Juli Ada 183 Kasus, Angka Kekerasan Seksual Anak di Banten Masih Tinggi

- Kota Tangerang memiliki kasus tertinggi, dengan 72 kasus, disusul oleh Kabupaten Tangerang dan Kota Serang
- Pemerintah Provinsi Banten memperkuat sinergi lintas sektor dengan mendorong pembentukan Satuan Tugas Perlindungan Anak (Satgas PA) dan penerapan sekolah ramah anak di seluruh wilayah
- Dalam kasus dugaan pelecehan seksual di SMAN 4 Kota Serang, korban sudah mendapatkan pendampingan sejak awal oleh tim lintas instansi
Serang, IDN Times – Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Provinsi Banten masih menunjukkan tren peningkatan dan mengkhawatirkan. Berdasarkan data terbaru Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), hingga 23 Juli 2025 telah tercatat 313 kasus, dengan 183 di antaranya menimpa anak-anak.
Kekerasan seksual menjadi bentuk paling dominan, yakni sebanyak 106 kasus. Data itu disusul kekerasan psikis 43 kasus, kekerasan fisik 24 kasus, serta eksploitasi ekonomi dan perdagangan orang 10 kasus. Ironisnya, mayoritas pelaku justru berasal dari lingkungan terdekat korban seperti ayah kandung, paman, pacar, tetangga, hingga teman sendiri.
“Sekarang itu pelakunya justru yang paling dekat. Anak jadi makin takut bicara. Pendampingan harus dilakukan sejak awal,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Banten, Sitti Ma’ani Nina, Kamis (24/7/2015).
1. Kota Tangerang tertinggi, kasus menyebar di seluruh wilayah

Berdasarkan sebaran wilayah, Kota Tangerang mencatat laporan tertinggi dengan 72 kasus, disusul Kabupaten Tangerang 52 kasus dan Kota Serang 45 kasus. Wilayah lain seperti Pandeglang, Lebak, dan Cilegon juga melaporkan puluhan kasus, menunjukkan bahwa persoalan ini bukan hanya terjadi di daerah perkotaan.
“Kasus kekerasan itu tidak bisa dilihat dari angka semata. Satu kasus saja bisa berdampak besar pada psikologis anak,” katanya.
DP3AKKB mencatat dari seluruh laporan yang masuk, 130 kasus masih dalam proses hukum di kepolisian. Sementara itu, sebanyak 66 korban telah mendapat pendampingan psikososial, 51 menerima bantuan hukum, 35 mendapat layanan medis, dan sebagian dirujuk ke shelter aman.
"Dalam aspek pelaporan, keluarga korban menjadi pihak pelapor terbanyak 86 laporan, diikuti oleh korban sendiri 66 laporan, masyarakat umum, serta lembaga layanan seperti UPTD PPA," katanya.
2. Kolaborasi dan sekolah ramah anak jadi fokus

Nina menjelaskan, Pemerintah Provinsi Banten kini memperkuat sinergi lintas sektor dengan mendorong pembentukan Satuan Tugas Perlindungan Anak (Satgas PA) dan penerapan sekolah ramah anak di seluruh wilayah. Ini menjadi langkah preventif di tengah sulitnya mendeteksi kekerasan yang terjadi dalam ruang privat.
“Sekolah bukan cuma tempat belajar, tapi harus jadi rumah kedua yang aman dan bebas dari kekerasan. Guru harus jadi pelindung, bukan pelaku,” katanya.
3. Untuk kasus SMAN 4 Serang, mereka tengah fokus pemulihan psikologi korban

Dalam kasus dugaan pelecehan seksual di SMAN 4 Kota Serang, ia menyebut korban sudah mendapatkan pendampingan sejak awal oleh tim lintas instansi. Namun, pihaknya membatasi informasi demi menjaga kondisi psikologi korban.
“Semua proses berjalan. Tapi tidak semua bisa kami buka ke publik karena kami prioritaskan pemulihan korban,” katanya.
Meski angka pelaporan meningkat, Nina menyebut tantangan terbesar saat ini adalah pencegahan dan memutus budaya diam di masyarakat. Sebagian besar korban masih ragu melapor karena takut, malu, atau diintimidasi oleh lingkungan dekat.
“Angka memang penting, tapi satu kasus pun bisa berdampak besar pada masa depan anak. Kita harus hadir sebelum terlambat,” katanya.