Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Berjualan, PKL di Serang Dibayangi Rasa Takut Dibubarkan Petugas

IDN Times/Khaerul Anwar

Serang, IDN Times - Penegakan aturan saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat  (PPKM ) menyisakan keluh-kesah para pedagang kaki lima (PKL) di Kota Serang. Mereka selalu merasa cemas saat berjualan karena khawatir lapaknya dibubarkan paksa petugas.

Seperti yang dirasakan Yuli (36), seorang pedagang kopi di Stadion Kota Serang. Dia merasa resah menjelang jam penutupan operasional tiba, banyak petugas gabungan dari Satpol-PP, TNI dan Polri yang memberikan imbauan kepada pedagang untuk segera menutup lapak dagangannya.

"Takut aja Pak, kalau sampai membubarkan secara paksa mah belum, tapi sayanya jadi risih sendiri. Makanya setiap ada imbauan itu, saya langsung bergegas beres-beres," kata Yuli kepada wartawan, Kamis (29/7/2021).

1. Sehari, pedagang cuma bisa raup penghasilan Rp10-20 ribu

IDN Times/Khaerul Anwar

Menurut Yuli, pengetatan jam operasional ini sangat menyusahkan para PKL, meski Pemerintah Kota Serang telah memberikan keringanan di mana pedagang bisa berjualan hingga pukul 22.00 WIB.

Menurut dia, pembeli makin sepi di tengah penerapan PPKM, bahkan diperpanjang lagi. "Karena kebijakan itu, pembeli yang datang juga sepi. Sehingga dalam sehari cuma bisa mendapatkan penghasilan hanya Rp10 ribu sampai Rp20 aja," katanya.

2. Penghasilan harian hanya cukup untuk ongkos pulang pergi ke rumah

IDN Times/Khaerul Anwar

Uang hasil jualan itu, lanjutnya, hanya cukup untuk ongkos pulang-pergi ke rumahnya di Bumi Agung Permai (BAP), Kota Serang. Bahkan, lanjut Yuli, tak jarang pula dagangannya tidak ada yang membeli sama sekali dalam sehari.

"Jadi seharian di sini saya diem aja, kalau lagi sepi mah. Pas pulang nyampe rumah juga kadang saya nangis sendiri," katanya.

Sebelumnya, Yuli mulai berjualan minuman ringan dan jagung rebus sejak tahun 2002 di alun-alun Kota Serang bersama suaminya. Namun setelah lima tahun kemudian ia menjanda, dia harus banting tulang untuk menghidupkan kedua anaknya dan berpindah jualan ke stadion.

"Dalam waktu normal sebelum COVID-19, sehari itu bisa mencapai Rp150.000, sudah cukup untuk menghidupi anak-anak," katanya.

3. Yuli belum pernah menerima bantuan sosial

Ilustrasi pemberian bantuan (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Di tengah kesusahan, ibu anak dua itu mengaku belum pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah. Dia hanya bisa pasrah dan terus berusaha agar dagangannya laku terjual.

"Belum pernah dapat Pak, sekalipun belum pernah," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Khaerul Anwar
Ita Lismawati F Malau
Khaerul Anwar
EditorKhaerul Anwar
Follow Us