Overload Sekolah SMA, DPRD Banten Soroti Sistem Zonasi hingga Subsidi

Daya tampung sekah negeri belum memadai

Serang, IDN Times - Ombudsman Perwakilan Banten menduga ada praktik maladministrasi dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK negeri di Banten. Siswa titipan pejabat dituding menjadi penyebab adanya dugaan pelanggaran daya tampung sekolah.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi V DPRD Banten Fitron Fitron Nur Ikhsan meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten mengevaluasi pelaksanaan penerimaan siswa baru melalui sistem zonasi.

Baca Juga: Membongkar Praktik Siswa Titipan Pejabat Daerah di SMA/SMK Banten

1. Kebijakan sistem zonasi harus memperhatikan rasa keadilan

Overload Sekolah SMA, DPRD Banten Soroti Sistem Zonasi hingga SubsidiIDN Times/Khaerul Anwar

Fitron mengatakan, kebijakan sistem zonasi yang digulirkan pemerintah bertujuan baik agar sekolah mampu menampung siswa terdekat sehingga bisa mengurangi biaya transportasi. Lalu pemerintah juga bertujuan menghapus image sekolah unggulan dan sekolah diupayakan agar semua berkualitas.

Namun masalahnya, kata Fitron, hingga saat jumlah ruang kelas dan sekolah SMA/SMK negeri di Provinsi Banten masih jauh dari kemampuan untuk menampung jumlah siswa yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang menengah atas.

Menurutnya, kebijakan zonasi harusnya memperhatikan rasa keadilan, dengan ketersediaan jumlah sekolah dan jumlah ruang kelas yang sesuai dengan aturan ini.

"Jangan hukum anak-anak kita, tidak bisa masuk sekolah karena ditakdirkan rumahnya jauh dari sekolah. Pemerintah wajib mendekatkan sekolah dari rumah dan daya tampung memadai," kata Fitron saat dikonfirmasi, Sabtu (1/10/2022).

2. Gratis jadi penyebab orang berlomba-lomba masuk sekolah negeri

Overload Sekolah SMA, DPRD Banten Soroti Sistem Zonasi hingga SubsidiIDN Times/Khaerul Anwar

Selain itu, kebijakan sekolah negeri gratis ini menambah kekacauan yang mengakibatkan semua orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah negeri. Di sisi lain, bantuan pemerintah terhadap sekolah swasta dinilai masih belum memadai sehingga biaya di sekolah swasta cenderung mahal.

"Seharusnya mereka tidak harus berlomba masuk negeri jika biaya swasta terjangkau, dan kualitas swasta bisa bagus, namun dengan biaya terjangkau," katanya.

Fitron menuturkan, semestinya pemerintah merasa senang dengan antusias masyarakat untuk menunaikan sekolah hingga 12 tahun. Artinya, angka partisipasi sekolah di Banten mulai naik.

"Tapi sekarang minatnya tinggi kemampuan pemerintah malah rendah," katanya.

3. Pemprov Banten didesak perbesar subsidi anggaaran sekolah swasta

Overload Sekolah SMA, DPRD Banten Soroti Sistem Zonasi hingga SubsidiIDN Times/Khaerul Anwar

Oleh karenanya, Komisi V DPRD Banten mendesak Pemprov Banten menambah alokasi anggaran subsidi sekolah swasta yang layak dan tersebar di seluruh Banten untuk mendapat stimulasi agar mereka bisa berkualitas. Jangan lagi beban pemerintah itu ditujukan hanya ke sekolah negeri.

"Sehingga siswa dapat masuk ke swasta terjangkau dan sekolah swasta kembang kempis bisa bangkit berkualitas sehingga bisa menampung siswa. Semua sekolah perlakukan sama, semua siswa bersubsidi," katanya.

Selanjutanya, ia juga meminta Pemprov Banten membuka ruang secara aturan sekolah  negeri untuk menerima sumbangan dari masyarakat agar beban anggaran pemerintah juga bisa dialihkan ke swasta. Sekolah negeri dengan subsidi yang di bagi ke swasta tetap bisa membuka kesempatan lebih besar dengan partisipasi masyarakat.

"Sekolah swasta bisa terus menerima siswa tanpa harus berbiaya mahal. Dan mereka ga perlu kembang kempis lagi," katanya.

4. Temuan Ombudsman Banten: indikasi siswa titipan di SMA/SMK negeri

Overload Sekolah SMA, DPRD Banten Soroti Sistem Zonasi hingga SubsidiIDN Times/Khaerul Anwar

Sebelumnya, Ombudsman Perwakilan Banten menemukan ada pelanggaran  ketentuan daya tampung atau kapasitas (kuota) siswa yang diterima oleh sekolah pada tahun ajaran 2022-2023. Temuan pelanggaran ada pada jenjang SMA/SMK.

Data over kapasitas siswa di sekolah menengah atas di Provisni Banten ini mencapai 5.942 siswa, dengan rincian 4.314 kelebihan siswa di SMA dan sebanyak 1.628 siswa di SMK.

Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Banten, Zainal Muttaqin mengatakan, pelanggaran ini akan sangat mempengaruhi standar pelayanan sekolah. Siswa menjadi pihak yang dirugikan karena tidak bisa menerima proses pembelajaran yang ideal akibat kelas yang overload.

“Ada sekolah yang memaksakan sampai lebih 50 siswa per kelas. Bahkan, ada sekolah akhirnya menggunakan ruang laboratorium atau perpustakaan sebagai kelas,” kata dia.

Zaenal mengungkapkan, kesemrawutan penyelenggaraan PPDB terjadi lantaran pejabat di Banten mulai dari aparat penegak hukum hingga instansi yang berkaitan langsung dengan PPDB belum punya komitmen asas pelaksanaan yang objektif, transparan, akuntabel dan  non-diskriminasi.

Akhirnya terjadi penyelewengan wewenang,  praktik pungli hingga menambah jalur penerimaan di luar PPDB untuk mengakomodir siswa-siswa pihak yang punya kepentingan politik maupun materil.

“Banyak orangtua jadi korban ketika mereka harus bayar sejumlah uang agar anaknya masuk. Ini bukti permisifnya Dindik atau sekolah terhadap praktik yang melanggar ketentuan dan asas PPDB,” katanya. 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya