Material baru di lokasi proyek penataan kawasan kumuh Serua Tangsel yang sudah dinyatakan selesai (IDN Times/Muhamad Iqbal)
Koordinator Ikatan Alumni Sekolah Anti Korupsi (IKA Sakti) Tangerang, Doni Nuryana, menilai banyaknya ketidaksesuaian di lapangan menunjukkan indikasi kuat penyimpangan penggunaan anggaran.
“Proyek ini menyimpan 'bau' korupsi dan perlu segera diaudit. Ketidaksesuaian antara DED dan hasil pekerjaan adalah pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas,” ujar Doni.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap proyek dengan nilai miliaran rupiah tersebut.
“Kalau proyek yang dekat pusat pemerintahan saja seperti ini, bagaimana dengan proyek yang jauh dari pantauan? Ini pertanyaan besar soal integritas dan pengawasan,” tegasnya.
Doni mendesak aparat penegak hukum untuk segera melakukan audit fisik dan keuangan terhadap proyek tersebut. “Kalau benar ada pekerjaan yang tidak sesuai DED atau bahkan fiktif, ini bukan lagi masalah administrasi, tapi indikasi korupsi yang harus diusut tuntas,” tambahnya.
Sementara itu, Kabid Permukiman Disperkimta Tangsel, Anung Indra Kumara, berpendapat bahwa perubahan item pekerjaan bisa dilakukan selama sesuai ketentuan.
“Dari sisi teknis, DED itu sebenarnya jadi pedoman kerja. Tapi dalam pelaksanaan bisa saja ada adendum, baik penambahan atau pengurangan item pekerjaan. Asal tidak lebih dari batas tertentu, itu masih diperbolehkan,” ujarnya.
Namun, Anung tidak menyebutkan batas maksimal perubahan yang diperbolehkan. Ia berdalih bahwa penyesuaian dilakukan karena kondisi lapangan yang tidak memungkinkan pelaksanaan sesuai rencana awal.
Sementara berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, adendum kontrak hanya diperbolehkan untuk perubahan minor, maksimal 10 persen dari nilai kontrak awal.
Perubahan lebih dari batas itu harus dilakukan melalui kontrak baru, bukan adendum. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 54 ayat (6) Perpres 16/2018, yang menyebutkan bahwa penambahan nilai kontrak akibat perubahan pekerjaan tidak boleh melebihi 10 persen dari nilai awal kontrak.
Jika dilanggar, hal ini berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau dasar penyelidikan aparat penegak hukum.
Mengutip Jurnal Politeknik Pekerjaan Umum Semarang, proses MC-0 atau Mutual Check Nol merupakan pemeriksaan bersama untuk menghitung kembali seluruh komponen volume pekerjaan agar sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Tujuannya, untuk menghindari kelebihan atau kekurangan volume pekerjaan dan memastikan perencanaan sesuai dengan pelaksanaan di lapangan.
Kepala UKPBJ Tangsel, Mochammad Hardi, menegaskan kembali bahwa pelaksanaan MC-0 dan pelibatan masyarakat adalah kunci agar proyek pemerintah berjalan transparan, akuntabel, dan sesuai kebutuhan warga.
“Kalau masyarakat tidak dilibatkan sejak awal, yang rugi bukan hanya pemerintah, tapi juga warga penerima manfaat,” kata Hardi.