Kemudian, siapa yang menyangka jika wilayah Lebak Banten bakal menjadi pemicu runtuhnya Ratu Atut Chosiyah. Bukan karena potret buram kondisi di wilayah yang beribu kota di Rangkasbitung itu, melainkan karena Pilkada.
Buntut dari Pilkada Lebak ini, beberapa anggota klan Ratu Atut berurusan dengan hukum. Kasus ini pun berujung menyeret nama Ratu Atut dalam kasus dugaan suap terkait penanganan sengketa pilkada Lebak 2013.
Diketahui, dalam pilkada tersebut diikuti oleh tiga pasangan calon, yakni Pepep Paisaludin-Aang Rasyidi dari jalur perseorangan yang mendapat nomor urut satu, lalu pasangan Amir Hamzah-Kasmin dengan nomor urut dua dan pasangan Iti Oktavia-Ade Sumardi mendapat nomor urut tiga.
Hasil penghitungan yang dilakukan KPUD, pasangan Iti-Ade keluar sebagai juara di Pilkada Lebak. Namun kemenangan ini kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pasangan nomor urut dua Amir-Kasmin.
Setelah melalui proses persidangan, MK dalam putusannya memerintahkan agar dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) dalam Pilkada Lebak, Banten. Menurut MK, telah terjadi pelanggaran serius yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif saat Pilkada Lebak digelar.
Namun tidak lama setelah putusan sengketa di MK, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Tubagus Chaeri Wardhana-- adik Ratu Atut--di rumahnya di Jakarta. Tubagus yang biasa disapa Wawan itu diduga menyuap Ketua MK, kala itu, Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada di Lebak.
Kasus ini menyeret sejumlah nama, mulai dari Akil Mochtar sendiri, lalu Susi Tur Andayani, dan Ratu Atut yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Banten.