Sebelumnya, Kajari Serang, Lulus Mustofa menjelaskan, kasus dugaan korupsi yang menjerat Sarnata tersebut bermula pada tahun 2023 lalu. Ketika itu, Sarnata menjalin kerja sama dengan pihak swasta untuk mengelola dan menyewakan aset Pemkot Serang di Stadion Maula Yusuf.
Dia menyebut, perjanjian kerja sama tersebut tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Seharusnya, uang sewa yang ditarik pihak ketiga tersebut harus dibayarkan minimal dua hari sebelum penandatanganan kerja sama.
Akan tetapi, uang sewa senilai ratusan juta rupiah dari 59 pedagang itu nyatanya tidak masuk ke kas pemerintah. “Sampai hari ini, uang sewa ini tidak dibayar, tidak ada pemasukan ke RKUD (Rekening Kas Umum Daerah),” katanya.
Kajari menilai, Sarnata melakukan perjanjian yang tidak sesuai prosedur dengan pihak ketiga. Akibatnya, terdapat potensi kehilangan pendapatan daerah sebesar Rp483.635.555.
“Dia (Sarnata) menandatangi perjanjian yang sebenarnya dia tidak berhak, tidak melalui prosedur sebagai kepala dinas dan dilakukan ilegal. Tidak ada pemasukan ke RKUD, sesuai perhitungan jasa pelayanan penilai publik itu Rp483.635.555,” katanya.
Perbuatan Sarnata tersebut, diakui Kajari telah menguntungkan pihak ketiga sebesar Rp456,700 juta. Potensi penerimaan atau keuntungan yang didapatkan pihak ketiga tersebut tidak menutup kemungkinan akan bertambah. Sebab, saat ini pembangunan lapak pedagang tersebut saat ini masih berjalan.
“Jadi pemasukan ke RKUD itu sama sekali tidak ada. Lahan itu tetap dibangun bahkan terhitung di bulan Juli 2024, pihak ketiga sudah menerima pemasukan atau keuntungan," kata Lulus.
Meski sudah mengantongi angka perkiraan kerugian negara dari kasus itu, Lulus mengaku akan menghitung lebih detail lagi bersama audit yang lebih kompeten.
Dalam kasus ini, Sarnata dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. “Pasal 2, Pasal 3 jo Pasal 18 jo Pasal 55 (UU Tipikor),” tuturnya.