, dari pemeriksaan lanjutan, dokter kemudian memvonis, Arum stunting!

Salah satu indikasinya adalah berat badan Arum yang hanya 5 kilogram (kg). Padahal, untuk anak perempuan sesuainya, Arum seharusnya memiliki bobot setidaknya 8 kg lebih. 

Tak hanya soal bobot Arum yang membuat Ne khawatir. Dia mengungkap, kemampuan motorik anak ketiganya itu pun minim. Arum bahkan tidak bisa duduk tanpa bantuan orang lain. 

"Seumur kaya dia harusnya sudah bisa merangkak, ini mah gak bisa apa-apa. Kalau udah duduk-duduk, duduk aja. Kalau udah tidur, tidur aja, gak bisa ngapa-ngapain," katanya.

Keresahan serupa juga terbersit dari benak ibu lain yang juga memiliki anak stunting. Di Kecamatan Medan Belawan, Sumatra Utara, Kemala tinggal bersama tujuh anaknya. Wanita 39 tahun itu harus merawat dua anaknya yang stunting. 

Salah satunya adalah Viki, berusia hampir tiga tahun. Jika teman sebayanya sudah memiliki tinggi hingga 92,5 centimeter (cm), Viki hanya 50 cm saja. Menurut Kemala, sebetulnya, abang dan kakak Viki pun memiliki tubuh cenderung kecil, dibanding teman sebayanya. 

Kedua ibu dari Pandeglang dan Medan itu memiliki kesamaan: mereka tak bisa berbuat banyak untuk mengatasi persoalan gizi anak mereka karena kemiskinan yang melilit.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, Banten dan Sumatra Utara masuk dalam lima provinsi dengan jumlah tertinggi balita stunting.

Baca Juga: Kisah Arum, Balita Penderita Stunting di Pandeglang 

Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit DiuraiFaktor penyebab stunting pada anak (IDN Times/M Shakti)

Kisah orangtua lainnya yang berjibaku dengan anak stunting adalah April. Ibu 27 tahun ini tinggal kota besar di Jawa Timur, Surabaya. 

Cerita bermula saat sang anak yang kala itu berumur 1 tahun divonis menderita tuberkulosis. Penyakit yang menyerang paru-paru ini membuat napsu makan sang buah hati menurun. Bobotnya pun perlahan susut.

Sang anak bisa sembuh dari tuberkulosis setahun kemudian, setelah menjalani pengobatan rutin. Sayangnya, anak April sudah kadung sulit makan. "Jadi badannya kurus, pertumbuhannya lambat," ujar April, kepada IDN Times, Sabtu (20/8/2022).

April mengungkap, anaknya baru bisa jalan di 2,5 tahun sehingga terbilang lambat. "Sampai sekarang masih harus terapi bicara," kata April.

Kini di usia 4,5 tahun, anaknya hanya memiliki berat sekitar 12 kilogram. Padahal, berat usia untuk usia tersebut adalah 16 hingga 17 kilogram.

Segala cara sudah dilakukan April untuk mengatrol timbangan sang anak, mulai dari pemberian makanan bergizi hingga susu formula. "Sudah saya kasih makanan yang dia suka, ya tetap tidak mau. Kita dapat bantuan susu formula dari pemerintah datangnya tidak pasti," sebut April.

Kini, sembari terus merapal doa, April berharap ada jalan keluar lain agar sang anak bisa terbebas dari stunting dan bisa tumbuh layaknya anak-anak lain. 

Baca Juga: Kisah Kemala di Pesisir Timur Sumatera, Dua Anaknya Divonis Stunting

Sedikitnya 5,33 juta balita di Indonesia menderita stunting karena gizi buruk berkepanjangan

Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit Diuraiilustrasi perbedaan tinggi anak stunting dengan anak normal (Dok. IDN Times)

Stunting atau kekerdilan adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi dalam jangka waktu lama, di seribu hari pertama kehidupan anak. Kekerdilan ini tidak hanya berdampak pada tinggi dan berat tubuh semata. 

Dikutip dari kemdikbud.go.id, kondisi ini berefek jangka panjang hingga anak dewasa dan lanjut usia. Kekurangan gizi sejak dalam kandungan mengakibatkan pertumbuhan otak dan organ lain terganggu, yang mengakibatkan anak lebih berisiko terkena diabetes, hipertensi, dan gangguan jantung.

Tak hanya dari segi kesehatan fisik, Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menegaskan, stunting menyebabkan perkembangan mental yang lambat hingg penurunan kecerdasan.

Stunting merupakan salah satu permasalahan paling awet di Indonesia. Sudah 77 tahun sejak Indonesia merdeka, di hampir semua wilayah selalu ada saja kasus stunting, tak terkecuali di kota-kota besar notabene menjadi pusat perekonomian rakyat.

Berdasarkan data SSGBI tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen. Artinya, seperti dikutip dari laman kemdikbud.go.id, ada 5,33 juta balita yang stunting.

Ada lima provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak, berdasarkan data tersebut. Selain Banten, empat provinsi lainnya adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. 

Sementara berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, ada enam provinsi yang memiliki prevalensi balita stunted (tinggi badan menurut umur), yaitu Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Aceh, NTB, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Selatan (grafis terlampir di bawah).

Meski kecil, kasus stunting pun ada di DKI Jakarta. di ibu kota negara itu,  prevalensi balita stunted (tinggi badan menurut umur) ada di angka 16,8 persen. 

Kasus stunting menjadi ironi di tengah prediksi bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2030 hingga 2040. Pada kurun waktu tersebut, masyarakat diperkirakan akan didominasi oleh usia produktif, yakni 15-64 tahun. 

Di sisi lain, berdasarkan Global Nutrition Report pada 2018, Prevalensi Stunting Indonesia dari 132 negara berada pada peringkat ke-108, sedangkan di kawasan Asia Tenggara prevalensi stunting Indonesia tertinggi ke dua setelah Kamboja. 

“Angka ini tentunya sangat mengkhawatirkan, mengingat sumber daya paling berharga bagi suatu negara adalah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Masa depan bangsa kita berada di tangan 79,55 juta anak Indonesia (BPS, 2019)," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, seperti dikutip dari laman kemenpppa.go.id. 

Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit DiuraiPrevalensi Balita Stunted (tinggi badan menurut umur) berdasarkan provinsi, SSGI 2021 (Kemenkes.go.id)

Baca Juga: Pengaruh Buruk Stunting hingga Dewasa, Orang Tua Perlu Waspada

Baca Juga: Bukan Hanya Malnutrisi, Lingkungan Ternyata Pengaruhi Stunting

Kemiskinan, minim edukasi, dan faktor lain jadi benang kusut, penyebab stunting

Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit DiuraiIlustrasi kemiskinan (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Stunting muncul karena banyak faktor yang kerap saling berkait dan menjelma menjadi masalah yang lebih besar dan kompleks. 

Kepala Lurah Belawan Sicanang, Kota Medan Deby Fauziah mengungkap beberapa faktor yang menyebabkan anak stunting, seperti ekonomi rendah dan edukasi minim. Menurut dia, dua faktor ini masih seperti benang kusut yang sulit diurai.

Ekonomi rendah membuat orangtua sulit memberikan makanan bergizi kepada anak. Edukasi minim juga membuat masyarakat yang tinggal di dekat laut tidak tahu bahwa sumber protein yang dapat menyembuhkan anak-anak mereka dari stunting sebenarnya ada di sekitar mereka sendiri.

Berdomisili di pesisir laut Sumatra Utara, Kemala dan keluarga pun bekerja sebagai nelayan. Untuk membantu keuangan, sesekali anak sulung Kemala, Sofie, meminjam perahu milik pamannya untuk mencari kepiting di muara.

Jika beruntung dia bisa mendapatkan 3 sampai 4 ekor kepiting berukuran sekepal tangan anak kecil. Empat ekor kepiting tersebut bukan untuk dimakan, tapi dijual. Uangnya kemudian digunakan untuk jajan dan sebagian diserahkan ke Kemala.

Kombinasi kemiskinan dan stunting juga menjadi persoalan yang dihadapi Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel).

"Hampir semua anak stunting penyebabnya karena faktor kemiskinan. Kalau miskin ini menjadi kompleks, mulai tidak bisa memperhatikan gizi, kebersihan, sanitasi dan faktor stunting lainnya. Oleh sebab itu, ini perlu uluran kita semua dan sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin M Ramadhan, Jumat (19/8/2022). 

Lalu apa kaitannya kemiskinan dengan stunting atau gangguan gizi pada anak? Menurut Ramadhan, kelompok masyarakat miskin kurang memperhatikan kualitas makanan dikonsumsi. Mereka biasanya lebih mementingkan, kapan bisa makan setiap harinya. 

Sementara itu, salah satu tim pakar dari RS Sultan Suriansyah Banjarmasin dr Ati Rahmipurwandari mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya stunting pada masyarakat.

"Multifaktor ya, tidak 1 faktor saja. Pertama kita lihat dari tingkat pendidikan keluarga, bisa juga dari sisi ekonomi, dan dari penyakit tidak teratasi. Jadi itu beberapa faktor yang mempengaruhi," paparnya.

"Masalah sanitasi juga berpengaruh, karena itu berpengaruh kemampuan infeksi. Kalau sanitasi jelek, otomatis infeksi meningkat seperti diare." 

Helfian pun mengimbau masyarakat agar membawa bayinya yang baru lahir ke pusat kesehatan masyarakat untuk mendapatkan imunisasi. Kelurahan Antasan Besar, Kecamatan Banjarmasin Tengah melakukan aksi edukasi kepada masyarakat dalam rangka penekaan stunting. 

Selain kemiskinan dan minim edukasi, pernikahan dini menjadi faktor lain. Setidaknya, faktor ini catatan di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Provinsi ini pun menjadi salah satu wilayah dengan angka prevalensi stunting cukup tinggi di Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi kasus stunting di NTB mencapai angka 33,49 persen.

"Tidak berkaitan dengan masalah ekonomi, lebih kepada faktor determinan stunting itu, angka pernikahan dini yang cukup tinggi," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi NTB Lalu Hamzi Fikri dikonfirmasi IDN Times di Mataram, Sabtu (20/8/2022).

Jika berbicara masalah ekonomi, kata Fikri, banyak produk lokal seperti sayuran, ikan dan lainnya yang mudah didapatkan dan murah di NTB. Tetapi karena pola asuh dan pola makan yang salah menyebabkan balita tidak mendapatkan makanan bergizi untuk tumbuh kembangnya di masa pertumbuhan. "Ini lebih kepada pola asuh, pola makan dan edukasi kepada keluarga," katanya.

Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB, angka pernikahan anak yang tertinggi pada 2020 berada di Bima 235 kasus. Kemudian Lombok Tengah 148 kasus, Lombok Barat dan Lombok Utara 135 kasus, Dompu 128 kasus, Sumbawa 117 kasus, Lombok Timur 43 kasus, Sumbawa Barat 16 kasus dan Kota Mataram 8 kasus.

Baca Juga: Kisah Kemala di Pesisir Timur Sumatera, Dua Anaknya Divonis Stunting

3. Waspadai "asal anak kenyang" yang bisa berujung fatal

Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit Diuraihttps://image.freepik.com

Di luar itu, ada juga faktor salah pola asuh orangtua. Kasus ini terjadi, salah satunya di Bali.

Kepala Puskesmas Selemadeg Barat, Wayan Arya Putra Manuaba, mengatakan berdasarkan data per 30 Juli 2022, di wilayah kerja Puskesmas Selemadeg Barat, dari 865 balita yang diukur panjang badan (PB) dan ditimbang berat badannya (BB), 23 balita mengalami stunting atau sebanyak 2,65 persen.

Rata-rata penyebab stunting pada balita di Selemadeg Barat adalah pola asuh yang salah. Maksudnya, kata Arya, orangtua tidak paham pemberian makanan sehat, baik kuantitas dan kualitasnya serta tidak paham makanan seperti apa yang sesuai kebutuhan kelompok usia.

"Rata-rata adalah asal anak kenyang, tetapi kurang kandungan gizinya," ujar Arya. Padahal, anak membutuhkan nutrisi lengkap untuk tumbuh, terutama di usia 1.000 hari pertama. 

Kasus pola asuh orangtua yang mempengaruhi gizi buruk anak juga ditemukan Kadis Kesehatan Klungkung, Made Adi Swapatni, di wilayah perkotaan dan bahkan di tengah keluarga dengan ekonomi berkecukupan. 

"Misal orangtua kerja, anaknya dititipkan ke nenek. Agar tidak rewel anak ini diberikan makanan ringan yang tidak bergizi. Pola asuh seperti ini yang berkontribusi terhadap malnutrisi pada anak," ujar Kadis Kesehatan Klungkung, Made Adi Swapatni.

Ia berharap para orangtua tidak menganggap remeh masalah pola asuh dan pemberian nutrisi seimbang pada anak. Karena hal ini tidak hanya berpengaruh pada kesehatan dan fisik anak, tapi juga pada perkembangan intelektual anak ke depannya.

Di Bandar Lampung, kasus gizi buruk di tengah keluarga berkecukupan juga ada. Kisahnya datang dari Mardiana, warga pesisir di Pemukiman Gudang Lelang Bandar Lampung. Anak Mardiana masuk kategori anak risiko stunting.

Mardiana menyadari pertumbuhan anaknya cenderung lambat dan terlihat dari tinggi badan dan berat badannya yang kurang dari anak seusianya. Padahal ketika lahir berat badannya normal bahkan relatif normal, yakni 3,7 kg.

Saat ini usia sang anak bungsu memasuki usia ke 2 tahun 10 bulan, namun di umur nyaris 3 tahun tersebut, berat anaknya tertahan di angka 12 kilogram. Sementara, berat ideal untuk anak seusianya adalah 13-14 kg. 

Mardiana menduga, pertumbuhan anaknya tidak berjalan sebagaimana mestinya dikarenakan pernah sakit parah. “Dia pas umur 1 tahunan itu sering sakit-sakitan, pernah sakit panas sampe kejang,” ujarnya.

Selain itu, ia menilai anaknya juga sangat pemilih untuk makanan. Bahkan hingga kini anaknya belum memiliki makanan pakem untuk kebutuhan gizinya karena tidak menyukai sayur dan buah.

“Makannya mah susah banget, jarang sayur sama buah. Nasi juga sebenarnya jarang sih. Dia mah nyusu (formula) dan paling suka jajanan warung kayak wafer Nabati gitu,” imbuhnya.

Baca Juga: Penyakit Penyerta Picu Stunting di Tabanan, Kasus Tinggi di 3 Wilayah

Baca Juga: Pernikahan Dini Jadi Penyebab Banyak Balita Stunting di NTB 

Baca Juga: Kurang Asupan Vitamin dan Nutrisi, Ada 5.658 Balita Stunting di Bima 

4. Pemda berlomba-lomba bikin program menekan stunting, tapi harus diingat: pelaksanaan di lapangan paling penting

Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit DiuraiIlustrasi kegiatan di Posyandu. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Baca Juga: Strategi Sumsel Kurangi Stunting dan Kekhawatiran Bonus Demografi

Setelah Presiden Joko "Jokowi" Widodo meminta stunting ditekan hingga 14 persen pada tahun 2024, pemerintah hingga ke tingkat daerah pun menggelontorkan berbagai program. 

Agar program lebih ramah di telinga masyarakat, tak jarang nama yang dipilih pun unik. Sebut saja Si Bening dan Dashat di Kota Semarang, Jawa Tengah. 

Si Bening merupakan singkatan dari Semua Ikut Bergerak Menangani Stunting, sementara  Dashat singkatan dari Dapur Sehat Atasi Stunting. Program Si Bening ini diluncurkan bulan Juli 2022 bersamaan dengan peringatan Hari Keluarga Nasional. 

Sebelum Si Bening, Dashat yang merupakan program penanganan stunting dengan pemberian makanan tambahan, penempatan petugas surveilans kesehatan (gasurkes) di setiap kelurahan dan pemantauan ibu hamil sudah berjalan di 16 kecamatan di Kota Semarang. 

Kota Semarang memang masih dihadapkan pada masalah stunting. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang mencatat kasus gizi buruk ini justru mengalami peningkatan pada masa pandemik COVID-19. 

Pada 2018, angka stunting di Kota Semarang berada pada angka 2,5 persen. Namun, pada tahun 2019 naik menjadi 2,57 persen. Dari total 107.071 anak di Kota Semarang, sebanyak 2.759 anak mengalami stunting.

Kemudian, kasus stunting kembali mengalami kenaikan pada 2020 menjadi 3,13 persen atau sebanyak 3.143 anak dari total 100.446 anak mengalami gizi buruk. Memasuki tahun 2021, sebanyak 1.367 anak dari 44.058 anak mengalami gizi buruk. 

Sementara di Sumatra Selatan, berbagai program pun mulai bergulir, mulai dari Rembuk Stunting di Musi Banyuasin hingga Program Investasi Gizi dan Proyek IPAL di Kota Palembang.

Plt Bupati Muba, Apriyadi menegaskan, ada tiga tujuan dari Rembuk Stunting, yakni mencakupi dan menyampaikan hasil analisis situasi maupun rancangan rencana kegiatan intervensi secara terintegrasi," paparnya.

Kemudian mendeklarasikan komitmen pemerintah daerah dan menyepakati rencana kegiatan intervensi penurunan stunting, serta membangun komitmen publik dalam kegiatan penurunan jumlah kasuh.

"Sasarannya seluruh penduduk Kabupaten Muba fokus pada masyarakat yang berisiko stunting seperti keluarga miskin, remaja putri anemia, ibu hamil, dan bayi usia 0-24 bulan," kata dia. 

Stunting, kata dia, harus ditekan sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang merugikan, seperti terhambatnya tumbuh kembang pada anak. 

"Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan berdasarkan laporan World Bank Stunting dan berbagai bentuk masalah gizi bisa menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahun," jelasnya.

Sementara Pemkot Palembang mencanangkan program Investasi Gizi dengan melibatkan posyandu di tiap kelurahan dan kecamatan. Program itu dibuat untuk menekan angka stunting atau anak kerdil di Palembang.

"Gerakan gotong-royong sistemnya investasi. Nanti dananya akan digunakan untuk menekan angka kegagalan tumbuh kembang anak atau stunting," ujar Wakil Wali Kota (Wawako) Palembang, Fitrianti Agustinda atau Finda, Kamis (14/7/2022).

Program Investasi Gizi merupakan gerakan yang diwujudkan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Kegagalan pertumbuhan gizi diharapkan menjadi nol pada 2023 nanti.

"Karena butuh pendanaan cukup besar untuk meningkatkan gizi anak, sehingga perlu berinvestasi sejak sekarang sebagaimana Perpres yang ada," kata dia.

Sementara Proyek IPAL di Kota Palembang merupakan kependekan dari Instalasi Pengolahan Air Limbah di Sei Selayur Palembang yang masih berjalan, kini sudah mencapai 60 persen. Apabila proyek tersebut selesai, hasilnya diklaim mampu menekan jumlah stunting atau anak kerdil.

"Keuntungan dari segi kesehatan bahwa air minum dan sanitasi, 30 persen memengaruhi stunting. Apabila air bersih dan sanitasinya bagus, maka masyarakat lebih sehat dan bisa menekan angka stunting" ujar Wali Kota (Wako) Palembang, Harnojoyo, Jumat (24/6/2022).

Jaringan IPAL di Sei Selayur Palembang dibuat untuk memelihara kebersihan lingkungan. Pemerintah Kota (Pemkot) pun membutuhkan dukungan tambahan selain dari program hibah Pemerintah Australia senilai Rp450 miliar.

“Tujuan atau manfaat pembangunan IPAL Sei Selayur ini jelas untuk membersihkan sungai, sedimen, kotoran, limbah sehingga sungai bebas tercemar limbah cair maupun padat namun kembali jernih dan bebas sampah," tambah dia.

Camat Banjarmasin Tengah, Kalsel, Ibnu Sabil juga meluncurkan program dengan nama unik, yakni Dapur Dahsyat Antasan Besar. Program dijalankan dengan memberikan sajian kue olahan singkong yang dikemas menjadi makanan menarik, murah dan sehat, kepada anak dan balita di wilayah kerjanya.

"Kegiatan ini untuk mengedukasi membuat makanan dari gumbili atau singkong dengan berbagai ragam. Ini dibagikan untuk anak stunting agar merasakan momen 17-an makanan sehat dan menarik," kata Ibnu.

Pada dasarnya, semua program baik, tapi yang paling penting tetaplah bagaimana pelaksanaan di lapangan. Apakah program tepat sasaran? 

Semua akan terjawab pada tahun 2024, apakah target pemerintah pusat menekan stunting hingga 14 persen berhasil? 

Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit DiuraiTren dan target penurunan stunting (IDN Times/M Shakti)

Baca Juga: Wapres Ingin Target Penurunan Stunting 14 Persen di 2024 Tercapai!

Edukasi calon pengantin jadi salah satu kunci pencegahan stunting

Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit DiuraiIlustrasi penggunaan masker. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menekankan pentingnya pemantauan kesehatan dan pengetahuan calon pengantin sebelum menikah. 

Dengan demikian, kata dia, pernikahan agar ke depannya tidak menghasilkan generasi yang stunting. Salah satu kerja sama dengan Kementerian Agama adalah tiga bulan sebelum menikah, calon pengantin harus mendaftarkan periksa kesehatan melalui aplikasi Elsimil (Aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil)‎.

"Jadi calon pengantin tiga bulan sebelum nikah harus memasukkan keterangan tinggi badan, berat badan, lingkar pinggang atas dan HB," kata dia, saat melakukan kunjungan kerja ke Bantul, Maret 2022. 

Menurut Hasto, aplikasi Elsimil sudah dilaksanakan sebagai syarat untuk menikah, harapannya anak yang dilahirkan tidak mengalami stunting.

"Ya kalau hasil dari Elsimil itu belum siap untuk hamil, maka bisa ditunda kehamilannya sampai benar-benar siap untuk hamil. Kan bisa pakai kontrasepsi seperti kondom atau pil. Tapi yang jelas meski dalam aplikasi Elsimil syarat kesehatan kurang, nikah tetap bisa dilaksanakan," ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya, Tomi Ardiyanto juga melakukan langkah antisipasi dengan memberikan pemahaman kepada calon pengantin hingga sosialisi kepada ibu hamil.

Antisipasi lain dilakukan Pemkot dengan mencegah pernikahan dini. Sebab, salah satu pemicu stunting adalah perkawinan di bawah umur. "Umur kurang dari 19 tahun reproduksi perempuan belum matang," ujarnya.

Baca Juga: Bantul Jadi Daerah Percontohan Nasional Penurunan Stunting

Baca Juga: Si Bening Dashat Jurus Penting Tangani Anak Stunting di Semarang 

Bergandeng tangan menyelesaikan dan mencegah stunting

Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit DiuraiIDN Times/Khaerul Anwar

Stunting tak bisa diselesaikan oleh satu lembaga saja, atau masyarakat saja, atau pemerintah saja. Semua pihak, hingga ke tingkat keluarga harus bergandeng tangan dan mencegah stunting terus terjadi di masa mendatang. 

Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, misalnya, mengajak pengurus Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) untuk terlibat aktif dalam menanggulangi kasus stunting di wilayahnya. Gus Yasin mengatakan, pengurus IMM sudah mengucapkan ikrar yang sejalan dengan program yang sedang diemban oleh Pemprov Jateng. 

"Ikrar IMM yaitu penanganan stunting, penanggulangan kemiskinan, serta mengajak masyarakat Jateng untuk pulih dari keterpurukan ekonomi selama pandemik," ungkapnya pada Senin (8/8/2022). 

Lebih jauh lagi, ia menuturkan DPD IMM Jateng diharapkan segera menyusun langkah dan program kemudian dikolaborasikan dengan pemerintah dan pihak terkait sehingga semuanya dapat bergerak bersama. 

Tak cuma itu saja, IMM yang punya program menyongsong Indonesia Emas 2045 harus mampu menciptakan kader-kader terbaik untuk memimpin Indonesia di masa depan. Karenanya, IMM diharapkan dapat berkolaborasi dengan pemerintah melalui berbagai program yang telah dicanangkan.

"Untuk menyiapkan kader terbaik itu banyak ornamennya. Salah satunya penanggulangan stunting melalui program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng dan Jo Kawin Bocah. Karena  penyebab stunting salah satunya dimulai dari perkawinan pada usia dini," kata dia. 

Sebelumnya, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo juga menegaskan kolaborasi berbagai pihak penting dalam mengentaskan kekerdilan pada anak. 

BKKBN,  kata Hasto, bekerja sama dengan Kementerian Agama RI. Ke depan, dia juga berharap kerja sama itu bisa terus diperluas dengan merangkul ormas Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. 

Hal ini diamini Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas. Menurutnya, pengentasan  stunting untuk menciptakan generasi bangsa yang sehat dan cerdas adalah bukan lagi perintah negara, namun sudah perintah dari agama maka semua pihak harus ikut terlibat dalam menurunkan angka stunting di Indonesia.

"Jadi jangan hanya jadi tanggung jawab BKKBN atau Kementerian Agama tapi harus menjadi tanggung jawab kita semua. Oleh karenanya tadi Pak Hasto (Kepala BKKBN) kepada kita, ini penting dilakukan dengan cara-cara yang kolaboratif," ucapnya.

"Kalau tidak dilakukan secara kolaborasi maka penurunan angka stuntaing ini juga akan menghadapi permasalahan yang tidak mudah,"tambahnya lagi.

Jadi percontohan nasional penanganan stunting, Bantul lancarkan berbagai upaya

Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit Diurai(IDN Times/M Shakti)

 Salah satu wilayah di Yogyakarta dengan kasus stunting di bawah persentase nasional adalah Bantul. Kabupaten ini pun menjadi daerah percontohan. 

Angka stunting di wilayah ini hanya mencapai 14 persen,  sehingga sudah mendekati target penurunan di tahun 2024.

‎Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan Bantul juga mengucurkan dana sebanyak Rp50 juta untuk pengentasan stunting di tingkat padukuhan atau dusun. 

"Bantul juga punya komitmen tinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya, dengan adanya dana per padukuhan atau dusun sebesar Rp50 juta. Salah satu kucuran dana tersebut untuk pengentasan stunting di tingkat padukuhan atau dusun," kata Hasto, medio Maret 2022. 

Kepedulian Pemkab Bantul mengucurkan dana Rp50 juta per padukuhan itulah yang menjadikan wilayah ini menjadi menjadi daerah percontohan kabupaten/kota lainnya di Indonesia untuk menurunkan angka stunting.

"Komitmennya sangat tinggi di Bantul ini sehingga bisa menjadi contoh bagi kabupaten/kota lainnya di Indonesia dalam hal pengentasan stunting," terang mantan Bupati Kulon Progo ini.

Pemerintah Kabupaten Bantul pun memasang target cukup fantastis, yakni nol kasus stunting. ‎Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3P2KB) Kabupaten Bantul, Ninik Istitarini mengungkap, saat ini ada 3.056 dari sekitar 45 ribu balita yang mengalami stunting. 

Meski jumlah balita yang mengalami stunting mencapai 3.056 anak, menurut dia, angka tersebut lebih rendah dibandingkan angka rata-rata stunting di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan juga nasional.

"Meski angka stunting kita terbilang kecil namun kita punya target Bantul bebas stunting," ucapnya.

Selain mengangarkan Rp50 juta per padukuhan‎, Pemkab Bantul juga menempuh upaya lain untuk mencapai target nol kasus.

Wakil Bupati Bantul, Joko B Purnomo mengaku sudah meminta kepada semua dukuh untuk mendata calon pengantin yang akan menikah. Selain itu, diterjunkan pula ribuan kader untuk menjadi pendamping ibu hamil.

"Awal Juni 2022 akan ada pendamping keluarga mencapai 401 tim. Setiap tim berisi tiga orang dan tersebar di 75 kalurahan. Tugas utama mereka melakukan pendampingan, edukasi terhadap ibu hamil agar tidak terjadi stunting," ucapnya.

Pemkab Bantul juga meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Pemantauan Wilayah Kesehatan Ibu dan Anak atau SIPIA. Aplikasi tersebut untuk memantau ibu-ibu hamil sehingga penanganan, akses, dan pelayanan kesehatan terkait dengan kejadian kegawatdaruratan ibu dan bayi segera bisa direspons dengan baik.

"Dengan aplikasi SIPIA ini permasalahan kesehatan, terkhusus kesehatan ibu dan anak balita, ada dalam satu genggaman gawai masing-masing. Aplikasi juga dilengkapi dengan titik koordinat sehingga memudahkan petugas untuk melakukan pertolongan," katanya.‎

Baca Juga: Palembang Bikin Program Investasi Gizi Tekan Jumlah Anak Kerdil

Ini merupakan tulisan kolaborasi dari beberapa hyperlocal IDN Times. Berikut penulis artikel kolaborasi ini: Khaerul Anwar, Indah Permatasari, Muhammad Nasir, Rohmah Mustaurida, Wayan Antara, Khusnul Hasana, Daruwaskita,  Anggun Puspitoningrum, Fariz Fardianto, Ni Ketut Wira Sanjiwani, Khusnul Hasana, Yuliani, Sri Wibisono, Feny Maulia Agustin.

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya