Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pelajar SMP (dok. Humas Pemkot Bogor)
ilustrasi pelajar SMP (dok. Humas Pemkot Bogor)

Intinya sih...

  • Tak ada verifikasi lapangan terhadap data yang masuk, banyak dokumen diragukan keasliannya, absennya verifikasi lapangan memperparah kondisi.

  • Sistem belum mampu menyortir dan memprioritaskan siswa berdasarkan tingkat kesejahteraan, prosedur teknis juga menyulitkan siswa.

  • Sekolah kekurangan ruang kelas, hanya menerima 10 rombongan belajar, siswa tidak tertampung akan diarahkan ke sekolah negeri lain yang masih memiliki kuota.

Tangerang Selatan, IDN Times – Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 tingkat SMP di Kota Tangerang Selatan menuai sorotan tajam. Sejumlah laporan dari masyarakat mengungkap dugaan penyalahgunaan jalur afirmasi, penggunaan dokumen tidak sah, hingga lemahnya sistem verifikasi digital.

Laporan tersebut diperkuat oleh pernyataan salah satu kepala sekolah. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SMP Negeri 4 Tangsel, Kunardi mengungkapkan, bahwa salah satu persoalan utama dalam jalur afirmasi adalah lemahnya validasi dokumen administrasi.

“Sekolah hanya memverifikasi dokumen, tidak bisa menilai kondisi ekonomi keluarga secara langsung,” ujarnya, dikutip Rabu (16/7/2025).

1. Tak ada verifikasi lapangan terhadap data yang masuk

ilustrasi panduan lengkap SPMB SD 2025 (unsplash.com/Syahrul Alamsyah Wahid)

Dokumen yang diperiksa antara lain Kartu Indonesia Pintar (KIP), Program Indonesia Pintar (PIP), Program Keluarga Harapan (PKH), dan surat keterangan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Namun, menurut Kunardi, banyak dokumen yang diragukan keasliannya.

Beberapa file digital yang diterima, kata dia, diduga hasil suntingan. Ada pula Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang tidak valid, dan barcode pada dokumen yang tidak bisa terbaca oleh sistem.

Selain administrasi, absennya verifikasi lapangan juga dinilai memperparah kondisi. Klarifikasi hanya dilakukan jika ada laporan masyarakat. “Kami terbatas. Verifikasi hanya dilakukan jika ada laporan atau kejanggalan,” ucap Kunardi.

2. Sistem belum mampu menyortir dan memprioritaskan siswa berdasarkan tingkat kesejahteraan

Petugas mengawasi pelaksanaan SPMB Mandiri secara online. IDN Times/ Bramanta Pamungkas

Kunardi juga menyoroti kelemahan sistem digital yang digunakan dalam SPMB di Tangsel. Ia menyebut sistem belum mampu memprioritaskan siswa berdasarkan tingkat kesejahteraan.

“Desil 1 sampai 5 harusnya diprioritaskan. Tapi kenyataannya, sistem belum bisa memilah dengan tepat,” kata dia.

Tak hanya soal verifikasi, prosedur teknis seperti reset akun dan perpindahan jalur juga dinilai menyulitkan siswa. “Ada siswa yang gagal di satu jalur dan sebenarnya layak di jalur lain, tapi terhambat teknis,” tambah Kunardi.

3. Sekolah kekurangan ruang kelas

Ilustrasi anak smp (Dok. Istimewa)

Tahun ini, SMPN 4 Tangsel hanya menerima 10 rombongan belajar, masing-masing maksimal 42 siswa, sesuai ketentuan Data Pokok Pendidikan atau Dapodik. Bila kuota penuh, sistem otomatis menolak pendaftaran.

Meski demikian, pihak sekolah memastikan siswa yang tidak tertampung akan diarahkan ke sekolah negeri lain yang masih memiliki kuota, seperti SMPN 9, SMPN 17, dan SMPN 18.

“Semua anak tetap difasilitasi. Tidak ada yang ditinggalkan,” tegas Kunardi.

Editorial Team