Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Jadi Temuan BPK, Ada Apa dengan Lahan RSUD Tigaraksa Puspemkab Tangerang?

IMG-20250704-WA0002_edit_39892741519207.jpg
RSUD Tigaraksa (IDN Times/Muhamad Iqbal
Intinya sih...
  • Pemkab Tangerang beli lahan RSUD Tigaraksa seharga Rp39,8 miliar dari PT PWS
  • Pembelian lahan tidak sesuai studi kelayakan pembangunan RSUD
  • Lahan SHGB yang dibeli sudah habis masa haknya, lokasi lahan juga sudah ditempati rumah warga dan berpotensi terjadi sengketa

Tangerang, IDN Times - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tigaraksa yang berlokasi di sekitar Pusat Pemerintahan Kabupaten (Puspemkab) Tangerang telah beroperasi sejak 2023. Meski sudah beroperasi dari dua tahun lalu, pengadaan lahan untuk bangunan gedung layanan kesehatan publik tersebut, masih menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Dalam LHP Keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang tahun anggaran 2024 itu, BPK menulis bahwa belanja modal tanah seluruhnya dianggarkan pada Dinas Perumahan, Permukiman dan Pemakaman (Dinas PPP)-- selaku perangkat daerah yang memiliki tugas dan kewenangan dalam pembebasan tanah untuk kepentingan Pemkab Tangerang, khususnya pada Bidang Pemakaman dan Pertanahan.

Salah satu realisasi Belanja Modal Tanah yang menjadi sorotan BPK adalah tahun 2024, yakni pembayaran kepada PT PWS sebesar Rp39.844.900.000 atas tanah yang kemudian dipakai untuk pembangunan RSUD Tigaraksa.

1. Tanah bermasalah berujung Pemkab membeli seluruh lahan yang diklaim PT PWS seluas 91.935 m²

ilustrasi rupiah (vecteezy.com/Onyengradar)
ilustrasi rupiah (vecteezy.com/Onyengradar)

BPK mencatat, pengadaan tanah untuk RSUD Tigaraksa dilaksanakan pada tahun 2020 sampai 2022 dengan luas lahan yang dibutuhkan seluas 49.873 meter persegi (m²) dengan anggaran senilai Rp62.463.767.000. Pengadaan lahan kemudian bermasalah.

Sebagian lahan yang dibeli itu, semula diakui warga berinisial TWS, seluas 27.328 m². Rupanya, lahan itu diklaim milik PT PWS sehingga TWS mengembalikan uang senilai Rp32.820.080.000 kepada Pemkab Tangerang.

Lahan bermasalah tersebut merupakan bagian dari luasan lahan dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 4/Desa Tigaraksa total 91.935 m² yang diklaim PT PWS.

Selanjutnya, Pemkab Tangerang membayar kepada PT PWS untuk pembelian seluruh luasan tanah SHGB Nomor 4/Desa, seluas 91.935 m² senilai Rp39.844.900.000. Pembayaran dilakukan dalam dua tahap, yakni pada 13 Juni 2024 sebesar Rp32.820.980.000 dan tahap kedua pada 30 Desember 2024 sebesar Rp7.023.920.000.

1. BPK menemukan, pembelian lahan untuk RSUD Tigaraksa melebihi kebutuhan

IMG-20250704-WA0002_edit_39892741519207.jpg
RSUD Tigaraksa (IDN Times/Muhamad Iqbal

BPK menemukan sejumlah persoalan dalam pembelian lahan tersebut. Pertama, pembelian lahan dengan SHGB Nomor 4/Tigaraksa seluas 91.935 m² itu membuat pengadaan lahan untuk RSUD Tigaraksa melebihi kebutuhan. Berdasarkan pemeriksaannya, feasibility study (FS) atau studi kelayakan kebutuhan tanah untuk pembangunan RSUD Tigaraksa hanya 50.000 m². Dengan pembelian lahan SHGB Nomor 4/Tigaraksa itu, Pemkab Tangerang membeli lahan dengan luasan total 114.480 m².

"Berdasarkan Laporan KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik), Toto Suharto & Rekan, tanggal 24 Mei 2024, pembayaran kepada PT PWS atas tanah SHGB Nomor 4/Tigaraksa seluas 91.935 m2 senilai Rp39.844.900.000,00 terdiri dari bidang tanah di sisi selatan jalan kabupaten seluas 34.991 m2 senilai Rp17.145.590.000 dan bidang tanah di sisi utara jalan kabupaten seluas 54.046 m2 senilai Rp22.699.320.000. Sedangkan bidang tanah yang digunakan untuk jalan kabupaten seluas 2.898 m2 tidak dilakukan perhitungan oleh KJPP," tulis BPK.

BPK mengungkap, pembangunan Gedung RSUD Tigaraksa dan bangunan pendukung lainnya seluruhnya berada pada bidang sisi selatan jalan kabupaten, sesuai dengan perencanaan dalam studi kelayakan. "Dengan demikian pengadaan tanah untuk pembangunan RSUD Tigaraksa melebihi kebutuhan seluas 64.607 m2 (91.935 m2 – 27.328 m2) senilai Rp26.454.190.000," tulis BPK.

2. Dinas PPP Kabupaten Tangerang membeli lahan dengan dalih putusan pengadilan, tapi BPK menilai, tak sesuai isi putusan

ilustrasi palu pengadilan (pexels.com/Sora Shimazaki)
ilustrasi palu pengadilan (pexels.com/Sora Shimazaki)

Dalam laporannya, BPK menulis hasil hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pemakaman dan Pertanahan Dinas PPP. Dalam wawancara BPK itu, pejabat bersangkutan menjelaskan bahwa pembayaran atas keseluruhan bidang tanah SHGB Nomor 4/Tigaraksa seluas 91.935 m² merupakan putusan pengadilan yang bersifat inkracht.

Namun, BPK melampirkan putusan pengadilan yang dimaksud, yakni Penetapan Hakim Pengawas Nomor 135 PK/Pdt/Sus/2012 Jo. Nomor 11/Pailit/2011/PN. Niaga.Jkt.Pst tanggal 29 Mei 2024, yang berisi tentang pemberian izin kepada Tim Kurator PT PWS untuk melakukan penjualan di bawah tangan atas bidang SHGB No.4/Tigaraksa seluas 91.935 m².

"Diketahui bahwa penetapan Hakim Pengawas tersebut dibuat berdasarkan surat permohonan Tim Kurator, tidak ada pengikatan maupun perintah kepada Pemkab Tangerang untuk membeli keseluruhan bidang tanah SHGB Nomor 4/Tigaraksa seluas 91.935 m²," tulis BPK.

Selain itu, lanjut BPK, dalam boedel pailit (seluruh harta kekayaan milik debitur orang atau badan usaha yang dinyatakan pailit oleh pengadilan yang kemudian menjadi objek dalam proses pemberesan untuk membayar utang-utangnya kepada kreditur) yang sejenis untuk kelebihan tanah Kawasan Puspemkab seluas 99.849 m², Pemkab Tangerang membayar kepada Tim Kurator PT PWS atas kelebihan tanah Kawasan Puspemkab seluas 99.849 m² senilai Rp164.931.772.000, bukan atas keseluruhan bidang tanah SHGB atas nama PT PWS.

"Dengan demikian, terdapat perbedaan perlakuan dalam pembayaran Pemkab Tangerang kepada Tim Kurator PT PWS, antara pembayaran atas bidang tanah SHGB Nomor 4/Tigaraksa untuk RSUD Tigaraksa dengan bidang tanah untuk Kawasan Puspemkab," tulis BPK.

3. BPK: bidang tanah SHGB Nomor 4/Tigaraksa beririsan dengan bangunan milik warga setempat

Ilustrasi palu pengadilan. (Pixabay.com/QuinceCreative)
Ilustrasi palu pengadilan. (Pixabay.com/QuinceCreative)

Persoalan selanjutnya dalam temuan BPK terungkap bahwa SHGB Nomor 4/Tigaraksa atas nama PT PWS telah berakhir haknya pada 7 Agustus 2014. Sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 9 Mei 2025, BPK menyebut, tidak terdapat dokumen yang menunjukkan permohonan perpanjangan SHGB Nomor 4/Tigaraksa.

Dengan demikian, Pemkab Tangerang melakukan transaksi pembayaran penggantian bidang tanah SHGB Nomor 4/Tigaraksa itu dalam kondisi sertifikat yang telah berakhir. Hal tersebut, menurut BPK, menunjukkan ketidakhati-hatian Pemkab Tangerang dalam melakukan pembebasan tanah.

Selain itu, bidang tanah SHGB Nomor 4/Tigaraksa beririsan dengan bangunan milik warga setempat. Hasil pemeriksaan lapangan menunjukkan bahwa di lokasi bidang tanah sisi utara sebagian besar berupa tanah kosong, namun di lokasi tersebut juga terdapat jalan kavling perumahan, bangunan permanen rumah penduduk, dan bangunan semi nonpermanen kios usaha.

"Adanya penguasaan tanah dalam bentuk bangunan rumah penduduk dan kios usaha tersebut berisiko menimbulkan sengketa kepemilikan di kemudian hari. Selain itu, belum ada pengamanan fisik berupa pagar atau papan pengumuman yang menginformasikan atas tanah tersebut merupakan milik Pemkab Tangerang," tulis BPK.

4. Ini akibat pengadaan lahan yang bermasalah tersebut

IMG-20250704-WA0002_edit_39892741519207.jpg
RSUD Tigaraksa (IDN Times/Muhamad Iqbal

BPK juga mengungkap akibat persoalan pengadaan lahan tersebut, termasuk membebani keuangan daerah sehingga Pemkab Tangerang tidak dapat menggunakan anggarannya untuk kebutuhan pembangunan daerah yang lebih prioritas. Salah satu persoalan yang disoroti BPK adalah pembelian lanjutan sisa tanah SHGB Nomor 4/Tigaraksa seluas 64.607 m² senilai Rp26.454.190.000 yang di luar kebutuhan untuk pembangunan RSUD Tigaraksa.

Selain itu, ada potensi Pemkab Tangerang tidak dapat memperoleh hak tanah atas SHGB Nomor 4/Tigaraksa yang habis masa berlaku pada tanggal 7 Agustus 2014. "Potensi menimbulkan sengketa di kemudian hari atas bidang tanah SHGB Nomor 4/Tigaraksa yang beririsan dengan bangunan milik warga setempat," tulis BPK.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ita Lismawati F Malau
EditorIta Lismawati F Malau
Follow Us